Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
ANGGOTA Komisi III DPR dari Fraksi PDIP, Arteria Dahlan, mengatakan bahwa revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan respons DPR atas keinginan KPK sendiri.
Komisi III, kata Arteria, pernah menanyakan kepada KPK dukungan legislasi seperti apa yang dibutuhkan untuk meningkatkan efektivitas mereka, baik dalam pencegahan maupun pemberantasan korupsi. Dia menekankan bahwa revisi UU KPK bukanlah keinginan DPR.
“Kalau dikatakan ini akal-akalan DPR, operasi senyap, di DPR enggak mungkin ada operasi senyap apalagi kalau sudah di paripurna. Semuanya sudah terjadwal, terdokumentasi, teradministrasi secara transparan,” katanya dalam diskusi bertajuk KPK Adalah Kunci di De Consulate Resto Lounge, Jakarta, kemarin.
Pada November 2015, terang Arteria, KPK menyampaikan sejumlah hal kepada DPR terkait revisi UU KPK, antara lain menyangkut pembentukan dewan pengawas dan kewenangan mengeluarkan SP3. “Semua yang diinginkan sudah direspons secara cermat, prosedural melalui mekanisme kelembagaan yang berlaku di DPR.’’
Saat ini, lanjut dia, perspektif DPR ialah menginginkan penegakan korupsi dapat dilakukan secara paripurna dan juga bersinergi dengan lembaga penegak hukum lainnya.
Anggota Komisi III dari Fraksi PKS, Nasir Djamil, mengatakan DPR akan segera menyampaikan draf revisi UU kepada Presiden Joko Widodo. “Bisa jadi dalam bulan ini sambil menyampaikan untuk sama-sama bahas revisi ini.’’
Namun, menurut Nasir, revisi UU KPK sulit diselesaikan di sisa jabatan DPR yang tinggal sekitar tiga minggu. “Menurut saya, Presiden juga akan berpikir kalau harus diselesaikan periode ini karena sangat rentan dibatalkan di MK karena merujuk pada peraturan perundang-undangan, rancangan UU itu dibahas harus ada konsultasi publik, mengundang pakar, dan sebagainya. Jadi, enggak mungkin diselesaikan di periode ini.’’
Kendati begitu, revisi UU KPK bisa dilanjutkan pembahasannya di periode berikutnya. Hal itu dimungkinkan setelah Badan Legislasi DPR menyetujui revisi UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Salah satu poinnya ialah mengenai sistem carry over dalam pembahasan revisi UU.
Modus berkembang
Secara terpisah, Direktur Politik Hukum Wain Advisory Indonesia, Sulthan Muhammad Yus, menilai persoalan dan modus korupsi kian berkembang jika dibandingkan dengan sejak KPK dibentuk. Salah satu cara untuk mengatasinya ialah dengan menguatkan kewenangan KPK melalui revisi UU.
Sulthan menuturkan bahwa revisi UU KPK diperlukan lantaran kasus korupsi terus bertambah setiap tahunnya. Ia menduga hal itu terjadi lantaran KPK terlalu fokus melakukan penindakan ketimbang pencegahan. “Kita sudah memberikan waktu selama 17 tahun, ayo dong sekali-kali kita coba sekarang pencegahan. Artinya apa? Sistem yang dibangun,” ujarnya.
Sulthan juga menyoroti kewenangan KPK dalam penyadapan yang selama ini tak diawasi. Dia menyarankan perlu ada pembatasan masa penyadapan, misalnya 3 sampai 6 bulan serta ada pihak yang memberi izin sebelum melakukan penyadapan.
Di sisi lain, mantan Ketua KPK Abraham Samad menyatakan UU KPK masih sangat tepat dan relevan sehingga tak perlu direvisi. Hanya, jika suatu hari nanti ada hal-hal dalam UU KPK yang tidak sesuai lagi dengan kondisi saat itu, UU KPK sangat dimungkinkan untuk direvisi.
Terkait dengan pernyataan Arteria Dahlam bahwa usulan poin-poin revisi UU KPK disampaikan oleh KPK kepada DPR pada November 2015, menurut Samad, hal itu kemungkinan saat KPK dipimpin oleh Plt Ketua KPK Taufiequrachman Ruki.
Namun, Taufiequrachman membantah mengusulkan revisi UU KPK. Menurut dia, apa yang disampaikan ke DPR saat itu bukan terkait revisi (Nur/Cah/X-8)
KETUA Pusat Studi Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman Samarinda, Orin Gusta Andini menilai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia masih berjalan stagnan.
UU KPK digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon mengajukan uji materi Pasal 30 ayat (1) dan (2) mengenai proses seleksi pimpinan KPK yang dianggap tidak sah.
Sejumlah harapan kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK 2024-2029. Salah satu harapannya ialah KPK jangan tebang pilih dalam memberantas korupsi.
Saut Situmorang mengatakan lima pimpinan KPK yang baru terbentuk periode 2024-2029 berpotensi akan bekerja tidak independen dalam memberantas korupsi karena revisi UU KPK
Soleman B Ponto menilai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 87/PUU-XXI/2023 membenturkan kewenangan KPK dengan Kejaksaan dan TNI lewat Polisi Militer.
ICW harap pansel bisa objektif pilih kandidat Capim KPK
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved