Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Korban Selamat Sigi Enggan Kembali

M Taufan SP Bustan
04/12/2020 03:05
Korban Selamat Sigi Enggan Kembali
Sejumlah warga berada di rumah duka korban penyerangan kelompok terduga teroris di Desa Lemban Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi.(ANTARA FOTO/Faldi/Mohamad Hamzah)

SEJUMLAH korban serangan kelompok teroris yang diduga anggota Mujahidin Indonesia Timur (MIT) tidak mau kembali lagi ke lokasi permukiman transmigrasi di Dusun Lewano, Desa Lembantongoa, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Mereka merasa terancam.

“Saya tidak mau kembali ke situ, meski pemerintah membangun rumah saya yang ludes diduga dibakar kelompok MIT,” kata Astri Kandi, seorang anggota keluarga korban serangan teroris, kemarin.

Astri berharap pemerintah membangunkan rumah, tetapi tidak lagi di lokasi transmigrasi tersebut. Bukan hanya dia, warga lainnya juga enggan kembali karena trauma berat atas peristiwa berdarah yang menelan korban jiwa empat orang, semuanya laki-laki.

Astri selain kehilangan tempat tinggal, juga orangtua dan suami. “Mereka menjadi korban dalam serangan teroris yang kini tengah diburu pasukan gabungan TNI/Polri,” ujarnya.

Lokasi transmigrasi Dusun Lewono berada jauh dari lokasi transmigrasi (SP-1) Dusun Tokelemo, Desa Lembantongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi. Lokasi itu, kata dia, berada di puncak gunung dan merupakan area transmigrasi lokal.

“Kalau transmigrasi Dusun Tokelemo adalah transmigrasi umum dari Jawa,” terang Astri.

Demi menangkap para terduga teroris di Sigi, TNI telah menerjunkan sebanyak 30 personel pasukan khusus dari TNI-AD dan marinir TNI-AL untuk bergabung dengan Satgas Tinombala. Kepolisian juga memperkuat personel mereka.

Pemerintah desa dan masyarakat Desa Lembantongoa sangat berharap TNI/Polri dalam jangka waktu tidak terlalu lama bisa menangkap semua teroris MIT yang berada di bawah pimpinan Ali Kalora tersebut. Aparat menyebut anggota mereka tinggal 11 orang.

Namun, Direktur Celebes Institute Adriyani menilai operasi keamanan yang sudah berlangsung sejak 2015 tidak memberi jaminan menghentikan teror dan kekerasan yang memakan korban jiwa warga sipil.

“Operasi keamanan tanpa melihat aspek lainnya secara komprehensif, penerapan operasi keamanan ibarat ‘pemadam kebakaran’,” ungkapnya.

Menurut Adriyani yang tidak kalah penting ialah menghentikan embrio lahirnya kaderkader yang meneruskan pemahaman radikalisme berbasis agama dan tindakan ekstremisme. (Ant/TB/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya