Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
INDONESIA Corruption Watch (ICW) menyatakan tahun ini sebagai masa paling kelam dalam agenda pemberantasan korupsi.
Revisi undang-undang mengenai KPK, pemilihan komisioner baru KPK serta dibentuknya dewan pengawas, serta tren pembebasan narapidana korupsi menjadi sejumlah indikatornya.
"(Tahun) 2019 ini menjadi tahun paling buruk bagi pemberantasan korupsi karena revisi UU KPK yang melemahkan KPK digolkan padahal secara awal banyak penolakan. Kemudian marak vonis bebas kepada koruptor sehinggga munucul keraguan publik akan masa depan pemberantasan korupsi," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam jumpa pers bertajuk Lemahnya Pemebrantasan Korupsi di Tangan Orang 'Baik', di kantor ICW, Jakarta Selatan, Minggu (29/12).
ICW menilai agenda penguatan antikorupsi tidak diprioritaskan presiden lantaran benturan kepentingan dengan partai dan elite politik. Menurut Kurnia, hal itu tercermin dari revisi UU KPK yang akan melemahkan kinerja KPK. Tipikal dari populisme adalah mengabaikan kesepakatan internasional.
Revisi UU KPK yang menempatkan komisi antirasuah sebagai bagian eksekutif, ujar Kurnia, berpotensi mengganggu independensi KPK. Revisi UU KPK tersebut juga dinilai melanggar Konvensi PBB tentang Antikorupsi (UNCAC) yang menyatakan badan anti korupsi harus bersifat independen dari eksekutif.
"Hasilnya, revisi UU KPK berhasil disahkan terlepas dari berbagai aksi protes masyarakat dan mahasiswa di berbagai daerah. Itu karena dua titik kepentingan bertemu, yakni kepentingan elit partai untuk mengamputasi KPK dan kepentingan presiden untuk ‘menertibkan’ hal-hal yang berbau keributan," ucapnya.
Baca juga: 16 Tahun KPK, Firli Bahuri: Masih Banyak Tantangan
Selain itu, potret berulang vonis ringan terhadap pelaku korupsi kembali terjadi di 2019.
ICW menilai ada dua putusan kontroversial yakni vonis lepas terdakwa kasus BLBI, Syafruddin Arsyad Tumenggung pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Kemudian, vonis bebas terdakwa kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 Sofyan Basir pada persidangan tingkat pertama.
Tidak hanya itu, ICW juga mencatat Mahkamah Agung baru-baru ini juga memberikan pengampunan terhadap dua terdakwa korupsi, yakni Idrus Marham (dari 5 tahun menjadi 2 tahun) dan Lucas (dari 5 tahun menjadi 3 tahun).
"Putusan-putusan ini seakan meruntuhkan kerja keras penegak hukum untuk mengungkap skandal korupsi tersebut," ujarnya.
Kurnia menambahkan pemberian diskon hukuman juga marak terjadi di tingkat Peninjauan Kembali (PK). Sepanjang 2019 ICW mencatat setidaknya ada enam putusan yang meringankan narapidana korupsi, mulai dari Irman Gusman, Choel Mallarangeng, Suroso, Tarmizi, Patrialis Akbar, dan M Sanusi. ICW juga mencatat saat ini terdapat 23 pelaku korupsi yang sedang berproses mengajukan PK di Mahkamah Agung.
"Penindakakn pemberantasan kourpsi belum maksimal karena maraknya vonis ringan yang diberikan kepada koruptor. Bukan tidak mungkin vonis ringan selama ini dijadikan bancakan untuk melakukan kejahatan korupsi oleh oknum di pengadilan," imbuhnya. (A-4)
Massa aksi membawa sejumlah spanduk dan poster yang berisi tuntutan dan desakan agar kasus dugaan korupsi ini diusut tuntas.
KPK menilai ada sejumlah aturan dalam RUU KUHAP yang bertentangan dengan kewenangannya. Fungsi penyadapan dan kewenangan penyelidik dilemahkan.
Tren tutup muka ini masih menunjukkan bahwa korupsi menjadi aib bagi para tersangka.
Sebanyak Rp33 juta berhasil dikumpulkan pegawai KPK melalui metode zakat. Sementara itu, ada Rp12 juta infak yang juga terkumpul untuk menambah beasiswa yang diberikan.
Pembahasan dengan para pakar itu juga dilakukan untuk meyakinkan KPK dalam bekerja ke depannya.
Informasi terkait aliran dana itu juga didalami dengan memeriksa eks Senior Vice President Investasi Pasar Modal dan Pasar Uang Taspen Labuan Nababan.
INDONESIA Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar penggeledahan terkait kasus korupsi dugaan korupsi proyek pembangunan jalan Sumut.
ICW heran dengan langkah majelis hakim Pengadilan Tipikor yang menjatuhkan hukuman terhadap mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar lebih rendah dari tuntutan JPU
Zarof Ricar divonis hukuman penjara 16 tahun karena terbukti bersalah terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Vonis berdasar pertimbangan usia dan masalah kesehatan itu dinilai ringan
ICW menanggapi sejumlah pernyataan Mantan Mendikbud-Ristek, Nadiem Makarim terkait dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook.
Nadiem Makarim menanggapi temuan ICW terkait penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik dalam pengadaan laptop Chromebook
ICW juga menemukan bahwa rencana pengadaan laptop tidak tersedia dalam aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved