Tidak Ada Remisi bagi Koruptor

Cahya Mulyana
05/4/2020 08:25
Tidak Ada Remisi bagi Koruptor
Petugas memberikan arahan kepada warga binaan yang dibebaskan dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kerobokan, Bali, Jumat (3/4) malam.(ANTARA/FIKRI YUSUF)

MENKO POLHUKAM Mahfud MD mengatakan sampai dengan saat ini belum ada napi koruptor yang dibebaskan secara bersyarat. Dia pun meminta masyarakat untuk tetap tenang. “Yang dibebaskan sekitar 30.000 orang itu ialah napi tindak pidana umum, bukan korupsi, bukan terorisme, bukan bandar narkoba,” jelasnya.

Mahfud mengatakan Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 9 Tahun 2012 masih berlaku. Sejauh ini belum ada wacana untuk merevisi PP tersebut. “PP No 99/12 tetap berlaku dan belum ada pembahasan kabinet untuk merevisinya,” tuturnya.

Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo juga sudah meminta Presiden Joko Widodo untuk menolak usulan Menteri Hukum dan HAM (Menkum dan HAM) Yasonna Laoly yang ingin membebaskan narapidana korupsi di tengah wabah virus korona (covid-19). Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan tak boleh menguntungkan koruptor.

Saat ini sebanyak 300 napi korupsi berusia 60 tahun ke atas dan telah menjalani dua per tiga hukuman bisa dibebaskan bila revisi disetujui. “Kami mendorong Bapak Presiden Joko Widodo agar memerintahkan Menkum dan HAM Yassona Laoly untuk tidak melanjutkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012,” kata Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo.

Yudi berharap Jokowi ikut memprotes pemulangan napi kasus korupsi. Alasan apa pun yang bisa membebaskan koruptor jika PP direvisi Yasonna harus diabaikan. “Upaya lain juga yang dapat menghilangkan atau mengurangi hukuman bagi koruptor harus ditolak,” tegas Yudi.

Yudi juga meminta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tidak mencari-cari celah. Koruptor tidak boleh diberi keringanan dalam bentuk apa pun.

Akal-akalan

Pengamat kebijakan publik Azas Tigor Nainggolan menilai usulan Yasonna tak logis. Koruptor harus mendapat hukuman sesuai perbuatannya. “Pembebasan atas nama darurat virus korona (covid-19) hanya akal-akalan Menkum dan HAM Yasonna Laoly,” katanya.

Tigor menduga ada niat lain di balik rencana pembebasan koruptor. Pandemi covid-19 dianggap bukan alasan untuk membebaskan koruptor. Ada cara lain untuk mencegah penyebaran virus yang pertama kali muncul di Wuhan, Tiongkok, itu.

“Kalau ingin menjaga para narapidana tidak terkena covid-19, tinggal ditiadakan saja waktu kunjungan orang luar ke penjara. Kan mudah.’’

Menurut dia, koruptor telah merugikan negara dan publik. Untuk itu, mereka harus ditindak tegas agar jera. Presiden Joko Widodo diharapkan menolak rencana ini. Masalah ini dinilai akan mempermalukan Presiden Joko Widodo yang dianggap tidak mampu menegakkan keadilan.

“Jangan izinkan Menteri Yasonna Laoly menjual murah pembebasan bagi koruptor,” tutur dia.

Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto juga menilai wacana pembebasan narapidana tak masuk akal. Dia heran Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mendukung rencana ini.

“Timbul tanda tanya, tampaknya publik juga seolah diserang kebodohan berulang kali ketika mendengar berita berupa pernyataan dari Wakil Ketua KPK yang sepakat dengan Menkum dan HAM Yasonna Laoly yang mewacanakan akan bebaskan sekitar 300 narapidana korupsi,” kata Bambang.

Menurut dia, pemulangan narapidana korupsi dengan alasan pencegahan wabah virus korona (covid-19) tidak logis. Pasalnya, kata dia, ruang tahanan para koruptor itu cukup ‘mewah’ sehingga bisa menangkal penyebaran virus. (P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya