Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
KOMISIONER Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ratna Dewi Pettalolo mengatakan masih terdapat kekosongan hukum terkait penindakan ujaran kebencian dan politisasi Suku, Agama, Ras, Antargolongan (SARA) dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).
Disampaikannya, modus yang dilakukan pihak di luar peserta pilkada, belum mampu dijangkau oleh Undang-Undang No 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
"Politisasi SARA, kita hanya bisa menjangkau apabila perbuatan itu di masa kampanye saja. Padahal bisa terjadi saat minggu tenang, rekapitulasi, dan sebagainya. Perbuatan di luar tahapan kampanye menjadi sulit ditindaklanjuti," papar Dewi dalam diskusi bertajuk "Pilkada tanpa Ujaran Kebencian dan Isu Agama Lebih Oke" di Jakarta, Kamis (12/8).
Baca juga: Bawaslu Waspadai Politisasi SARA dalam Pilkada 2020
Menurut Dewi, tidak diubahnya aturan politisasi SARA dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, juga membuat Bawaslu kesulitan terutama dalam pembuktian politisasi SARA.
Ia mencontohkan, pada pemilu 2019, hanya ada empat kasus yang bisa sampai pada putusan pada pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht) dari sejumlah temuan yang diproses. Itu karena batasan waktu penanganan politisasi SARA yang singkat hanya 7 hari kerja setelah adanya dugaan. Pada Pilkada 2020, ujarnya, akan lebih sulit.
"Waktu penanganan pelanggaran di Perppu hanya 3 hari setelah laporan dugaan pelanggaran plus 2 hari kalender, tentu akan jadi tantangan bagi Bawaslu apalagi pilkada dilaksanakan di tengah pandemi covid-19. Ketika membuktikan penanganan pelanggaran pun, kami harus meminta pendapat ahli dalam menterjemahankan," paparnya.
Oleh karena itu, imbuh Dewi, Bawaslu mendorong sistem penegakan hukum yang lebih komprehensif melibatkan kepolisian dan kejaksaan.
Selain itu, menurutnya diperlukan juga lembaga di luar Bawaslu dalam mengedukasi, mensosialisasi, dan mengajak masyarakat agar pilkada bebas dari politisasi SARA dan ujaran kebencian
"Lembaga di luar Bawaslu perlu memberikan pendidikan politik tanpa politisasi SARA tentu peran parpol akan sangat berpengaruh mewujudkan pilkada yang santun," ucapnya.
Ia menjabarkan ada beberapa modus politisasi SARA antara lain pidato politik yang mengarah pada politik indentitas, ceramah provokatif di tempat ibadah, spanduk berkonten SARA, atau penyebaran ujaran kebencian di akun-akun media sosial.
Dewi menuturkan Indonesia punya pengalaman maraknya isu SARA pada pemilihan Gubernur DKI 2017 dan pemilu 2019. Oleh karena itu, Bawaslu perlu melibatkan tokoh kelompok lintas agama dalam mengampanyekan politik bebas SARA.
Ia mengingatkan, Pilkada 2020 dilangsungkan di tengah pandemi covid-19. Para calon akan lebih banyak berkampanye melalui media sosial dan potensi penggunaan politisasi SARA diperkirakan akan lebih banyak.
Pada kesempatan yang sama, Pengurus Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan Budiman Sujatmiko mengatakan penggunaan informasi dan teknologi, salah satunya media sosial sebagai media kampanye sudah mulai masif.
Meski demikian, ia mengakui ada sumber-sumber pendidikan, sosialisasi, dan kampanye politik yang tidak bisa dikontrol oleh partai politik yakni di media sosial.
Menurutnya, hal itu menjadi masalah karena media sosial bisa digunakan oleh banyak orang, tetapi ketika ada politisasi SARA, kerap kali tidak ada pertanggung jawaban secara sosial oleh pelakunya.
"Selalu ada saja pendukung simpatisan, yang masif untuk memainkan isu itu dan membanjiri percakapan di media sosial dan dapat mempengaruhi polihan politik tanpa pertanggungjawaban sosial," tukasnya.
Koordinator Lingkar Madani, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat yang beraktivitas memantau pemilu, Ray Rangkuti menuturkan efek dari politik identitas tidak kalah mengerikan dari politik dinasti dan politik uang.
Hal ini yang perlu diwaspadai pada pilkada 2020. Politik uang, bisa terjadi secara masif tapi situasinya besifat sementara, dan berakhir dalam waktu tertentu.
Selain itu, skalanya bersifat lokal sehingga efeknya tidak melebar ke wilayah lain yang tidak melangsungkan pilkada.
"Sebaliknya politik identitas, terjadi di satu tempat tapi meluas efeknya ke seluruh Indonesia. Pilkada Gubernur DKI misalnya membuat masyarakat di luar DKI turut mencurahkan emosi dan tidak selesai setelah ajang kontestasi tersebut selesai," tukasnya. (OL-1)
Abdul menjelaskan, penyidik belum menahan tersangka karena pemeriksaan akan dilanjutkan.
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Yalimo, Papua sebagai penyelenggara pemilu dituding telah melakukan pelanggaran etik.
PAGUYUBAN Nusantara Yalimo Bangkit meminta MK untuk tidak mematikan suara rakyat Yalimo, dengan putusan yang semestinya
DEWAN Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberhentikan dua anggota KPU Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT) dari jabatannya.
Pilkada Serentak 2020 di 270 daerah tercatat sukses, meski dalam kondisi pandemi COVID-19. Pengalaman itu menjadi rujukan untuk penyelenggaraan berbasis manajemen risiko Pemilu 2024.
Ppartai politik juga harus ambil bagian dalam mendinginkan suasana dan mengajak pendukungnya untuk bisa menerima putusan MK.
Untuk diketahui, saat ini, Pilkada 2024, sudah memasuki tahapan tanggapan masyarakat. Setelah KPU mengumumkan para bakal pasangan calon memenuhi syarat administrasi.
KETUA Umum DPP Partai Golkar Bahlil Lahadalia disoroti setelah menyinggung sosok "Raja Jawa" saat berpidato di Munas Golkar beberapa waktu lalu.
BEBERAPA waktu lalu para musisi turut merespons dengan situasi yang terjadi di Indonesia. Hal itu berkaitan dengan tuntutan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang UU Pilkada dan revisi PKPU
ormas dilarang memasang spanduk, baliho, banner dan sejenisnya yang menimbulkan potensi konflik sosial
TIGA orang pembuat konten film pendek berjudul Guru Tugas yang diduga mengandung sara dan asusila, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.
SUBDIT Siber Polda Jatim mengamankan tiga orang konten kreator film pendek berjudul "Guru Tugas" karena diduga bermuatan asusila dan sara.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved