Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
MASYARAKAT sipil mendorong agar pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum oleh Komisi II DPR dibahas pada tahap akhir.
Peneliti Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Heroik Pratama menjelaskan, ketika membahas desain sistem pemilu, tiap fraksi di DPR memiliki preferensi tersendiri. Hal itu membuat pembahasan revisi UU Pemilu cukup lama. Sebaliknya, putusan MK, isu mengenai penegakan hukum pemilu, penggunaan teknologi informasi, dan tahapan penyelenggaraan bisa lebih dikedepankan atau dibahas terlebih dahulu.
“Undang-Undang Pemilu menjadi salah satu yang paling sering diajukan judicial review (uji materi) ke MK. Oleh karena itu, pembuat UU sebaiknya menginventarisasi beberapa putusan MK yang perlu diadopsi dalam revisi terlebih dahulu,” ujar Heroik dalam catatan awal tahun Perludem mengenai pelaksanaan demokrasi di Indonesia, yang digelar secara daring, kemarin.
Menurutnya, hal itu perlu dilakukan agar pembahasan RUU Pemilu tidak berlarutlarut. Denan berkaca pada saat pembahasan revisi UU Pemilu pada 2017, yang diundangkan pemerintah dan DPR pada 16 Agustus 2017, masyarakat sipil menilai waktu antara pengesahan UU Pemilu dan tahapan awal pemilu serentak 2019 terlalu mepet. Padahal persiapan pemilu serentak 2019 sudah harus dilakukan 20 bulan sebelum hari pemungutan suara yang digelar 17 April 2019.
“Sehingga Komisi Pemilihan Umum (KPU) langsung menyelenggarakan tahapan awal pemilu serentak pascapengesahan UU Pemilu,” imbuh Heroik.
Selain itu, penggunaan aplikasi sistem informasi rekapitulasi elektronik (Sirekap) oleh KPU dianggap belum efektif. Peneliti Perludem Amalia Salabi mengatakan performa Sirekap sebagai alat bantu publikasi dan data pembanding pada hari perhitungan suara kurang tepat.
Hingga hari ke-13 perhitungan suara selesai dilakukan, masih ada lima dari sembilan daerah yang menyelenggarakan pemilihan gubernur belum memasukkan data 100% di laman www.pilkada2020.kpu. go.id. “Lima provinsi tersebut yaitu Bengkulu, Kepulauan Riau, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Tengah,” ujar Amalia. (P-1)
DPR juga mengundang pegiat Pemilu untuk menerima masukan terkait dampak dari putusan MK terhadap pelaksanaan Pemilu ke depan.
DPR masih melakukan penelaahan, sehingga belum bisa menyampaikan sikap resmi menyikapi putusan MK tersebut.
SEORANG mahasiswi berusia 19 tahun korban kekerasan seksual di Karawang, Jawa Barat, dipaksa menikah dengan pelaku yang juga adalah pamannya sendiri.
Amendemen UUD dinilai jalan untuk melakukan penataan sistem pemilu serat pemerintahan secara komprehensif dan konstitusional.
TIM Pengawas (Timwas) Haji DPR RI mendukung proses hukum apabila ditemukan unsur pidana pada penyelenggaraan ibadah haji 1445H/2024M.
Angka kematian jemaah haji Indonesia disorot Saudi. Timwas DPR minta seleksi kesehatan diperketat demi keselamatan jemaah, khususnya lansia berpenyakit.
Supremasi sipil dalam UU TNI belum sepenuhnya mencerminkan prinsip-prinsip demokrasi, khususnya dalam situasi jika terjadi kekosongan jabatan Presiden dan Wakil Presiden.
Empat orang mantan komisioner DKPP memohon supaya DKPP dipisahkan dari Kementerian Dalam Negeri dan nomenklaturnya diubah.
MAHKAMAH Konstitusi (MK) dijadwalkan menggelar sidang perdana atas uji materi Undang-Undang Nomor 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) siang ini, Jumat (25/4).
Ke-29 musisi dalam permohonan ini meminta agar Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta dinyatakan inkonstitusional dan tidak berkekuatan hukum.
Ketentuan Pasal 18 ayat (1) UU MK tersebut tidak menentukan secara jelas mengenai jumlah komposisi hakim konstitusi perempuan dan laki-laki.
Banyaknya angka nol yang terdapat dalam mata uang rupiah oleh Pemohon dinilai sebagai hal yang tidak efisien.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved