Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Ada Pesan Khusus di Korupsi Ekspor Benih Lobster

Candra Yuri Nuralam
17/1/2021 10:58
Ada Pesan Khusus di Korupsi Ekspor Benih Lobster
Ilustrasi benih lobster(ANTARA FOTO/Wahdi S)

PELAKSANA tugas (Plt) juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri mengatakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster menggunakan pesan khusus saat berkongsi dalam melakukan pemufakatan jahat.

Informasi itu dikulik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari pemeriksaan manajer kapal PT Dua Putra Perkasa (DPP) Agus Kurniawanto.

"Didalami pengetahuannya terkait adanya dugaan komunikasi percakapan khusus antara saksi dengan pihak-pihak tertentu di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan teknis pengajuan perizinan ekspor benur di KKP," kata Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Sabtu (16/1).

Agus diperiksa Lembaga Antikorupsi sebagai saksi pada Jumat (15/1). KPK juga memeriksa staf PT DPP Adi Sutejo di hari yang sama.

"Adi Sutejo didalami pengetahuannya mengenai teknis pengajuan perizinan oleh PT DPP sebagai eksportir benur di daerah," ujar Ali.

Dalam kasus ini, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya. Sebanyak enam tersangka diduga menerima suap. Mereka adalah Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misanta, pengurus PT ACK Siswadi, istri Staf Menteri KP Ainul Faqih, Amiril Mukminin serta Edhy Prabowo.

Baca juga: KPK Panggil Bupati Kaur Terkait Suap Izin Ekspor Benih Lobster

Seorang tersangka diduga sebagai pemberi, yakni Direktur PT DPP Suharjito.

Edhy diduga menerima Rp3,4 miliar dan US$100ribu dalam korupsi tersebut. Sebagian uang digunakan Edhy Prabowo untuk berbelanja bersama istri, Andreau dan Safri ke Honolulu, Hawaii.

Diduga, ada monopoli yang dilakukan KKP dalam kasus ini. Sebab ekspor benih lobster hanya bisa dilakukan melalui PT ACK dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor.

Penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya