Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Kisruh Bansos karena Kurangnya Koordinasi dan Lalainya Pemda

Rifaldi Putra Irianto
16/5/2020 14:55
Kisruh Bansos karena Kurangnya Koordinasi dan Lalainya Pemda
KPK menilai kisruh bansos terjadi karena kurangnya koordinasi dan lalainya pemda(ANTARA)

KOMISI Pemberantasa Korupsi (KPK) menilai, permasalahan terkait penyaluran bantuan sosial bagi masyarakat miskin terdampak virus korona (covid-19) terjadi karena kurangnya Koordinasi serta lalainya Pemerintah Daerah (Pemda) dalam memperbaharui Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

"Koordinasi di negeri kita itu memang penyakit, program koordinasi susahnya setengah mati, disuruh rapat  disuruh pemadanan data susah sekali," ucap Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan, dalam diskusi daring, Jumat,(15/5) malam.

Ia menyebutkan, jika semua data itu solid dan dikoordinasikan dengan baik tidak perlu lagi membuat pendataan baru untuk penyeluran bansos covid-19. Yang akan berdampak kesemrawutan data.

Tidak hanya terkait koordinasi, Pahala juga menyebutka Pemda lalai dalam melakukan pembaharuan DTKS, dan dikatakanya pada 2018 hanya 286 Pemda yang melakukan update.

"Saya menggaris bawahi, pemerintah daerah itu lalai. Jadi itu harusnya DTKS diupdate oleh dinas sosial mulanya 1 tahun dua kali, tahun lalu dinaikin 1 tahun tiga kali, sekarang 1 tahun empat kali. Sepanjang 2018 hanya 286 pemda yang mengupdate sisanya tidak ada update apapun. Jadi orang miskinnya disitu aja terus, satu belum tentu ada NIKnya kedua belum tentu dia masih miskin, ini tugasnya Pemda," jelasnya.

Baca juga: KPK Sebutkan Alasan DTKS Miliki Sejumlah Masalah

Di sisi lain, Pahala menilai program Bansos ini terkadang dijadikan Kepala Daerah untuk unjuk gigi seolah hadis sebagai patriot. Yang kemudian mengabaikan kriteria-kriteria penerima Bansos agad terlihat hadir ditengah warganya.

"Ketika pertama kali keluar bansos itu kita lihat kepala daerahnya ini heroik dan patriotik, Semua yang terdampak dikasih bansos. itu tahu nggak orangnya, terdampak itu apa kriterianya. Kalau ikut data DTSK itu stabil, rumah 45 m2, dindingnya papan, itu jelas, Jangan yang terdampak, pokoknya janda yang kepala keluarga kasih bansos, apa ini? kriterianya nggak jelas. Ini membuat nambah kacau," ungkapnya.

"Kriteria miskin ini jangan kita buat kriteria miskin yang seenak-enaknya, pokoknya kita kasih bansos untuk yang terdampak covid-19, jangan lupa ada orang yang terdampak tapi masih punya tabungan, punya harta. Jadi jangan buat kriteria miskin menurut pribadi," imbuhnya.

Sehingga, Pahala mengusulkan DTKS dijadikan rujukan untuk penyaluran Bansos, dan KPK juga telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 11 Tahun 2020 tentang penggunaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan data non-DTKS dalam pemberian bantuan sosial kepada masyarakat terkait penanganan virus korona.

"Melihat situasi ini kita koordinasi dengan Kementerian Kesehatan. Keluarlah SE KPK pakai DTKS sebagai rujukan, nanti kalau pakai DTKS salah yang terima di lapangan, anda tidak akan dituntut karena DTKS keadaannya begitu. Kalau ngawur-ngawur bawa data sendiri kalau salah, kita boleh berdebat," sebutnya.

Namun demikian, ia mengakui bahwa DTSK ini sejatinya belum akurat, tapi dikatakanya dalam kondisi darurat DTSK ini dapat diperbaharui dengan dikombinasikan di lapangan oleh pemda bersama dengan Kementerian Sosial.

"Paling tidak DTKS ini dirujuk mau datanya salah sudahlah itu masa lalu. Justru harus dikombinasi datang ke lapang bawa DTKS yang miskin belum ter-cover dimasukin, ada yang udah nggak miskin dikeluarin. Kita bilang dirujuk DTKS di kombinasi dengan lapangan dengan diverifikasi dan Kemensos juga berhak mengupdate DTKS segera bisa," tuturnya.

Tidak hanya DTKS, Pahala juga mendorong penggunaan NIK sebagai salah penentu kriteria penerima bansos. Menurutnya, dengan NIK, data setiap warga Indonesia bisa diketahui. " Kita suruh dengan NIK saja dulu paling tidak orangnya ada. dan NIK ganda nggak ada itu, " tukasnya. (A-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya