Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Pukat UGM: Hukuman Mati Bertentangan dengan HAM

Tri Subarkah
07/12/2021 13:56
Pukat UGM: Hukuman Mati Bertentangan dengan HAM
Tersangka Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat(ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

PENELITI Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Zaenur Rohman berpendapat hukuman mati juga bertentangan dengan hak asasi manusia. Hal ini menanggapi tuntutan hukuman mati terhadap terdakwa magakorupsi ASABRI Heru Hidayat.

Selain hukuman mati bertentangan dengan hak asasi manusia, tutur Zaenur, konstitusi menyatakan bahwa hak hidup tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. "Apalagi dalam negara yang masih sering terjadi error dalam penegakan hukum," ujar Zaenur melalui keterangan tertulis kepada Media Indonesia, Selasa (7/12).

Namun, lanjut Zaaenur, Pukat UGM tidak dalam posisi mendukung atau menolak hukuman mati bagi koruptor. Namun ia mengingatkan nihilnya bukti ilmiah yang menunjukkan efektifitas pidana mati terhadap efek jera dalam korupsi.

Negara yang menduduki peringkat atas dalam Indeks Persepsi Korupsi, lanjutnya, tidak menerapkan pidana mati. "Sedangkan China, misalnya, yang terkenal keras dalam menerapkan pidana mati untuk koruptor justru IPK-nya rendah, hanya 42 poin," ungkap Zaenur.

Baca juga: Heru Hidayat Jadi Terdakwa Korupsi Kedua di Indonesia yang Dituntut Mati

Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut pidana mati terdakwa kasus korupsi dan pencucian uang di PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) Heru Hidayat.

Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, terdapat dua konstruksi perbuatan Heru yang relevan dimaknai sebagai pengulangan. Pertama, kasus ASABRI dan Jiwasraya yang menyeret Heru harus dipandang sebagai suatu niat dengan objek yang berbeda, meskipun periode peristiwanya bersamaan.

Kedua, dalam perkara korupsi ASABRI yang terjadi antara 2012-2019, Heru melakukan perbuatan pidana secara berulang dan terus menerus dengan pembelian dan penjualan saham yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan pelat merah tersebut.

Terkait dengan dalil pengulangan perbuatan pidana yang dilakukan Heru. Zaenur berpendapat yang dilakukan Heru adalah perbuatan perbarengan atau concursus.

"Padahal pengulangan tindak pidana terjadi ketika terdakwa setelah dijatuhi pidana kembali mengulangi perbuatan pidana. Jika terpidana melakukan beberapa kali perbuatan sebelum diadili maka itu bukan pengulangan pidana, melainkan perbarengan atau concursus," kata

Selain menyemat status terdakwa di perkara ASABRI, Heru saat ini juga diketahui sebagai terpidana megkorupsi pada PT Asuransi Jiwasraya. Mahkamah Agung telah menjatuhkan pidana seumur hidup terhadap Heru di kasus tersebut.(OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya