Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Praktisi dan Pakar Bela RUU Cipta Kerja

PUTRI ROSMALIA OCTAVIYANI
28/4/2020 08:20
Praktisi dan Pakar Bela RUU Cipta Kerja
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas (kiri), bersama dua Wakil Ketua Baleg Willy Aditya (kedua dari kiri) dan Rieke Diah.(MI/MOHAMAD IRFAN)

BADAN Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) perdana dalam rangkaian pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker), kemarin.

Dalam rapat yang digelar secara daring tersebut Ketua Dewan Pengurus Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HPPI) DKI Jakarta Sarman Simanjorang berharap dengan omnibus law tersebut, regulasi menjadi lebih tertata dan sederhana. Dengan begitu, perkembangan ekonomi dan investasi dapat berjalan cepat, khususnya pascawabah covid-19 yang melemahkan perekonomian Indonesia.

“Kita tahu yang disampaikan investor, yaitu regulasi, perizinan yang bertele-tele. Kadang ketika dapat karpet merah dari pemerintah pusat, kembali ke daerah, becek lagi di sana. Jadi, ada ketidakjelasan dengan sistem kita,” ujar Sarman.

Ia juga mengusulkan penggantian nama RUU Cipta Kerja. Sarman berpendapat pemberian nama Cipta Kerja membuat seakan-akan isi RUU tersebut hanya fokus ke soal ketenagakerjaan. “Memang dalam praktiknya kita lihat RUU ini terbangun di publik seolah-olah bahwa bicara soal cipta kerja, bicara nasib buruh,” tutur Sarman.

Padahal, dalam draf RUU Cipta Kerja ada 11 klaster dan hanya satu klaster di antaranya yang membahas ketenagakerjaan. Klaster tersebut yang pada akhirnya diputuskan untuk ditunda pembahasannya karena dianggap paling rumit akibat tentangan dari kalangan buruh.

“Mungkin apakah pemerintah tidak berpikir mengenai nama ini sehingga memang buruh sangat gencar sekali menolak RUU ini dan terbangun di masyarakat kalau bicara RUU ini, bicara nasib para pekerja. Dalam kesempatan ini, kami mengusulkan supaya nama RUU ini diganti saja menjadi RUU Kemudahan Berusaha dan Berinvestasi,” papar Sarman.

Rektor Universitas Prasetya Mulya, Djisman Simanjuntak, yang juga diundang sebagai narasumber dalam RDPU mengatakan RUU Ciptaker sangat dibutuhkan. Meski bukan satu-satunya solusi, omnibus law tersebut dapat dijadikan modal perbaikan ekonomi secara menyeluruh.

Djisman mengatakan di masa depan Indonesia sangat membutuhkan pertumbuhan lapangan kerja yang sangat besar, khususnya setelah wabah covid-19 mereda. “Untuk itu, akan diperlukan investasi yang sangat besar. Pada waktu yang sama perdagangan internasional kita harus unggul,” ujar Djisman.

Menurut Djisman, RUU Cipta Kerja harus mampu memperbaiki aturan agar tidak lagi tumpang-tindih hingga menghambat investasi. Pada gilirannya, ketika investasi berkembang, itu akan menyedot banyak pekerja.


Terbuka

Anggota Baleg Taufi k Basari mengatakan DPR memahami RUU Cipta Kerja mendapat banyak sorotan dari publik. RUU Cipta Kerja itu disebut-sebut hanya berpihak pada pengusaha dan investor. Masukan dari pakar secara terbuka diharapkan akan dapat membuat publik paham akan pentingnya RUU Cipta Kerja segera diselesaikan. Baleg akan mengkaji argumentasi seluruh narasumber yang terlibat.

“Saya melihat dari paparan memang ada kebutuhan akan payung hukum untuk kebangkitan ekonomi. Sebelum covid-19 saja kita stagnan, apalagi setelah covid ini,” ujar Taufik.

Taufik membenarkan bahwa saat ini banyak aturan yang tumpang-tindih, mulai aturan di tingkat pusat hingga daerah. “Karena itu, bagaimana kemudian kita coba rumuskan UU yang bisa mengakomodasi semua permasalahan tadi. Tapi di sisi lain juga bagaimana mengakomodasi keinginan kita memajukan ekonomi ini dan bisa menjamin hak masyarakat, hak buruh, hak atas tanah termasuk masyarakat adat, jaminan lingkungan hidup, dan lain-lain,” tandasnya. (Mir/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya