Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
BADAN Pengawas Pemilu (Bawaslu) mempertanyakan landasan hukum pemantau yang diizinkan mewakili kotak kosong pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.
Dalam hal ini, terkait tempat pemungutan suara (TPS) yang hanya memiliki pasangan calon (paslon) tunggal. Menurut Bawaslu, aturan teranyar Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Wakil Gubenur, Bupati, Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
"Ada ketentuan mengenai dibolehkannya pemantau berada di lingkungan TPS. Namun, ketentuan Pasal 28 UU Pilkada tidak memperbolehkan pemantau berada di area TPS. Kalau kemudian diperbolehkan, dasar ketentuannya apa?" pungkas Tenaga Ahli Bawaslu Sulastio dalam sosialisasi secara virtual, Rabu (2/12).
Baca juga: Pilkada 2020, Momen Tingkatkan Peran Perempuan dalam Politik
Komisioner KPU I Dewa Raka Sandi menjelaskan pihaknya mengatur ketentuan pemantau masuk ke TPS sebagai tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 100/PUU-XIII/2015. Keputusan itu memberikan legalitas dan ruang bagi calon tunggal untuk maju sebagai peserta pilkada.
Alhasil, KPU memperbaiki aturan dan mengakomodasi pemantau untuk mewakili kotak kosong. Dalam hal ini, kotak kosong akan melawan paslon tunggal ketika hari pemungutan suara di TPS. KPU juga membatasi kehadiran jumlah pemantau di TPS, yakni hanya satu orang.
"Kami beberapa waktu lalu melakukan rapat koordinasi dengan seluruh daerah, KPU kabupaten/kota. Mereka sudah melaporkan jumlah pemantau di masing-masing daerah," terang Raka.
Baca juga: Kreativitas Kampanye Peserta Pilkada Dinilai Masih Minim
Dengan pemantau diperkenankan hadir di TPS, mereka mempunyai kedudukan hukum dalam proses sengketa perselisihan hasil pemilihan di MK.
Adapun, Direktur Eksekutif Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati menyebut dari putusan MK diketahui pemantau terakreditasi bisa memiliki legal standing (kedudukan hukum) di MK, ketika ada perselisihan hasil pemilihan umum.
Sehingga, aturan KPU yang memperbolehkan pemantau berada di TPS tidak melanggar perundang-undangan. "Boleh, karena sudah ada putusan MK. Sifat putusan MK bisa berlaku walaupun tidak diatur di UU Pilkada," ujar Khoirunnisa.(OL-11)
Abdul menjelaskan, penyidik belum menahan tersangka karena pemeriksaan akan dilanjutkan.
Permohonan ini diajukan terhadap Keputusan Termohon tertanggal 16 Desember 2020 pukul 22.24 WIB sehingga permohonan ini telah melampaui tenggang waktu yang ditentukan
"Memang tidak mudah melacaknya (kewarganegaraan Orient) terlebih yang bersangkutan (Orient) telah memiliki KTP resmi."
PENYELENGGARAAN pilkada serentak 2020 di tengah pandemi covid-19 telah terwujud.
KOMISIONER KPU Evi Novida Ginting mengatakan akan menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Nias Selatan
Pengadu mendalilkan teradu tidak profesional dan tidak berkepastian hukum dengan menerbitkan surat tentang penjelasan Pasal 102 dan menerima pendaftaran salah satu paslon bupati
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved