Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
PUTUSAN Mahkamah Agung (MA) terkait Peraturan KPU (PKPU) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih dianggap berpotensi menimbulkan konflik baru dalam sistem penegakan hukum pemilu di Indonesia.
Koordinator Harian Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana mengatakan putusan MA berkaitan dengan uji materil PKPU tidak kali pertama terjadi.
"Hal ini dapat berdampak pada terbukanya ruang untuk permasalahan penegakan hukum kepemiluan di Indonesia," ujarnya di Jakarta, Rabu (8/7).
Putusan MA yang tidak mengindahkan putusan MK, akta dia, hampir sama dengan kasus sengketa pencalonan Oesman Sapta Oedang (OSO) sebagai calon anggota legislatif yang timbul akibat adanya perbedaan antara putusan MA, MK, dan putusan Bawaslu yang menyebabkan pelaporan komisioner KPU ke Bareskrim Polri karena tidak meloloskan Ketua Umum Partai Hanura itu sebagai caleg Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
KPU mencoret OSO dari daftar calon mengacu pada putusan MK. Sedangkan MA memutuskan pengurus partai dapat mencalonkan diri sebagai anggota DPD tanpa harus mengundurkan diri.
Kejadian tersebut, tutur Ihsan, menjadi pelajaran bahwa perbedaan putusan kedua lembaga peradilan dapat merusak sistem penegakan hukum sengketa pemilu.
Uji materil PKPU ke MA terkait pemilihan umum diajukan oleh Rachmawati Soekarnoputri pada 21 April 2019, beberapa hari sebelum penetapan calon presiden dan wakil presiden hasil Pemilu 2019.
Putusan MA atas perkara tersebut, resmi diunggah pada 3 Juli 2020 dengan Nomor 44 P/PHUM/2019. MA menyatakan Pasal 3 ayat 7 PKPU 5/2019 bertentangan denga Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terutama Pasal 416 ayat 1 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. MA membatalkan Pasal 3 ayat (7) Peraturan KPU No. 5 Tahun 2019 itu menyebutkan,
“Dalam hal hanya terdapat 2 (dua) pasangan calon dalam pemilu presiden dan wakil presiden, KPU menetapkan pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak sebagai pasangan calon terpilih”.
Sementara itu, putusan MK No.50/PUU-XII/2014 ditegaskan bahwa Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres yang berbunyi, "Pasangan calon presiden dan wakil presiden yang memperoleh lebih dari 50% suara dalam pemilihan umum, dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia", tidak berlaku sepanjang pilpres hanya diikuti dua paslon presiden dan wakil presiden.
Ihsan lebih lanjut mengatakan putusan MA terkait uji materil PKPU No 5/2019 tidak dapat diberlakukan sebab pengujian materi PKPU tidak lagi memiliki esensi mengingat tahapan Pemilu 2019 telah selesai pascasengketa hasil pilpres diputuskan.
"Putusan MA tersebut tidak berlaku surut dan tidak membatalkan keterpilihan presiden dan wakil presiden terpilih pada Pemilu 2019," imbuhnya.
Oleh karena itu, ia mengatakan Kode Inisiatif mendesak agar MA dalam uji materi seyogyanya tidak memberikan putusan yang bersebrangan dengan peraturan di atasnya ataupun putusan MK.
"Karena MK sebagai penafsir konstitusi, putusannya fiinal dan mengikat," tukasnya. (P-3)
Pemohon, aktivis hukum A. Fahrur Rozi, hadir langsung di ruang persidangan di Gedung MK, Jakarta.
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya menegaskan data pribadi sebagai hak bagi setiap warga negara wajib untuk dilindungi secara maksimal
Perumusan norma yang membatasi jabatan pimpinan organisasi advokat secara jelas dengan jabatan negara (pejabat negara) menjadi salah satu cara untuk memberikan jaminan kepastian hukum
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXI/2023 tentang pemisahan pemilu nasional dan lokal seperti kotak pandora.
UNDANG-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai transparansi pembiayaan
SEKRETARIS Jenderal PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto mengajukan uji materi terhadap Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved