Headline
Sebaiknya negara mengurus harga barang dulu.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Djatmiko Bris Witjaksono menyampaikan Indonesia bersiap memperluas ekspor produk unggulannya ke pasar Uni Eropa melalui Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA) yang tengah memasuki tahap akhir perundingan.
Produk-produk Indonesia yang memiliki keunggulan komparatif seperti alas kaki, tekstil dan produk tekstil (TPT), produk perikanan, makanan olahan, serta minyak sawit dan turunannya, termasuk biodiesel, akan langsung menikmati tarif 0% saat perjanjian mulai berlaku atau entry into force (EIF). Selain itu, produk dari sektor elektronik, hasil pertanian dan kehutanan, serta besi dan baja juga akan mendapat akses pasar yang lebih luas di kawasan UE.
“Seluruh produk unggulan kita seperti tekstil, makanan olahan, hingga sawit dan turunannya akan mendapatkan tarif 0% sejak hari pertama perjanjian berlaku,” ujar Djatmiko dalam acara Sosialisasi & Persiapan Perjanjian Politik IEU-CEPA di Menara Kadin, Jakarta, Senin (4/8).
Ia menjelaskan Uni Eropa telah berkomitmen memberikan preferensi tarif untuk sekitar 98% dari seluruh pos tarif (customs tariff lines), dengan 99% ekspor Indonesia ke Eropa akan mendapat preferensi. Mayoritas produk akan langsung mendapatkan tarif nol persen sejak EIF.
Penghapusan tarif dilakukan secara bertahap berdasarkan kategori waktu, mulai dari saat perjanjian berlaku hingga jangka waktu 15 tahun. Kategori tersebut terdiri dari eliminasi tarif saat implementasi (A0), dalam 3 tahun (A3), 5 tahun (A5), 7 tahun (A7), 10 tahun (A10), hingga 15 tahun (A15). Sementara itu, sejumlah produk tertentu tetap dikecualikan dari komitmen penghapusan tarif.
"Hanya 1% yang dikecualikan, yaitu barang-barang pertanian mereka (UE) yang cukup sensitif bagi mereka," katanya.
Tak hanya perdagangan barang, perjanjian ini juga mencakup sektor jasa dan investasi. Indonesia akan mendapatkan akses pasar yang lebih baik, termasuk untuk tenaga profesional. Uni Eropa juga memberikan jaminan perlindungan investasi, tidak hanya dalam bentuk promosi dan fasilitasi, tetapi juga kepastian hukum atas investasi di kedua belah pihak.
Djatmiko kemudian menerangkan keberhasilan Indonesia dalam memperoleh kesepakatan tarif rendah dengan Amerika Serikat (AS) sebesar 19%, menjadi pemicu positif dalam memperkuat hubungan dagang dengan Uni Eropa. Ia menekankan dengan capaian itu menjadi pembanding sekaligus daya tawar dalam menjalin kerja sama yang setara dan saling menguntungkan dengan Uni Eropa.
"Jika kita bisa memberikan fasilitasi yang baik ke Amerika Serikat dan mendapatkan manfaat nyata, mengapa tidak dengan Uni Eropa?" ucapnya.
Terkait jadwal penyelesaian perjanjian IEU-CEPA, Djatmiko menyebut pengumuman substantial conclusion of negotiation ditargetkan pada akhir September 2025. Setelah itu, akan dilanjutkan dengan proses penyusunan dokumen hukum yang diperkirakan memakan waktu enam bulan atau lebih. Penandatanganan perjanjian ditargetkan pada kuartal II atau kuartal III tahun 2026, tepat 10 tahun sejak perundingan dimulai.
Selanjutnya, proses ratifikasi akan dilakukan untuk mengesahkan perjanjian agar dapat diimplementasikan. Opsi ratifikasi bisa melalui instrumen undang-undang (UU) atau peraturan presiden (perpres), tergantung keputusan dari DPR. Djatmiko memperkirakan penyelesaian ratifikasi perjanjian dagang memakan waktu setahun sejak penandatanganan kesepakatan IEU-CEPA.
“Kita masih menunggu keputusan apakah akan melalui UU atau Perpres. Harapannya, proses ratifikasi ini bisa berjalan cepat agar implementasi perjanjian dapat segera dilakukan,” pungkasnya. (E-3)
Ia mengeklaim protokol khusus tersebut merupakan yang pertama kali dibentuk dalam perjanjian dagang Uni Eropa dengan negara mana pun.
dengan kesepakatan dagang Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA), tidak ada lagi hambatan ekspor sawit Indonesia ke pasar Eropa
Mengenai IEU-CEPA, kami yakin bahwa bulan September kami akan menyelesaikan semua dokumentasi.
IEU CEPA berpotensi menjadi bom waktu jika tidak disertai rencana kontingensi jika terjadi guncangan pasar atau ambruknya sektor rentan.
Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, memberikan apresiasi terhadap kemampuan diplomasi dan pendekatan Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden AS Donald Trump.
FCTC bukan instrumen hukum yang legal untuk dijadikan rujukan karena belum diratifikasi di Indonesia.
DPR RI menyetujui lima Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang ratifikasi perjanjian internasional bidang pertahanan.
Akses pelayanan kesehatan bagi perempuan juga masih menjadi pekerjaan rumah karena belum memenuhi perspektif gender sesuai konvensi CEDAW.
Laporan CEDAW diharap disosialisasikan secara detail kepada aparat penegak hukum dan pejabat peradilan agar penanganan kekerasan berbasis gender tidak terhambat.
"Sebenarnya (Indonesia) berhak membuang, Indonesia berhak mengusir menurut hukum internasional," aku Mahfud
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved