Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

​​​​​​​ICW : Penegak Hukum Jarang Gunakan Pasal Pencucian Uang

Rifaldi Putra Irianto
20/4/2020 10:06
​​​​​​​ICW : Penegak Hukum Jarang Gunakan Pasal Pencucian Uang
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhan (tengah)(MI/SUSANTO)

INDONESIA Corruption Watch (ICW) menilai, penegakan hukum perkara korupsi sepanjang 2019 baik di Kejaksaan Agung maupun di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih jarang menggunakan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam menangani perkaranya.

"Penegak hukum masih jarang menggunakan instrumen UU TPPU saat merumuskan surat dakwaan, " kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhan, dalam video konferensi, Jakarta, Minggu, (19/4).

"Dari total 1.125 orang terdakwa sepanjang 2019, penerapan UU TPPU hanya dilakukan terhadap 8 orang terdakwa, padahal kami mengharapkan penegak hukum selalu memasukkan TPPU karena secara yuridis dan realitas tindak pidana korupsi dan TPPU sangat erat," imbuhnya.

Dijelaskannya, dari segi yuridis korupsi merupakan salah satu predicate crime yang diatur dalam Pasal 3 UU TPPU dan dari segi sosiologis pelaku kejahatan sudah barang tentu akan menyembunyikan atau mengalihkan hasil kejahatan dalam bentuk apa pun.

"Pengenaan UU TPPU kepada terdakwa terbukti dapat menghasilkan putusan yang beriorientasi pada pemiskinan pelaku korupsi. Misalnya pada perkara yang menjerat mantan Bupati Lampung Selatan, Zainudin Hasan, pada putusannya majelis hakim mewajibkan yang bersangkutan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp66,7 miliar," ucapnya.

Baca juga: Terapkan TPPU demi Dana Nasabah

Ia mencontohkan, salah satu perkara yang hingga saat ini belm didakwa dengan regulasi TPPU, padahal jelas terdakwa melakukan TPPU.

"Contohnya pada 2018 ada perkara yang sudah jelas terdakwanya melakukan TPPU yaitu mantan ketua DPR Setya Novanto, tapi sampai saat ini Setnov tidak pernah disidik TPPU-nya, padahal regulasi TPPU sangat progresif karena mengadopsi pendekatan aturan pembalikan beban pembuktian dan pendekatan baru yaitu 'follow the money' bukan 'follow the suspect'," ungkap Kurnia.

Kurnia menilai, alasan penegak hukum enggan menerapkan TPPU dalam perkara korupsi karena kesulitan kemampuan penegak hukum itu sendiri sebab untuk penerapan TPPU harus ada fase melacak, pembekuan aset dan lainnya, termasuk juga tantangan politik terhadap tindakan penegak hukum.

Sepanjang 2019, ICW mencatat upaya pemulihan kerugian negara masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan pada 2019 sebab negara telah dirugikan sebesar Rp12 triliun sedangkan total uang pengganti hanya Rp748,163 miliar.

"Kami harap penegak hukum di Kejaksaan Agung dan KPK harus selalu menggunakan UU TPPU ketika mendakwa pelaku korupsi. Dalam catatan kamk Kejaksaan Agung lebih banyak menggunakan pencucian uang yaitu 7 perkara dibanding KPK yang hanya 1 perkara, jadi KPK harus lebih serius untuk melakukan pemulihan kerugian negara walau kami tidak yakin pada era kepemimpinan Firli bisa terjadi karena fokus di pencegahan," tukasnya. (A-2)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya