Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
PEMERINTAH melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperkuat implementasi kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) dengan menyasar wilayah pengelolaan perikanan (WPPNRI) strategis di Indonesia timur. Dalam Pertemuan Tahunan Unit Pengelola Perikanan (UPP) WPPNRI 713, 714, dan 715 yang digelar di Gedung Iptek Universitas Hasanuddin (Unhas), sejumlah keputusan penting dibahas, termasuk pembagian kuota tuna per provinsi, pembaruan rencana kerja tahunan, hingga sistem jeda tangkap.
Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan KKP, Syahril Abdul Raup, menyampaikan bahwa Lembaga Pengelola Perikanan (LPP) WPPNRI kini menjadi forum utama koordinasi pengelolaan perikanan lintas sektor, baik pusat maupun daerah. LPP tidak hanya menjalankan Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP), tetapi juga bertugas memberi rekomendasi berbasis sains terhadap kebijakan kuota dan keberlanjutan.
“Penangkapan Ikan Terukur membutuhkan implementasi sinergis di tiap WPP. Kuota harus diputuskan berdasarkan data dan kondisi lapangan,” ujar Syahril.
Salah satu fokus utama pertemuan tahun ini adalah pembagian kuota sumber daya ikan, khususnya tuna, di wilayah WPPNRI 713, 714, dan 715 yang mencakup tujuh provinsi termasuk Sulawesi Selatan, NTB, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.
“LPP adalah jembatan antara kebijakan pusat dan realitas daerah. Ini kunci agar kebijakan PIT benar-benar dijalankan di lapangan, bukan sekadar wacana,” ujar Syahril.
KUOTA TANGKAP TUNA
Pada forum ini, salah satu poin utama adalah menetapkan kuota tangkap tuna untuk masing-masing provinsi di wilayah WPP 713 hingga 715. Data dan pendekatan ilmiah menjadi dasar penyusunan kuota tersebut. Dirjen Perikanan Tangkap, Komjen (Purn) Lotharia Latif, menekankan pentingnya pendataan hasil tangkapan sebagai fondasi kebijakan berkelanjutan.
“Tanpa data, kita hanya menebak. Kuota harus dihitung agar stok ikan tidak habis, agar ada yang diwariskan ke anak cucu,” ujar Latif saat membuka kegiatan tersebut, Rabu (16/7).
Ia juga mengkritisi praktik penangkapan berlebihan yang masih terjadi di sejumlah wilayah. Menurutnya, Indonesia belum memiliki waktu jeda tangkap resmi, berbeda dengan negara lain yang menerapkan moratorium tahunan 2–3 bulan. “Ikan perlu waktu untuk kawin dan bertelur. Kita harus memberi ruang itu, bukan menangkap 1x25 jam seperti sekarang,” lanjutnya di sela-sela kegiatan.
Sehingga Latif juga menyinggung praktik penangkapan yang harus beradab dan tidak merusak habitat, termasuk kemungkinan diterapkannya sistem jeda tangkap, agar ikan memiliki waktu untuk berkembang biak. “Negara lain menerapkan moratorium dua sampai tiga bulan. Kita harus berani mengambil langkah serupa,” ulangnya.
Pertemuan ini juga menandai konsolidasi berbagai pihak, mulai dari KKP, pemerintah daerah, akademisi, hingga asosiasi nelayan dan pelaku usaha, untuk memastikan bahwa sumber daya laut Indonesia dikelola secara terencana dan adil.
Latif berharap, agar seluruh pihak terus menjaga kesinambungan agenda ini, dan tidak menjadikannya sebagai rutinitas tahunan tanpa output. “Harus ada kalender kerja, evaluasi, dan tolok ukur. Semua yang kita lakukan harus berdampak. Kalau tidak, kita hanya bicara tanpa hasil,” pungkasnya.
Sebagai tuan rumah, Rektor Universitas Hasanuddin, Prof. Jamaluddin Jompa, dalam sambutannya menyatakan kesiapan Unhas untuk berkontribusi aktif mendukung kebijakan nasional, khususnya dalam implementasi PIT di WPP 713. “Unhas siap menyokong penguatan pengelolaan sumber daya laut Indonesia. Kita mulai dari WPPNRI 713 sebagai showcase,” sebutnya.
Prof. Jamaluddin Jompa juga punya harapan yang sama, pertemuan seperti ini tidak berhenti pada rekomendasi teknis, tapi harus berlanjut pada aksi nyata yang terukur. “Jangan hanya berhenti di rekomendasi. Harus ada aksi, ada deklarasi bersama. Unhas siap menjadi pusat komitmen untuk pengelolaan laut yang luar biasa ini,” tegasnya.
1 JUTA TON PER TAHUN
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel, M. Ilyas, memaparkan bahwa WPP 713 bukan hanya milik Sulsel, tapi juga mencakup tujuh provinsi lainnya. Dari total potensi tangkapan satu juta ton per tahun, Sulsel sudah menyumbang sekitar 511 ribu ton.
Selain tuna, Sulsel juga mulai memberi perhatian pada komoditas lain seperti gurita dan ikan karang, yang kini mulai meningkat permintaannya di pasar ekspor. Sistem buka-tutup penangkapan pun mulai diuji coba di wilayah Pulau Langkai dan sekitarnya. “Sistem buka-tutup ini penting untuk menjaga keberlanjutan. Kita dorong agar diterapkan juga untuk komoditas seperti gurita, kerapu, dan ikan pelagis lain,” tukas Ilyas. (H-1)
Lina Herlina
Pemerintah melalui KKP memperkuat implementasi kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) dengan menyasar wilayah pengelolaan perikanan (WPPNRI) strategis di Indonesia timur.
PT Danareksa (Persero) atau Holding BUMN Danareksa menjalin kemitraan strategis dengan Direktorat Jenderal Penataan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menerbitkan menerbitkan Permen KP Nomor 6 Tahun 2025 tentang Standar Bahan Baku Pengolahan Ikan.
Yang perlu dilakukan dan direalisasikan ke depan adalah memungut PNBP untuk kapal-kapal izin daerah dgn besaran kapal 5GT sd 30GT yang melaut sampai dengan 12 mil.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bangun Kawasan Sentra Industri Garam Nasional (K-SIGN) di Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved