Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
PUTUSAN Mahkamah Agung (MA) terkait Peraturan KPU (PKPU) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih dianggap berpotensi menimbulkan konflik baru dalam sistem penegakan hukum pemilu di Indonesia.
Koordinator Harian Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana mengatakan putusan MA berkaitan dengan uji materil PKPU tidak kali pertama terjadi.
"Hal ini dapat berdampak pada terbukanya ruang untuk permasalahan penegakan hukum kepemiluan di Indonesia," ujarnya di Jakarta, Rabu (8/7).
Putusan MA yang tidak mengindahkan putusan MK, akta dia, hampir sama dengan kasus sengketa pencalonan Oesman Sapta Oedang (OSO) sebagai calon anggota legislatif yang timbul akibat adanya perbedaan antara putusan MA, MK, dan putusan Bawaslu yang menyebabkan pelaporan komisioner KPU ke Bareskrim Polri karena tidak meloloskan Ketua Umum Partai Hanura itu sebagai caleg Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
KPU mencoret OSO dari daftar calon mengacu pada putusan MK. Sedangkan MA memutuskan pengurus partai dapat mencalonkan diri sebagai anggota DPD tanpa harus mengundurkan diri.
Kejadian tersebut, tutur Ihsan, menjadi pelajaran bahwa perbedaan putusan kedua lembaga peradilan dapat merusak sistem penegakan hukum sengketa pemilu.
Uji materil PKPU ke MA terkait pemilihan umum diajukan oleh Rachmawati Soekarnoputri pada 21 April 2019, beberapa hari sebelum penetapan calon presiden dan wakil presiden hasil Pemilu 2019.
Putusan MA atas perkara tersebut, resmi diunggah pada 3 Juli 2020 dengan Nomor 44 P/PHUM/2019. MA menyatakan Pasal 3 ayat 7 PKPU 5/2019 bertentangan denga Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terutama Pasal 416 ayat 1 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. MA membatalkan Pasal 3 ayat (7) Peraturan KPU No. 5 Tahun 2019 itu menyebutkan,
“Dalam hal hanya terdapat 2 (dua) pasangan calon dalam pemilu presiden dan wakil presiden, KPU menetapkan pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak sebagai pasangan calon terpilih”.
Sementara itu, putusan MK No.50/PUU-XII/2014 ditegaskan bahwa Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres yang berbunyi, "Pasangan calon presiden dan wakil presiden yang memperoleh lebih dari 50% suara dalam pemilihan umum, dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia", tidak berlaku sepanjang pilpres hanya diikuti dua paslon presiden dan wakil presiden.
Ihsan lebih lanjut mengatakan putusan MA terkait uji materil PKPU No 5/2019 tidak dapat diberlakukan sebab pengujian materi PKPU tidak lagi memiliki esensi mengingat tahapan Pemilu 2019 telah selesai pascasengketa hasil pilpres diputuskan.
"Putusan MA tersebut tidak berlaku surut dan tidak membatalkan keterpilihan presiden dan wakil presiden terpilih pada Pemilu 2019," imbuhnya.
Oleh karena itu, ia mengatakan Kode Inisiatif mendesak agar MA dalam uji materi seyogyanya tidak memberikan putusan yang bersebrangan dengan peraturan di atasnya ataupun putusan MK.
"Karena MK sebagai penafsir konstitusi, putusannya fiinal dan mengikat," tukasnya. (P-3)
Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa biaya transportasi LPG 3 kilogram (kg) bukan merupakan obyek pajak. Hal itu ditegaskan MK pada putusannya nomor 188/PUU-XXII/2024.
Fajri menilai proses pemilihan oleh DPR tidak sesuai dengan tata cara pemilihan hakim konstitusi dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK).
Jalan keluarnya antara lain mengkodifikasi semua undang-undang terkait pemilu dan politik ke dalam satu payung hukum tunggal, mungkin melalui metode omnibus law.
Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Feri Amsari menyoroti proses seleksi calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan menggantikan posisi hakim Arief Hidayat.
Koordinator Tim Kuasa Hukum Iwakum, Viktor Santoso Tandiasa, menilai Pasal 8 UU Pers tidak memberikan kepastian hukum bagi wartawan
Masa jabatan keuchik tetap sesuai Pasal 115 ayat (3) Undang-Undang nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yakni dibatasi enam tahun.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved