Headline
Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.
KETERWAKILAN perempuan dalam politik, khusunya di parlemen saat ini baru menyentuh angka 20%, atau belum memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. yang mengamanatkan keterwakilan 30% perempuan dalam politik.
Meski demikian, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Heroik Mutaqin Pratama mengatakan, capaian di angka 20% dari hasil Pemilu 2019 perlu diapreasi.
"Untuk pertama kalinya pascareformasi angka keterwakilan perempuan di DPR menyentuh 20% dan kita perlu apresiasi kerja-kerja partai yang mendukung pelibatan dan keterwakilan perempuan di ranah politik formal," katanya dalam diskusi, Sabtu (27/6).
Menurut dia merujuk pada tiga pemilu terakhir sebagian besar anggota DPR yang terpilih memperoleh nomor urut satu dalam daftar calon anggota legislatif. Persoalannya, selama ini perempuan selalu ditempatkan pada nomor urut tiga dan enam.
Hal ini terjadi karena untuk memenuhi ketentuan di antara tiga calon terdapat satu calon perempuan. Situasi ini yang kemudian menjadi salah satu faktor yang menyebabkan masih rendahnya angka keterwakilan perempuan.
Baca juga : Revisi UU Pemilu Jadi Ruang Penguatan Keterwakilan Perempuan
Untuk itu, lanjut Heroik, di tengah momentum revisi UU Pemilu, menjadi penting untuk menata ulang desain kebijakan afirmasi dalam pencalonan perempuan. Salah satunya ialah dengan mengatur di 30% daerah pemilihan, calon anggota legislatif perempuan ditempatkan pada nomor urut satu.
"Ketentuan ini semakin membuka ruang keterpilihan perempuan di tengah kecenderungan pemilih memilih nomor satu," jelasnya.
Faktor lainnya yang menyebabkan rendahnya angka keterwakilan perempuan ialah tingginya biaya kampanye yang harus dikeluarkan.
"Untuk itu jika merujuk pada pengalaman banyak negara, ketentuan afirmasi dapat diterapkan juga dalam proses kampanye. Salah satunya ialah difasilitasinya iklan media massa elektronik dan cetak untuk perempuan yang lokasinya bisa diterapkan sebanyak 30%," pungkasnya. (OL-7)
Perempuan Indonesia punya peran besar dalam perjuangan kemerdekaan, mulai dari pendidikan, perlawanan bersenjata, hingga politik.
Program SisBerdaya dan DisBerdaya ini menjadi salah satu implementasi nyata dari komitmen tersebut, sekaligus strategi menjembatani kesenjangan digital di kalangan pelaku UMKM perempuan.
HAPPY Girlfriend Day (gf day) diperingati pada tiap 1 Agustus. Hari tersebut menjadi perayaan pasangan romantis. Namun, bukan saja untuk mereka yang memiliki pasangan,
KEBERPIHAKAN terhadap korban dalam tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang kerap melibatkan perempuan harus dikedepankan.
SETIAP tanggal 1 Agustus, media sosial dipenuhi ucapan penuh kasih bertuliskan Happy Girlfriend Day. Peringatan ini sejatinya ialah bentuk apresiasi bagi para perempuan hebat di hidup.
Filosofi ini bukan sekadar filantropi, melainkan keyakinan bahwa keberagaman adalah sumber inovasi dan efisiensi.
Selama ini pelaporan dana kampanye hanya dilakukan untuk memenuhi syarat administratif. Dana yang dilaporkan juga diduga tak sepenuhnya sesuai dengan realitas di lapangan.
Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) sebagai alat bantu penghitungan suara pada Pemilihan 2020 lalu harus diperkuat agar proses rekapitulasi hasil pemilu ke depan lebih akurat
REVISI Undang-Undang Pemilu dan Pilkada dinilai sebagai satu-satunya jalan untuk mengakhiri polemik terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pemisahan pemilu nasional dan lokal.
WAKIL Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan pihaknya akan hati-hati dalam membahas revisi Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu).
WAKIL Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto meminta kepada publik agar menghentikan perdebatan mengenai pro dan kontra terkait metode penyusunan Revisi UU Pemilu dan UU Pilkada.
Ketua KPU Mochammad Afifuddin mendorong DPR segera merevisi UU Pemilu dan UU Pilkada
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved