Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Rencana Revisi UU Otsus Papua belum Sentuh Akar Persoalan

Cahya Mulyana
22/11/2020 19:05
Rencana Revisi UU Otsus Papua belum Sentuh Akar Persoalan
Anggota DPD RI asal Daerah Pemilihan Provinsi Papua Yorrys Raweyai(MI/ROMMY PUJIANTO)

WACANA revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua terus mengemuka dengan fokus terkait anggaran sesuai pasal 34, 76 dan 77. Ketiga pasal secara khusus menyoroti tentang keberlanjutan anggaran 2% dari total Dana Alokasi Umum Nasional.

Namun, anggota DPD RI asal Daerah Pemilihan Provinsi Papua Yorrys Raweyai mengatakan pemerintah mesti fokus pada implementasi dan efektivitas kebijakan otsus tersebut.

"Konstelasi tatanan kehidupan sosial, politik dan kemasyarakatan di Tanah Papua bukan sekadar mengacu atau mengakomodasi ketiga pasal tersebut. Tapi, lebih utama adalah sejauh mana efektivitas implementasi yang memberi dampak signifikan bagi kehidupan masyarakat Papua yang terabaikan selama pemberlakuan otsus," papar anggota DPD RI asal Daerah Pemilihan Provinsi Papua Yorrys Raweyai dalam keterangan resmi, Minggu (22/11).

Menurut Yorrys, perubahan terbatas terkait ketiga pasal tersebut memiliki nuansa pragmatis-akomodatif, demi memberi payung hukum bagi keberlanjutan anggaran otsus. Selain itu, perihal pemekeran dan kewenangan perubahan undang-undang ditujukan untuk memberi rentang kendali evaluasi bagi pemerintah pusat sebagai wujud kepedulian nasional.

Perubahan tiga pasal dalam UU itu tidak sepenuhnya dianggap sebagai solusi. Pasalnya akar persoalan di Papua menyangkut keadilan, kesejahteraan, dan kemanusiaan yang masih terabaikan. Beberapa bulan terakhir, seiring aksi kekerasan yang meningkat, manuver keamanan pun semakin mendominasi kebijakan di Papua.

"Dikhawatirkan, perubahan UU tersebut hanya semakin menambah otoritas pemerintah pusat untuk mendikte paradigma masa depan Papua yang justru selama ini lebih banyak berseberangan," kata Yorrys.

Yorrys mengatakan sepanjang pemberlakuan otsus, terdapat kecenderungan dana yang dimaksud seringkali tidak tersalurkan sesuai dengan peruntukannya. Desain pembangunan juga tidak berjalan sesuai dengan visi dan misi tentang bagaimana penataan yang baik di Papua.

Kemudian, dia menjelaskan penanganan persoalan di Papua membutuhkan fasilitator yang mampu mengedepankan pencarian solusi bersama. Diperlukan wadah konstitusional yang mampu menjadi mediator, menengahi kebuntuan komunikasi antardua kutub, dipercaya sebagai penengah untuk mempertemukan perbedaan, mengurai benang kusut perselisihan, hingga menjahit kembali harapan-harapan tentang masa depan.

"Apapun bentuk dan model dialog yang disajikan setidaknya mampu merubah paradigma eksklusif dan sepihak yang selama ini menjadi tontonan. Dengan dukungan fasilitator, maka dialog yang dimaksud lebih memiliki tujuan dan lebih menjamin hasil dan kesepakatan untuk dipengang bersama," pungkas Yorrys. (P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya