Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Napoleon Sebut Ada Jatah untuk Petinggi

Cahya Mulyana
03/11/2020 04:08
Napoleon Sebut Ada Jatah untuk Petinggi
Terdakwa kasus dugaan suap penghapusan red notice Joko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte, menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor(ANTARA/SIGID KURNIAWAN)

TERDAKWA suap penghapusan red notice terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Joko S Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte sempat menolak US$50 ribu. Ia meminta jumlah lebih besar dengan alasan hendak dibagi dengan pejabat yang menempatkannya sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri.

Hal tersebut diungkapkan jaksa penuntut umum Zulkipli dalam sidang dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, kemarin.

“Terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte, Msi tidak mau menerima uang dengan nominal tersebut (US$50 ribu) dengan mengatakan ‘Ini apaan, nih, segini? Enggak mau, saya. Naik, Ji, jadi tujuh (Rp7 miliar), Ji, soalnya kan buat depan juga, bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau’, dan berkata ‘petinggi kita ini’,” terang jaksa.

Menurut pengakuan Napoleon itu, teman Joko Tjandra, pengusaha Tommy Sumardi, membawa US$50 ribu untuk menghapus nama Joko Tjandra dari red notice yang dicatatkan di Direktrorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Saat itu Tommy didampingi Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo yang sebelumnya sudah menerima US$50 ribu.

Tommy merupakan kolega Joko Tjandra dan diminta menanyakan status Interpol red notice atas nama Joko di NCB Interpol Indonesia pada Divisi Hubungan Internasional Polri. Tommy meminta bantuan Prasetijo dan mengenalkan kepada Napoleon.

Napoleon mengaku bisa menghilangkan nama Joko dari red notice dengan mahar Rp3 miliar. “Red notice Joko Tjandra bisa dibuka karena Lyon (Prancis) yang buka. Saya bisa buka asal ada uangnye,” ujar Napoleon seperti dituturkan Zulkipli.

Tommy kemudian meminta Joko Tjandra mengirim US$100 ribu untuk diserahkan ke Napoleon dan Prasetijo. Prasetijo menemani Tommy untuk menghadap Napoleon dalam rangka penyerahan uang tersebut.

Namun, sebelum ke ruang Napoleon, Prasetijo meminta uang dibagi dua dengannya sehingga Napoleon hanya mendapat US$50 ribu dan meminta tambahan. Joko Tjandra melalui Tommy memenuhi permintaan Napoleon secara bertahap hingga jumlah seluruhnya mencapai S$200 ribu dan US$270 atau sekitar Rp6,1 miliar.

Setelah menerima uang tersebut, Napoleon memerintahkan anak buahnya, Kombes Pol Tommy Aria Dwianto, untuk membuat surat yang ditandatangani atas nama Kadivhubinter Polri Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Nugroho Slamet Wibowo untuk Ditjen Imigrasi Kemenkum dan HAM yang berisi penghapusan Interpol red notice. Joko Tjandra memanfaatkan penghapusan red notice atas dirinya untuk masuk wilayah Indonesia dan mengajukan PK pada Juni 2020 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Saksi pelaku

Jaksa juga mendakwa Prasetijo mendapat US$150 ribu dari Joko Tjandra. Bila dikonversi ke rupiah, Prasetijo mendapatkan sekitar Rp2,2 miliar sehingga bersama Napoleon total suap mencapai sekitar Rp8,3 miliar untuk membantu pelarian Joko Tjandra.

Dalam perkara tersebut Tommy Sumardi mengajukan diri sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum (justice collaborator).

“Karena seluruh dakwaan berdasarkan hasil pengakuan dari klien kami, Kalau klien kami tidak memberikan keterangan seperti itu, tidak ada

perkara ini. Kami nilai terdakwa berhak mendapatkan status itu,” tutur penasihat hukum Tommy, Dian Pongkor, seusai sidang. (Ant/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya