Headline
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.
MAJELIS hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan mantan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Richard Joost Lino dan penasihat hukumnya dalam perkara dugaan korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) pada 2009 - 2011. Hal itu tertuang dalam putusan sela yang dibacakan Senin (30/8).
"Memerintahkan penuntut umum melanjutkan pemeriksaan perkara Nomor 44/Pid.Sus?TPK/2021/PN Jkt.Pst," kata hakim ketua Rosmina.
Putusan sela dibacakan Rosmina didampingi hakim Agus Salim dan Teguh Santoso.
Baca juga: Bupati, Anggota DPR Hingga 5 Camat di Probolinggo Kena OTT KPK
Hakim menolak eksepsi penasihat hukum Lino terkait kewenangan Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat untuk memeriksa perkara tersebut karena sebagai BUMN, PT Pelindo II mengelola kekayaan negara yang sudah dipisahkan.
Menurut hakim, selain tunduk pada Undang-Undang No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas, PT Pelindo II juga tunduk pada UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Oleh sebab itu, Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat dinilai berwenang mengadili perkara a quo.
Hakim juga tidak setuju dengan eksepsi penasihat hukum Lino terkait kekayaan atau keuangan PT Pelindo II yang dinilai bukan kekayaan dan keuangan negara. Oleh karenanya, Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat tidak berhak mengadili perkara itu.
"(Eksepsi tersebut) adalah pernyataan yang prematur, karena hal itu masuk ranah pokok perkara yang harus dibuktikan di persidangan. Menimbang, berdasarkan pertimbangan di atas maka eksepsi penasihat hukum terdakwa dalam hal ini adalah lemah dan patut dikesampingkan," jelas hakim Agus.
Lebih lanjut, dakwaan yang disusun jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait unsur memperkaya dan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang menjadi keberatan pihak Lino juga dinilai hakim sudah diuraikan secara jelas dan lengkap.
Jaksa KPK dinilai sudah menguraikan secara cermat, jelas, dan lengkap terkait kekayaan yang diterima Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co. Ltd. (HDHM) sebagai kontraktor pengadaan tiga unit QCC di di Pelabuhan Panjang, Lampung; Palembang, Sumatra Selatan; dan Pontianak, Kalimantan Barat. Kekayaan itu disebabkan karena perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh Lino.
Lino didakwa dengan Pasal 2 Ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau kedua Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Berdasarkan audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) maupun Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis KPK serta Laporan hasil Pemeriksaan Investigatif, perkara tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar US$1.974.911,29.
Hakim menjadwalkan sidang berikutnya dengan agenda pemeriksaan saksi digelar pada Senin (8/9).
Jaksa KPK Wawan Yunarwanto mengatakan pihaknya akan memanggil kurang lebih 30 orang saksi dalam persidangan. (OL-1)
"Jaksa eksekutor KPK Irman Yudiandri telah selesai melaksanakan eksekusi putusan majelis hakim di tingkat MA yang berkekuatan hukum tetap dengan terpidana RJ Lino,"
KPK) mengajukan upaya hukum kasasi ke MA atas putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino alias R.J. Lino.
Lembaga Antikorupsi membutuhkan salinan tersebut untuk menentukan langkah hukum lanjutan untuk Lino.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperkuat putusan Pengadilan Tipikor yang menghukum RJ Lino empat tahun.
RJ Lino didakwa merugikan keuangan negara sebesar mencapai US$1,997 juta. Kerugian itu terkait pengadaan tiga unit QCC pada 2009-2011.
Kasus itu menjadi bagian dari megakorupsi yang berhasil diungkap. Perkara ini masuk ke dalam daftar perkara korupsi yang merugikan keuangan negara dengan nilai sangat fantastis.
Lantas apa saja kasus-kasusnya? Yuk disimak!
Menurut Pelindo, satu kontainer milik tentara AS yang berisi senjata tempur, bukan barang selundupan. Kemungkinan besar, peralatan untuk latihan bersama dengan TNI AD lupa didaftarkan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved