Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Pakar Kritisi Lelang Aset Asabri dan Jiwasraya

Abdillah M Marzuqi
15/6/2021 21:46
Pakar Kritisi Lelang Aset Asabri dan Jiwasraya
Ilustrasi(MI/ Susanto)

LELANG aset perkara Asabri-Jiwasraya yang dilakukan Kejaksaan Agung dikritisi sejumlah pengamat. Salah satunya dari peneliti dari Lokataru Foundation, Nurkholis Hidayat.

Menurut Nurkholis, Kejaksaan Agung melakukan lelang aset merujuk kepada Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang terbebani biaya pemeliharaan aset sitaan. 

Akibatnya, banyak keberatan yang diajukan ke Pengadilan Tipikor atas upaya paksa yang umumnya didasarkan pada ketidakhati-hatian penyidik dalam memisahkan aset mana saja yang terkait atau tidak terkait kasus yang disidik.

"Keberatan tersebut tidak saja berasal dari para tersangka, tetapi juga pihak ketiga lain (yang beritikad baik) yang terkena dampak penyitaan, seperti yang dialami pemilik rekening efek dan ribuan nasabah dan pemegang polis asuransi PT Asuransi Jiwa Wanaartha," kata Nurkholis, Selasa (15/6).

Kegagalan Kejagung melakukan verifikasi atas aset yang disita, sambungnya, akan berdampak sistemik para investor pasar modal dan konsumen bisnis asuransi. 

Di sisi lain, praktik penyitaan dan perampasan aset dalam kasus Jiwasraya yang dipenuhi oleh gugatan dari pihak ketiga juga telah membuka fakta adanya celah hukum berkaitan dengan dampak dan konsistensi putusan, serta hukum acara.

Fakta persidangan yang selama ini terungkap pun justru berkebalikan dengan dakwaan JPU. Bahkan berdasarkan keterangan saksi utama yang dihadirkan oleh JPU dalam kasus ini yaitu Heru Hidayat dan Joko Hartono Tirto, mereka memberikan  kesaksian bahwa tidak mengenal, tidak pernah berkomunikasi maupun bertemu dengan antar terdakwa, apalagi membuat kesepakatan untuk tidak memberi sanksi pada produk MI.

Nurkholis memberikan yurisprudensi kasus pasar modal serupa, yakni pada putusan kasasi Karen Agustiawan. Mahkamah Agung (MA) menyatakan bahwa kerugian karena penurunan nilai saham (impairment) bukanlah kerugian nyata

"MA memandang bahwa sifat dari kerugian ini bersifat temporer, yang dipengaruhi oleh fluktuatifnya nilai saham. Karena itu, kerugian ini dianggap sebagai kerugian yang tidak riil atau (unrealized loss). Jika setiap penurunan saham-saham perusahaan yang dibeli oleh perusahaan BUMN berkonsekuensi pada lahirnya perbuatan pidana, tentu para manager investasi akan berpikir seribu kali untuk bersedia mengelola investasi perusahaan BUMN di pasar modal Indonesia," ujarnya.  

Sementara, pakar hukum tata negara, Margarito Kamis menilai jaksa untuk taat pada UU dalam melakukan penyitaan dan mengembalikan seluruh aset Terdakwa yang melanggar Pasal 39 KUHAP. "Jaksa tidak punya pilihan lain selain tunduk sepenuhnya pada UU tersebut. Konsekuensinya jika lelang tetap dilakukan dan bila putusan ini inkrah, maka jaksa tidak punya pilihan lain selain harus kembalikan seluruh barang dan uang yang disita," tandasnya.

Ia menambahkan, jika penegakan hukumnya serampangan, maka akan menimbulkan maljustice pada para terpidana. "Jangan sampai para penegak Hukum yang telah melakukan abuse of power dalam kasus Jiwasraya dan Asabri ini," pungkasnya. 

Terpisah, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah mengungkapkan nilai sementara aset sitaan dalam penyidikan korupsi dan pencucian uang PT Asabri mencapai Rp14 triliun.

"Hari ini ada tambahan aset dari penyitaan saham PT TRAM milik Heru Hidayat. Jika ditotal nilanya kurang lebih Rp325 miliar berarti nilai aset sitaan sudah tembus Rp14 triliun," ujarnya. (OL-8)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya