DEWAN Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menyetop kasus dugaan pelanggaran etik oleh pimpinan KPK terkait pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK). Berdasarkan hasil pemeriksaan pendahuluan, Dewas menyatakan aduan itu tak cukup bukti sehingga tak dilanjutkan ke sidang etik.
"Seluruh dugaan pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan pimpinan KPK sebagaimana disampaikan dalam surat pengaduan tidaklah cukup bukt, sehingga tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke sidang etik. Itulah kesimpulannya," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam konferensi pers, Jumat (23/7).
Pelapor aduan etik itu yakni sejumlah pegawai KPK yang tidak lolos TWK. Dalam laporannya, imbuh Tumpak, terdapat tujuh poin dugaan pelanggaran yang semuanya dinilai tak terbukti. Dewas melakukan pemeriksaan dokumen, rekaman, dan saksi-saksi termasuk lima pimpinan KPK, pelapor, internal KPK, dan perwakilan BKN, Kemenpan-RB, serta Kementerian Hukum dan HAM.
Pada dugaan pertama, Ketua KPK Firli Bahuri ditengarai menyelundupkan pasal TWK di akhir-akhir pembahasan Perkom Nomor 1 Tahun 2021. Menurut Dewas, penyusunan aturan itu dirumuskan bersama dan disetujui pimpinan secara kolektif kolegial. Dewas menyebut usulan TWK datang dari BKN pada rapat 9 Oktober 2020.
"Sehingga tidak benar dugaan pasal TWK merupakan pasal yang ditambahkan oleh saudara Firli Bahuri dalam rapat tanggal 25 Januari 2021," kata anggota Dewas KPK Harjono.
Dugaan kedua, Firli Bahuri disebut datang sendirian ke Kementerian Hukum dan HAM untuk mengesahkan perkom. Namun, Dewas menyebut Firli datang bersama Wakil Ketua Nurul Ghufron dan Sekjen KPK Cahya Harefa.
Baca juga: Divonis 5 Tahun, Bekas Menteri KKP Edhy Prabowo Ajukan Banding
Ketiga, pimpinan KPK disebut tak menjelaskan konsekuensi TWK. Namun, menurut Dewas, perihal konsekuensi itu telah dijelaskan Kepala Biro SDM dalam kegiatan sosialisasi perkom pada Februari 2021.
"Selain itu pertanyaan mengenai tes wawasan kebangsaan melalui email dari pegawai KPK telah ditanggapi saudara Nurul Ghufron melalui email tanggal 6 Maret 2021," tutur anggota Dewas Syamsuddin Haris membacakan kesimpulan.
Dugaan keempat mengenai pimpinan membiarkan pelanggaran hak kebebasan beragama dan berkeyakinan dalam pelaksanaan TWK, Dewas menyatakan materi tes disiapkan BKN. Dewas mengatakan pimpinan KPK justru baru mengetahui persoalan itu belakangan dari pemberitaan. Menurut Dewas, pegawai pun tidak ada yang melaporkan dugaan itu kepada pimpinan secara langsung.
Dugaan kelima, Firli Bahuri dalam pernyataannya pada rapat 5 Maret 2021 dinilai tak jujur lantaran menyampaikan TWK bukan masalah lulus atau tidak lulus. Dewas menilai pernyataan Firli bukan bentuk ketidakjujuran lantaran yang memutuskan hasil TWK ialah BKN.
Dugaan keenam, pegawai menduga pimpinan meniatkan memecat pegawai yang tidak memenuhi syarat pada hari pelantikan 1 Juni 2021. Namun, menurut Dewas hingga 1 Juni 2021 ketika oepantikan ASN tidak ada pegawai yang dipecat. Dewas menilai pimpinan juga memperjuangkan seluruh pegawai agar diangkat menjadi ASN.
Dugaan ketujuh, pegawai melaporkan SK 652 yang berimbas penyerahan tugas. Menurut Dewas, tidak ada pernyataan dari sekjen maulun pimpinan bahwa 75 pegawai yang tak lolos TWK dinonaktifkan atau diberhentikan. Dewas menilai SK tersebut meruoakan upaya mitigasi risiko terhadap pegawai yang menangani kasus agar tidak muncul masalah hukum ke depannya.(OL-4)