Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Komnas HAM dan Komnas Perempuan Dorong Revisi UU ITE

Cahya Mulyana
18/3/2021 11:25
Komnas HAM dan Komnas Perempuan Dorong Revisi UU ITE
Tim kajian UU ITE bertemu Komnas HAM dan Komnas Perempuan.(Dok Tim Kajian UU ITEĀ  )

TIM Kajian Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menyerap masukan dari Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) dan Komnas Perempuan, sebagai lembaga yang mendukung revisi regulasi itu.

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mencatat pengaduan kekerasan berbasis siber mengalami kenaikan hingga tiga kali lipat di 2020. Dari jumlah itu, UU ITE kerap kali digunakan dalam sejumlah kasus, seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kasus kekerasan seksual, dan kasus korban eksploitasi seksual.

Ia menilai, UU ITE diskriminatif terhadap perempuan. Dalam kasus korban eksploitasi seksual dan pembalasan melalui penyebarluasan materi bermuatan seksual, korban menjadi salah satu subjek, UU ITE dan UU Pornografi paling banyak digunakan.

"Sementara untuk kasus KDRT, ataupun kekerasan seksual lainnya, di mana korban menyampaikan pengalamannya ataupun kekesalannya melalui ruang siber, semua dipukul rata menggunakan UU ITE,” ujar Andy dalam Focus Grup Discusion (FGD) bersama TIM Kajian UU ITE yang berlangsung secara virtual, dalam keterangan resmi Kamis, (18/3).

Andy menambahkan, Komnas Perempuan menyoroti sejumlah pasal UU ITE yang bersifat sumir. Ketentuan ini dinilai tidak memuat kemudahan khusus bagi perempuan untuk mendapatkan kesetaraan dan keadilan, melainkan membuat perempuan menjadi pihak yang dikriminalkan melalui UU ITE.

“Pertama adalah tentang frasa-frasa di dalam sejumlah pasal dalam UU ITE bersifat sangat sumir. Misalnya pada pasal 27 ayat 1, dengan muatan yang melanggar (kesusilaan), ini sudah bolak balik dipermasalahkan,” jelas Andy.

Selain pasal 27 ayat 1, Andy juga menyorot sejumlah pasal lainnya, seperti pasal 27 ayat 3 terkait penghinaan atau pencemaran nama baik dan pasal yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi di pasal 29.

Baca juga: Anggota DPR Harap Masyarakat Bijak Terkait Mudik

Sedangkan, Komisioner Komnas HAM Sendrayati Moniaga menegaskan pihaknya mendukung revisi UU ITE. Itu demi melindungi hak kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Komnas HAM tengah menyusun standar norma dan pengaturan hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, yang bisa digunakan sebagai acuan dalam proses revisi UU ITE.

“Standar Norma dan Pengaturan (SNP) bisa menjadi pedoman bagi aparat negara untuk memastikan tidak ada kebijakan dan tindakan pembatasan dan atau pelanggaran terhadap hak dan kebebasan berpendapat dan berekspresi," kata dia.

Pedoman bagi individu dan kelompok bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tindakan pelanggaran hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi. Juga untuk bisa memastikan hak asasinya terlindungi, dan tidak melakukan tindakan diskriminatif.

Usai menerima masukan dari Komnas Perempuan dan Komnas HAM, Ketua Tim Kajian UU ITE Sugeng Purnomo mengakui tim mendapatkan masukan yang berbeda dalam FGD yang berlangsung sebelumnya. Komnas Perempuan dan Komnas HAM mengutarakan dorongan untuk dilakukannya revisi UU ITE.

“Ini menjadi satu masukan dalam perspektif yang berbeda dari hari-hari sebelumya. Kemarin kita bertemu dengan akademisi menyampaikan pandangan pandangannya," ujar Sugeng.

Terkait dengan substansi dari UU ITE maupun implementasinya, lanjut Sugeng, menjadi masukan yang sangat penting bagi masing masing tim dalam menyelesaikan tugasnya.

Sesuai dengan agenda, Tim Kajian UU ITE akan memasuki tahap akhir dari kegiatan FGD. Selanjutnya rencananya tim akan menghadirkan narsumber dari kementerian dan lembaga, dan juga narasumber dari DPR dan partai politik. (P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik