Headline
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.
PENELITI Politik LIPI Siti Zuhro mengatakan DPR dan pemerintah harus berhati-hati dan tidak terburu-buru dalam menyusun RUU Pemilu. Ia mengatakan, revisi UU Pemilu tidak boleh menimbulkan kebingungan baru bagi masyarakat terhadap sistem pemilu Tanah Air.
“Revisi UU Pemilu seyogyanya tidak memunculkan kebingungan baru apalagi akan mengancam prospek demokrasi Indonesia. Perlu penjelasan yang seksama akan seperti apa pemilu nasional ke depan nanti,” ujar Siti dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi II DPR, Selasa, (30/6).
Siti menyebut, banyak hal yang harus jadi perhatian dalam merevisi UU Pemilu. Salah satu yang paling sering dibahas publik ialah soal ambang batas parlemen dan sistem pemilu yang diusulkan menjadi proporsional tertutup.
“Terkait ambang batas ini sebaiknya dilakukan simulasi oleh Komisi II sebelum menentukan apakah akan ditingkatkan atau tidak. Harus diperhatikan bahwa kondisi masyarakat sangat beragam, harus dilihat kondisi faktualnya di lapangan,” bebernya.
Ia mengatakan pasal-pasal dalam hasil RUU Pemilu nanti harus menjadi rujukan yang terpercaya dan tepat. Bukan sebaliknya, menimbulkan ketidakpercayaan publik pada DPR dan pemerintah.
Baca juga: Keterwakilan Perempuan Perlu Diperkuat di Revisi UU Pemilu
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan penyusunan RUU Pemilu harus melalui pembahasan dan pendalaman yang matang. Setiap perubahan dianggap akan sangat berpengaruh terhadap sistem pemilu secara total di Indonesia.
“Soal ambang batas parlemen misalnya, itu sangat memengaruhi jumlah suara yang tidak terkonversi menjadi kursi,” ujar Titi.
Peningkatan ambang batas yang tidak terkaji dengan baik dikhawatirkan justru akan meningkatkan politik uang. Selain itu, juga dikhawatirkan akan membuat keterwakilan kaum minoritas di parlemen menjadi semakin sulit.(OL-5)
Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) sebagai alat bantu penghitungan suara pada Pemilihan 2020 lalu harus diperkuat agar proses rekapitulasi hasil pemilu ke depan lebih akurat
REVISI Undang-Undang Pemilu dan Pilkada dinilai sebagai satu-satunya jalan untuk mengakhiri polemik terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pemisahan pemilu nasional dan lokal.
WAKIL Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan pihaknya akan hati-hati dalam membahas revisi Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu).
WAKIL Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto meminta kepada publik agar menghentikan perdebatan mengenai pro dan kontra terkait metode penyusunan Revisi UU Pemilu dan UU Pilkada.
Ketua KPU Mochammad Afifuddin mendorong DPR segera merevisi UU Pemilu dan UU Pilkada
Menurut Feri, perbaikan sistem internal partai politik sangat penting untuk mencapai keadilan kepemiluan.
Titi menekankan DPR harus segera membahas RUU Pemilu sebab putusan MK tidak bisa menjadi obat bagi semua persoalan pemilu saat ini.
Taiwan menggelar pemilu recall untuk menentukan kendali parlemen.
Menurut Perludem, putusan MK sudah tepat karena sesuai dengan konsep pemilu yang luber dan jurdil, dan disertai dengan penguatan nilai kedaulatan rakyat.
Banyak negara yang meninggalkan e-voting karena sistem digitalisasi dalam proses pencoblosan di bilik suara cenderung dinilai melanggar asas kerahasiaan pemilih
Betty menjelaskan saat ini belum ada pembahasan khusus antara KPU dan semua pemangku kepentingan pemilu terkait e-voting.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved