Headline

AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.

Fokus

Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.

Haris Azhar Buka Data Saham Tambang di Papua

Cahya Mulyana
12/10/2021 11:15
Haris Azhar Buka Data Saham Tambang di Papua
Direktur Lokataru Foundation Haris Azhar(Antara)

DIREKTUR Lokataru Foundation Haris Azhar mengungkapkan upayanya mendapatkan saham perusahaan tambang di Papua untuk masyarakat adat, bukan pribadinya. 

"Iya, untuk masyarakat adat lah. Karena itu aset negara, enggak bisa personal," ujar Haris kepada Media Indonesia, menanggapi tudingan Kuasa Hukum Luhut Binsar Panjaitan Juniver Girsang soal polemik saham PT Freeport Indonesia, Selasa (12/10).

Ia pun memaparkan garis besar divestasi saham PT Freeport hingga persoalan pembagian jatah untuk masyarakat adat. Dasarnya disusun Lokataru, Kantor Hukum dan HAM bersama dan dalam kapasitas sebagai kuasa hukum masyarakat Adat Tsinga, Waa, Banti dan Arwanop yang bernaung di bawah organisasi Forum Pemilik Hak Sulung (FPHS).

"Penyusunan fakta ini mungkin saja memiliki kelemahan terlebih untuk perkembangan yang dilaksanakan oleh pihak pemerintah, baik pusat maupun daerah di Papua. Namun demikian, kembar fakta ini diperuntukan bagi upaya mencari solusi percepatan penyusunan regulasi pembagian saham di tingkat Provinsi Papua dan pembagian alokasi saham PT Freeport Indonesia untuk bagi masyarakat adat yang terkena dampak buruk selama ini," paparnya.

Suku Amungme, kata dia, merupakan suku yang mendiami wilayah pertambangan PT Freeport di Kabupaten Mimika. Adapun salah satu cirinya memiliki wilayah adat di daerah dataran tinggi pada tiga wilayah lembah, yaitu Lembah Arwanop, Lembah Waa/Banti, dan Lembah Tsinga di tanah Amungsa.

Masyarakat adat Suku Amungme dari tiga wilayah tersebut mendirikan Forum Pemilik Hak Sulung, kampung Tsinga, Waa/Banti, dan Aroanop (FPHS Tsingawarop), berdasarkan Akta Pendirian Forum Tsingawarop Tanggal 24 Oktober 2017, Nomor: 55, yang dibuat oleh Notaris Sri Widodo, SH. FPHS Tsingwarop juga telah mendapat rekomendasi dari Bupati Mimika Provinsi Papua Nomor: 593/918, tertanggal 24 November 2019, serta menerima Surat Rekomendasi dari Lembaga Masyarakat Adat Suku Amungme (LEMASA) Nomor: 001/KT- Mengenai Awal Mula Kebijakan Divestasi PT Freeport Indonesia oleh Pemerintah Indonesia

Kebijakan divestasi saham PT Freport Indonesia (PT FI) dimulai pada 12 Juli 2018, melalui penandatanganan Pokok-Pokok Perjanjian (Head of Agreement) terkait penjualan saham FCX dan hak partisipasi Rio Tinto di PT Freeport Indonesia (PTFI) ke INALUM, yang dilakukan oleh Holding Industri Pertambangan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero), atau INALUM, Freeport McMoRan Inc. (FCX), dan Rio Tinto. Kepemilikan INALUM di PTFI setelah penjualan saham dan hak tersebut menjadi sebesar 51% dari semula 9,36%.

Baca juga: Kuasa Hukum Luhut Bongkar Kebenaran Tudingan dan Permintaan Saham Haris Azhar

Selanjutnya pada 27 September 2018, Holding Industri Pertambangan PT INALUM (Persero), Freeport McMoRan Inc. (FCX) dan Rio Tinto, melakukan penandatanganan sejumlah perjanjian, sebagai kelanjutan dari Pokok-Pokok Perjanjian (Head of Agreement), yang sebelumya dilakukan pada 12 Juli 2018. Sejumlah perjanjian tersebut meliputi Perjanjian Divestasi PTFI, Perjanjian Jual Beli Saham PT Rio Tinto Indonesia (PTRTI), dan Perjanjian Pemegang Saham PTFI.

Dengan demikian, jumlah saham PTFI yang dimiliki INALUM akan meningkat dari 9,36% menjadi 51,23%, di mana Pemda Papua akan memperoleh 10% dari 100% saham PTFI. Perubahan kepemilikan saham ini akan resmi  setelah transaksi pembayaran sebesar US$3,85 miliar atau setara dengan Rp56 triliun kepada FCX diselesaikan sebelum akhir tahun 2018.

Pada 21 Desember 2018, PT Inalum berhasil menyelesaikan transaksi divestasi saham, dengan membeli hak partisipasi Rio Tinto di PTFI dan 100% saham FCX di PT Indocopper Investama, yang memiliki 9,36% saham PTFI, yaitu sebesar AS$3,85 miliar. Selain itu keberhasilan ini juga ditandai dengan terbitnya IUPK oleh Kementerian ESDM, yaitu Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 2053 K/30/MEM/2018 Tentang Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi PT Freeport Indonesia.

Pada 12 Januari 2018, Pemerintah RI (Menteri Keuangan, Menteri ESDM, dan Menteri BUMN) bersama dengan Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Kabupaten Mimika, dan PT Inalum, melakukan perjanjian dalam rangka divestasi saham PT Freeport Indonesia (selanjutnya disebut “Perjanjian Divestasi PT FI”).

Sesuai dengan Pasal 2.1 Perjanjian Divestasi PT FI, maka pengambilan porsi saham divestasi PT FI dilakukan melalui perseroan khusus, yaitu perseroan terbatas yang dimiliki oleh Inalum dan/atau Konsorsium BUMN bersama dengan BUMD Papua, yaitu PT Indonesia Papua Metal and Mineral (PT IPMM), yang sebelumnya bernama PT Indocopper Investama (PTII). Terhadap PTII sudah dilakukan akuisisi aset oleh PT Inalum pada tahun 2018, sebelum proses divestasi dilakukan.

Berdasarkan Laporan Tahunan PT Inalum tahun 2019, maka persentase kepemilikan saham PT Freeport Indonesia saat ini adalah 26,33% dimiliki INALUM, 25% dimiliki PT Indonesia Papua Metal dan Mineral dan 48,77% dimiliki oleh Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.

Dengan komposisi di atas, dari angka 1 dan 2, komposisi saham berada ditangan Indonesia. Total berjumlah 51,33%.

Implementasi Divestasi Saham PT FI di Daerah Implementasi divestasi saham PT FI di Papua, diwujudkan melalui “Perjanjian Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika dan PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) tentang Pengambilan Saham Divestasi PT Freeport Indonesia, tanggal 12 Januari 2018.

Sesuai Pasal 2.2 Perjanjian Divestasi PT FI, diatur bahwa Pemerintah Daerah Papua, dalam hal ini Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika akan mendapatkan porsi saham sebesar 10%, dengan komposisi pemerintah Provinsi Papua sebesar 3% dan pemerintah Kabupaten Mimika sebesar 7% termasuk mewakili hak-hak masyarakat pemilik hak ulayat dan masyarakat yang terkena dampak permanen.

Mengacu Pasal 2.2 Perjanjian Divestasi PT FI, porsi kepemilikan saham Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika tersebut, dilakukan secara tidak langsung, namun melalui Perseroan Khusus, yaitu perseroan terbatas yang dimiliki oleh Inalum dan/atau Konsorsium BUMN bersama dengan BUMD Papua, yaitu Badan Usaha Milik Daerah, yang dibentuk secara bersama oleh Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika yang pada saat pembentukan.

Baca juga: Moeldoko akan Diperiksa Bareskrim Terkait Kasus Promosi Ivermectin

Selama pengoperasiannya dimiliki dan dikendalikan sepenuhnya oleh Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika. Dengan kata lain, 10% saham untuk Papua akan diberikan ke BUMD yang dibentuk.

Melalui Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 7 Tahun 2018 tentang Perseroan Terbatas Papua Divestasi Mandiri (Perda Papua 7/2018) yang terbit pada 23 Maret 2018, terutama dalam Pasal 2.2, disebutkan BUMD Papua dibentuk. Pembentukan ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah, yang pada Pasal 4 ayat (2) mengatur bahwa Pendirian BUMD ditetapkan dengan Perda.

Namun, ketentuan mengenai komposisi saham PT Papua Divestasi Mandiri, yang diatur dalam Pasal 15 Perda Papua 7/2018, tidak sesuai dengan Perjanjian Divestasi PT FI. Dalam Perda Papua 7/2018, Pemerintah Provinsi mendapatkan komposisi saham sebesar 51% dan Pemerintah Kabupaten Mimika sebesar 29%, serta Pemerintah Kabupaten sekitar areal operasi perusahaan PT Freeport Indonesia sebesar 20%. 

Jika dikonversi ke 10% pembagian awal divestasi, pembagian sebagaimana dalam Perda 7/2018 justru berbeda, tidak menunjukan angka 3% untuk provinsi dan 75 untuk kabupaten dan masyarakat adat. Perda 7/2018 merespresentasikan angka pembagian Propinsi sebesar 5% dan sisanya untuk Kebupaten serta masyarakat adat atau masyarakat dari wilayah sekitar yang terkena dampak. 

Atas perbedaan di atas, saat ini sedang dilakukan upaya revisi Perda 7/2018. Perubahan tersebut utamanya mengenai porsi alokasi saham antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten Mimika. Draft revisi Perda 7/2018 sudah ada, sudah dikirim ke Kemendagri, sebagai konsekuensi perumusan Perda. Akan tetapi sampai saat ini belum disahkan. 

Dalam draf perda perubahan tersebut, disebutkan pembagian saham di Papua yaitu Pemerintah Provinsi memiliki saham sebesar 30% dan Pemerintah Kabupaten Mimika memiliki saham sebesar 70%. Hal ini sudah sesuai dengan kesepakatan awal divestasi yaitu 10% untuk Papua, dimana 3% untuk Propinsi dan 7% untuk Kabupaten. 

"Dalam draft Perda komposisi saham Pemerintah Kabupaten Mimika sudah termasuk bagian untuk mewakili hak-hak masyarakat pemilik hak ulayat dan masyarakat yang terkena dampak permanen," kata Haris. 

Baca juga: Komisi I DPR Soroti Ancaman Keamanan Pulau-Pulau Terluar Sulut

Pada 21 November 2018, Pemerintah Provinsi Papua melalui Pj. Kepala Dinas ESDM Provinsi Papua memberikan keterangan secara verbal kepada FPHS TSINGWAROP bahwa 4% saham dari alokasi yang ditetapkan kepada Pemerintah Kabupaten Mimika, akan diberikan kepada Pengurus FPHS TSINGWAROP. Hal ini dilakukan dikantornya dan disaksikan oleh LSM dan para Wartawan.

Pada 15 Januari 2019, Bupati Mimika Eltinus Omaleng memberikan keterangan bahwa saham 4% dari alokasi yang ditetapkan kepada Pemerintah Kabupaten Mimika, akan diberikan kepada FPHS TSINGWAROP sebagai masyarakat pemilik hak ulayat dan masyarakat terkena dampak permanan (TSINGWAROP). Hal ini dilakukan dihadapan seluruh SKPD Kabupen Mimika, Lembaga – Lembaga adat di Kabupaten Mimika dan seluruh masyarakat di Kabupaten Mimika. 

Di tengah keberadaan Perda Papua 7/2018 yang masih belum mencerminkan pembagian sesuai amanat perjanjian divestasi serta dalam proses perbaikan, Kabupaten Mimika, melalui Pemda dan DPRD, justru menerbitkan dua Peraturan Daerah terkait dengan divestasi. 

Kedua Perda tersebut disahkan pada sekitar Oktober 2020 oleh DPRD Kabupaten Mimika. Namun diduga ke dua Perda ini belum dikonsultasikan ke Biro Hukum Propinsi Papua dan Biro Hukum Kemendagri.

Disinyalir, karena Perda ini terkait dengan pendirian BUMD, ke dua Perda tersebut juga tidak dilengkapi dengan rencana kerja ke depannya (Feasibility Studies) dan belum pernah melibatkan atau berkonsultasi dengan Masyarakat Adat yang terkena dampak, sebagaimana mandate alokasi divestasi saham sejak awal. 

Haris menjelaskan Perda ini juga belum diberikan nomor hingga saat ini. Pada Perda yang pertama tentang Penyertaan Modal Pemerintah Kabupaten Mimika kepada Perusahaan Perseroan Terbatas Papua Divestasi Mandiri menyebutkan bahwa Perda a quo ditujukan sebagai pemenuhan kewajiban Pemerintah Kabupaten Mimika untuk menyertakan modal sebesar 70% dari modal dasar PT Papua Divestasi Mandiri sebesar Rp3.000.000.000. 

"Adapun penyertaan modal tersebut berupa uang dengan jumlah penyertaan modal sebesar Rp2.100.000.000 yang dianggarkan pada APBD Kabupaten Mimika 2020 dan 2021," pungkasnya. (P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya