Headline

Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.

Fokus

Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.

KontraS Dorong Kejagung Periksa Moeldoko dan Gatot Nurmantyo

Tri Subarkah
10/12/2021 21:04
KontraS Dorong Kejagung Periksa Moeldoko dan Gatot Nurmantyo
Jenderal Moeldoko (kanan) salam komando dengan penggantinya Jenderal Gatot Nurmantyo pada 14 Juli 2015(Antara)

KOMISI untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) meminta Jaksa Agung memeriksa mantan Panglima TNI Moeldoko dan mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Gatot Nurmantyo dalam penyidikan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Paniai 2014. Hal itu disampaikan anggota Divisi Pemantauan Impunitas KontraS Ahmad Sajali dalam peringatan Hari HAM Sedunia yang digelar secara virtual.

"Seharusnya langsung saja Jaksa Agung bisa segera memanggil panglima TNI hari ini atau yang bertugas di masa terjadinya tragedi Paniai, yakni Jenderal Moeldoko atau KSAD Gatot Nurmantyo di hari itu," ujar Ahmad, Jumat (10/12).

"Untuk dimintai keterangan untuk kaitannya bisa diproses penuntutan dan juga penyelenggaraan pengadilan HAM," sambungnya.

Menurut Ahmad, Presiden Joko Widodo terlambat dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat. Penyidikan Peristiwa Paniai baru dilakukan seminggu sebelum peringatan hari HAM sedunia, yakni 3 Desember 2021 oleh Jaksa Agung. Berkaca pada pengadilan HAM yang telah digelar untuk tiga peristiwa pelanggaran HAM berat di awal 2000, yakni Peristiwa Tanjung Priok, Abepura, dan Timor Timur, Ahmad pesimistis proses hukum Perisitwa Paniai bisa berjalan dengan baik.

"(Dari tiga pengadilan HAM sebelumnya) tidak pernah ada satu pun orang yang akhrinya dinyatakan bersalah dan diberikan sanksi pidana. Semua mekanisme pengadilan dilangsungkan dengan gagal. Ini akan menjadi satu potensi yang akan kembali terulang," katanya.

KontraS sendiri mengambil tema HAM Dikikis Habis dalam peringatan hari HAM Internasional 2021. Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti menilai agenda pembangunan yang digencarkan pemerintah tidak seimbang dengan agenda HAM yang harusnya menjadi prioritas negara.

Salah satu yang disoroti KontraS dalam setahun terakhir adalah pembiaran represi yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung oleh negara. Ia menyebut bentuk pembiaran itu dekat dengan pola pemerintahan Orde Baru yang otoriter. KontraS mencatat dalam periode Desember 2020 sampai November 2021 ada 150 peristiwa tindak kekerasan berekspresi.

"Bentuk-bentuk kekerasan seperti perampasan tanah adat, penggusuran paksa, kriminalisasi di sektor ekonomi, sosial, budaya, pada akhirnya berdampak pada sektor lingkungan," pungkas Fatia. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya