KOMISARIS PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sekaligus pemilik PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadhi Pranoto Loe, mengajukan dirinya sebagai justice collaborator (JC) dalam kasus suap izin ekspor benih bening lobster (BBL) yang menyeret mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo.
Hal itu disampaikan penasihat hukum Siswadhi, Petrus Bala Pattyona, usai jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan surat dakwaan terhadap kliennya. Menurut Petrus, pengajuan JC dilakukan karena kliennya telah bersikap kooperatif.
"Terdakwa, kami tim penasihat hukum, dan saksi dari PT ACK dan PT PLI, sejak dilakukan penggeledahan pada 30 November, kami sudah menyatakan sikap untuk bekerja sama, kooperatif, dan menyerahkan data apa saja. Dan itu sudah kami lakukan sejak penyidikan dan berlanjut ke penuntutan," ujar Petrus di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/4).
"Para saksi dari PT ACK dan PLI termasuk barang bukti keuangan seketika kami serahkan ke KPK," sambungnya.
Pada kesempatan tersebut, Petrus langsung menyerahkan komitmen serta pernyataan tertulis maupun kronologis yang ditulis tangan langsung oleh Siswandi kepada majelis hakim yang diketuai Albertus Usada. Petrus mengklaim hal serupa juga telah dilakukan pada tahap P-21.
Sementara itu, Siswadhi yang mengikuti sidang secara virtual dari Gedung KPK menyatakan akan bersikap kooperatif dalam memberikan keterangan selama jalannya persidangan nanti.
Albertus mengatakan pihaknya menerima permohonan JC yang diajukan Siswadhi, Namun, lanjutnya, majelis hakim akan mempelajari dengan baik dan menghubungkan fakta yang terungkap di persidangan. Adapun permohonan itu akan diterima atau ditolak majelis hakim pada saat pembacaan vonis.
Baca juga : KPK Tidak Jerat Edhy Prabowo dengan TPPU
"Pada bagian akhir, majelis akan menentukan sikap atas permohonan tersebut," tandas Albertus.
Siswadhi menjadi satu dari empat terdakwa, disamping Edhy, yang menjalani sidang pembacaan dakwaan hari ini. Terdakwa lainnya adalah Andreau Misanta Pribadi selaku staf khusus Edhy sekaligus ketua tim uji tuntas (due diligence) perizinan usaha perikanan budidaya lobster, Safri selaku staf khusus Edhy sekaligus wakil ketua tim uji tuntas, Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy, serta Ainul Faqih selaku staf pribadi istri Edhy, Iis Rosita Dewi.
Dalam kasus ini, Siswadhi menempatkan Komisaris PT PLI, Yudi Surya Atmaja, sebagai nominee-nya (representasi) dalam struktur pengurusan dan kepemilkan saham PT ACK. Saham yang dimiliki Yudi dalam perusahaan tersebut sebesar 16,7 persen. Sedangkan sisanya dikuasai oleh nominee Edhy.
PT ACK sendiri menampung keuntungan dari uang yang disetor para eksportir BBL. Diketahui, biaya ekspor BBL dipatok seharga Rp1.800 per ekor. Perusahaan itu mendapat keuntungan Rp1.450 dari setiap ekor BBL yang diekspor, sedangkan PT PLI sebagai perusahaan yang mengurus selurh kegiatan ekspor BBL mendapat biaya operasional Rp350 per ekor.
Jaksa KPK, Ronald Ferdinand Worotikan, menyebut sejak PT ACK beroperasi selama Juni sampai November 2020, PT ACK memperoleh keuntungan bersih lebih dari Rp38 miliar. Dari angka tersebut, uang yang ditransfer ke Yudi selaku representasi Siswadhi mencapai Rp5,047 miliar. Sementara sisanya, Rp24,625 miliar masuk ke rekening representasi Edhy yang dikelola oleh Amiril.
Dalam surat dakwaan yang disusun jaksa KPK, Edhy menerima suap dari para eksportir BBL melalui Amiril, Andreau, Safri, Ainul, dan Siswadhi. Secara khusus, Edhy juga menerima suap sebesar US$77 ribu dari Suharjito, pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) yang menjadi perusahaan eksportir BBL.
Jaksa KPK mendakwa keenam terdakwa dengan dengan dakwaan alternatif Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 65 KUHP. (OL-7)