Headline

AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.

Fokus

Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.

Pengujian UU Harus Dibedakan Dengan Kasus Konkret

Widhoroso
19/7/2021 20:46
Pengujian UU Harus Dibedakan Dengan Kasus Konkret
Kuliah umum 'Hukum Acara Mahkamah Konstitusi' yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Pancasila (FH UP) secara daring, Senin (19/7).(DOK FH Universitas Pancasila)

PENGUJIAN undang-undang yang dilakukan Mahkamah Konstitusi (MK) harus dibedakan dengan kasus konkret lainnya seperti penyelesaian sengketa hasil pemilu maupun pemilihan kepada daerah (pilkada). Perbedaan karakteristik antara pengujian undang-undang dengan kasus hasil pemilu atau pilkada membuat penanganan kasus dilakukan dengan karakteristik yang berbeda pula.

Hal itu diungkapkan Hakim Mahkamah Konstitusi, Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., M.P.A saat menjadi pembicara utama kuliah umum 'Hukum Acara Mahkamah Konstitusi' yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Pancasila (FH UP) secara daring, Senin (19/7).        

"Hal inilah yang perlu dipahami khususnya oleh mahasiswa Fakultas Hukum. Selain itu, banyak permohonan tidak disertai alasan yang jelas sehingga hakim sering memberi nasihat untuk perbaikan permohonan," jelasnya.

Lebih jauh, Saldi menjelaskan perbandingan kekuasaan pengujian undang undang di Amerika Serikat dan Indonesia. "Kekuasaan kehakiman memerlukan kewenangan untuk melakukan koreksi Undang-undang terhadap konstitusi sebagai upaya menerapkan prinsip check and balances diluar dari lembaga politik selaku kekuasaan legislatif," ujarnya.

Sedangkan peneliti senior di Mahkamah Konstitusi, Pan Mohamad Faiz SH, Ph.D, yang menjadi nara sumber dalam kuliah umum ini memperlihatkan persentase dari permohonan yang diajukan di Mahkamah Konstitusi. Menurutnya, secara kuantitatif permohonan yang diajukan memang banyak namun bukan berarti kualitas undang-undang buruk. 

"Ini perlu dipahami karena Indonesia, tidak seperti negara lain, memberikan ruang yang luas kepada setiap warga negara untuk menjadi pemohon. Kita juga harus memahami bahwa Indonesia menganut paham The Living Constitution, sebagai konsekuensi dari dinamika masyarakat dan ketatanegaraannya”, ungkap Faiz.

Di sisi lain, Dekan FH UP, Prof. Dr. Eddy Pratomo, S.H., M.A. menyambut gembira kegiatan kuliah. Menurutnya mata kuliah hukum konstitusi tengah marak di berbagai fakultas hukum dan FH UP saat ini sudah memiliki program kekhususan konstitusi di Program Pascasarjana.

"Kuliah umum ini diharapkan dapat memberikan amunisi pengetahuan bagi para dosen dan juga mahasiswa sehingga lebih familiar dengan proses beracara di Mahkamah Konstitusi," ucapnya.

Kuliah umum ini diselenggarakan dalam rangka Program Kompetisi Kampus Merdeka (PKKM) yang diamanahkan kepada Fakultas Hukum Universitas Pancasila. Salah satu kegiatan PKKM adalah pembentukan Klinik Hukum dimana edukasi untuk mengenalkan permasalahan nyata dalam pencarian keadilan pada berbagai forum, termasuk peradilan konstitusi dinilai perlu diberikan kepada mahasiswa. (RO/OL-15)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso
Berita Lainnya