Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Saksi Pemohon dan KPU Belu Saling Bantah Soal KTP-E Pemilih

Indriyani Astuti
22/2/2021 19:50
Saksi Pemohon dan KPU Belu Saling Bantah Soal KTP-E Pemilih
Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta.(MI/SUSANTO)

KOMISI Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, membantah dugaan penambahan pemilih untuk pemenangan pasangan calon (paslon) nomor urut 2 Bupati dan Wakil Bupati Belu Taolin Agustinus – Aloysius Haleseren. 

Dalam persidangan permohonan sengketa perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHPKada) 2020 di Mahkamah Konstitusi (MK), saksi dari KPU Kabupaten Belu, saksi pemohon yakni paslon nomor urut 1 Bupati dan Wakil Bupati Belu Willybrodus Lay dan JT Ose Luan saling membantah keterangan mengenai pemilih tambahan di beberapa tempat pemungutan suara (TPS).

Willybrodus-Ose menghadirkan sejumlah saksi guna menguatkan dalil-dalil permohonan, dalam sidang yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman itu. Ada tiga orang saksi, di antaranya Yohanes Balawakarang selaku sekretaris tim pemenangan paslon nomor urut 1. Yohanes menyebut ada kejanggalan di TPS 02 Desa Nanaenoe di Kecamatan Nanaet Dubesi, Kabupaten Belu.

Menurut dia, adanya pemilih yang memiliki kartu tanda penduduk elektronik (KTP-E) di luar domisili TPS. Jumlahnya lebih dari 4.000 pemilih.

Lantas, panel hakim yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman meminta saksi pemohon menunjukkan daftar hadir. Tapi saksi menyampaikan daftar hadir tersebut tidak diberikan kepada pihak saksi pada tingkat kecamatan dan terjadi di 12 kecamatan se-Kabupaten Belu.

Yohanes juga mendalilkan bahwa telah terjadi mobilisasi pemilih dari Kupang yang terdiri dari mahasiswa sebanyak 514 orang yang dikumpulkan di Rumah Perubahan (Sekretariat Paslon 02) pada masa tenang.

“Hal tersebut telah dilaporkan kepada Bawaslu, namun laporan-laporan yang disampaikan tidak pernah diterima oleh Bawaslu dengan alasan kekurangan alat bukti sehingga akhirnya tidak dapat diregistrasi,” ujar Yohanes di depan majelis panel dengan Ketua Hakim Konstitusi Anwar Usman dan anggota Enny Nurbaningsih serta Wahiduddin Adams di ruang sidang pleno MK, Jakarta, Senin (22/2).

KPU Kabupaten Belu pun membantah dalil pemohon terkait adanya penambahan pemilih. KPU Belu menghadirkan panitia pengawas kecamatan di Atambua Barat Aurelia Abel sebagai saksi. Aurelia menyebutkan tidak ada pemilih yang menggunakan KTP-E di luar Kecamatan Atambua Barat.

“Tidak ada pemilih dengan nama itu, Yang Mulia. Tetapi pemilih dengan nama Sefrianus Sila ada dan dia menggunakan hak pilih di TPS 13 Kelurahan Umanen. Dia menggunakan KTP-E sesuai dengan nama dan domisili,” ujar Aurelia.

Aurelia pun membantah adanya pemilih lain yang menggunakan KTP-E di luar dari domisili dengan nama Maria Y Naet. Ia menegaskan pemilih tersebut juga memilih berdasarkan KTP-E sesuai dengan domisili. Begitu pula pemilih atas nama Yuven Taka yang didalilkan pemohon menggunakan KTP-E Rotendao. “Itu tidak benar. Karena Yuven memilih sesuai dengan domisili,” ucap Aurelia..

Dalam keterangannya Aurelia membenarkan bahwa penyelenggara tidak memberikan daftar hadir sebagaimana diungkapkan oleh saksi pemohon. Hal itu karena tidak ada selisih hasil suara dalam formulir C-KWK.

Dalam permohonannya, paslon nomor urut 1 Bupati dan Wakil Bupati Belu Willybrodus-Ose meminta MK membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Belu Nomor 224/PL.02.6-Kpt/5304/KPU-Kab/XII/2020 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Belu Tahun 2020, yang disahkan pada 16 Desember 2020.

Berdasarkan keputusan KPU, paslon nomor urut 1 tersebut mendapat perolehan suara sebanyak 50.376 suara, seedangkan a perolehan paslon nomor urut 2 Taolin Agustinus - Aloysius Haleseren sebanyak 50.623 suara. Padahal, menurut pemohon, suara yang seharusnya diperoleh paslon nomor Urut 2, yaitu sebanyak 50.197 suara atau 179 suara lebih sedikit ketimbang perolehan suara pemohon.

Pada saat yang sama, MK menggelar sidang panel lain yakni permohonan sengketa perselisihan hasil pilkada di Sumba Barat. Permohonan itu dimohonkan oleh pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Sumba Barat Nomor Urut 3 Agustinus Niga Dapawole dan Gregorius HBL Pandango.

Mereka mendalilkan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS 001 Desa Manu Kuku, Kecamatan Tana Righu membuka kotak suara dan menata surat suara di atas meja, kemudian memasukkannya kembali pada kotak suara tanpa dilakukan proses penghitungan. 

Saksi dari KPU Sumba Barat Erniyati Rius menjelaskan pada awal penghitungan ada kekeliruan antara jumlah surat suara dengan jumlah pemilih yang ada pada daftar hadir pemilih. Namun saat KPPS mempersiapkan dokumen lain saat proses penghitungan dilakukan, ditemukan jumlah suara dalam kotak suara sejumlah 204.

Ia menjelaskan surat suara dibagi menjadi 8 ikatan yang masing-masing ikatannya terdiri atas 25 kertas suara. “Jumlah dari 8 ikatan tersebut ada 203, tapi didaftar hadir ada 204, maka KPPS melakukan hitung ulang, akhirnya ditemukan ada 1 ikatan yang terdiri dari 26 kertas suara,” terang Erniyati yang hadir mengikuti persidangan secara daring. (P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya