Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Buka Akses Jejak Kandidat Seluasnya

Indriyani Astuti
27/7/2020 05:55
Buka Akses Jejak Kandidat Seluasnya
Direktur Ekselutif Perludem, Titi Anggraini(MI/Susanto)

PILKADA 2020 sebentar lagi akan di gelar. Partai politik mulai menjaring calon kepala daerah yang akan mewakili keberadaan partai politik mereka.

Selain para petahana, ada juga anak atau keluarga pejabat serta elit politik yang maju mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

Media Indonesia mencoba mewawancarai Direktur Ekselutif Perludem, Titi Anggraini mengenai fonemena tersebut. Berikut petikan wawancaranya:


ANAK-ANAK atau keluarga pejabat dan elite politik mencalonkan diri sebagai kepala daerah pada Pilkada 2020, apakah sah-sah saja?

Dalam iklim demokrasi kita hari ini sistem pilkada memang tidak ada ketentuan formal yang membatasi kerabat pejabat publik atau elite politik maju dalam pemilu atau pilkada. Masalahnya adalah ketika ada kerabat pejabat yang maju di pilkada, ada diskursus kemudian kontroversi yang mengikutinya. Sebagian besar dari mereka bukan yang sudah memulai karier di parpol sejak lama, melainkan hadir di panggung politik ketika orangtua atau kerabat mereka berkuasa.


Apakah itu praktik dinasti politik?

Salah satu parameter apakah pencalonan itu merupakan bagian dari dinasti politik atau bukan (ialah) kalau para calon melalui proses kehadiran yang tiba-tiba dan mendapatkan tiket pencalonan tanpa melalui proses adaptasi politik di partai. Itu yang menjadi tendensi bahwa mereka ingin melanggengkan dinasti politik mereka.


Implikasinya bagaimana?

Kalau kondisi ini dibiarkan, pertarungan untuk mencapai tata kelola pemerintahan yang berorientasi pada pelayanan publik dan pemenuhan kebutuhan orang banyak, bisa berbalik menjadi sekadar alat untuk melanggengkan kekuasaan bagi segelintir orang.


Apakah politik dinasti selalu berorientasi dengan pemerintahan korup?

Tidak serta-merta politik dinasti itu korup. Kita tidak bisa menyamaratakan. Tapi ada kecenderungan politik dinasti yang tidak diikuti proses kaderisasi akan cenderung melahirkan kepemimpinan yang korup. Atau, kalaupun tidak korup, mereka melaksanakan kepemimpin an yang tidak menunjukkan prestasi dan kompetensi.


Bagaimana agar masyarakat bisa memilih calon yang berbobot?

KPU harus membuka akses seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengetahui kandidat serta visi-misi dan program yang dibawa. Kebanyakan masyarakat tidak punya informasi yang memadai tentang rekam jejak program dan gagasan yang ditawarkan kandidat sehingga yang dipilih sekadar yang ada di depan mata atau yang populer. (Ind/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya