Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

Kejagung Usut Korupsi di LPEI terkait Pembiayaan Ekspor

Tri Subarkah
30/6/2021 23:48
Kejagung Usut Korupsi di LPEI terkait Pembiayaan Ekspor
Leonard Eben Ezer Simanjuntak(Kejagung)

PENYIDIK Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejaksaan Agung mengusut dugaan tindak pidana korupsi terkait pembiayaan ekspor nasional di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Penyidikan dilakukan berdasarkan surat perintah penyidikan yang diteken Kamis (24/6).

"Penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi baru yang dilakukan berdasarkan Surat Perintah Direktur Penyidikan JAM-Pidsus No. Print-13/F.2/06/Fd.2/06/2021," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangan tertulis, Rabu (30/6).

Leonard menjelaskan LPEI diduga telah memberi fasilitas pembiayaan kepada sembilan debitur. Kesembilannya adalah Group Walet, Group Johan Darsono, Duniatex Group, Group Bara Jaya Uam, Group Arkha, PT Cipta Srigati Lestari, PT Lautan Harmoni Sejahtera, Pt Kemilau Harapan Prima, dan PT Kemilau Kemas Timur. Pembiayaan itu, lanjutnya sesuai dengan laporan sistem infromasi manajemen risiko dalam posisi kolektibilitas 5 (macet) per akhir 2019.

Penyelenggaraan Pembiayaan Ekspor Nasional yang dilakukan LPEI ke para debitur diduga tanpa melalui tata kelola yang baik. Hal ini berdampak pada meningkatnya kredit macet atau non performing loan (NPL) sebesar 23,39 persen. Padahal berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2019, LEPI mengalami kerugian sebesar Rp4,7 triliun.

"Di mana jumlah kerugian tersebut penyebabnya adalah dikarenakan adanya pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN)," jelas Leonard.

Pembentukan CKPN dalam laporan keuangan 2019 meningkat 807,74 persen dari Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT). Menurut Leonard, kenaikan CKPN dilakukan untuk menutupi potensi kerugian akibat naiknya angka kredit bermasalah, di antaranya disebabkan oleh sembilan debitur yang mendapatkan fasilitas pembiayaan.

Pihak LPEI yang terdiri dari tim pengusul, kepala Departemen Unit Bisnis, Kepala Divisi Unit Bisnis, dan Komite Pembiayaan dinilai menyalahi aturan yang digariskan dalam Peraturan Dewan Direktur No. 0012/PDD/11/2010 tentang Kebijakan Pembiayaan LEPI. Dampaknya, salah satu debitur, yaitu Group Walet, dikategorikan kolektibilitas 5 alias macet.

Tiga perusahaan dalam Group Walet, yakni PT Jasa Mulia Indonesia, PT Mulia Walet Indonesia, dan PT Borneo Walet Indonesia, mengalami gagal bayar sebesar Rp683,6 miliar. Angka itu terdiri dari nilai pokok sebesar Rp576 miliar serta denda dan bunga yang mencapai Rp107,6 miliar. Untuk diketahui, ketiga perusahaan itu memiliki satu Direktur Utama yang sama berinisial S.

Sebagai bagian dari upaya mengusut kasus itu, penyidik Gedung Bundar sudah memeriksa enam orang saksi. Mereka adalah AS selaku mantan Kepala Kantor Wilayah LPEI Surakarta; MS selaku Senior Manager Operation TNT Indonesia Head Office, EW selaku Manager Operation Fedex/TNT Semarang; FS selaku Kepala Divisi UKM pada LPEI tahun 2015; DAP selaku Kepala Divisi Analisa Risiko Bisnis II pada LPEI; dan YTP selaku Kepala Divisi Restrukturisasi Aset II pada LPEI. (OL-8)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya