Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Tindak Pidana Khusus Jangan Masuk KUHP

Media Indonesia
04/9/2019 09:00
Tindak Pidana Khusus Jangan Masuk KUHP
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam.(MI/Susanto)

KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) keberatan bila tindak pidana khusus dimasukkan ke RUU KUHP. Tindak pidana khusus semestinya diatur dalam aturan yang khusus pula. "Untuk tindak pidana khusus, Komnas HAM punya kepentingan besar agar pelanggaran berat HAM tidak masuk RKUHP," tutur Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam diskusi bertajuk RUU KUHP Kebiri Kebebasan Pers, di Jakarta, kemarin.

Tindak pidana khusus, termasuk tindakan yang digolongkan dalam kejahatan luar biasa, apabila dimasukkan dalam delik umum akan berimplikasi pada banyaknya asas tertentu yang sulit diberlakukan. Ia mencontohkan terdapat kontradiksi selama ini pelanggaran berat HAM tidak memiliki masa kedaluwarsa, sedangkan apabila diatur dalam KUHP terdapat batas waktu kedaluwarsa. Selama ini dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, sejumlah kasus pelanggaran berat HAM masih belum diselesaikan. Bila menggunakan RKUHP dikhawatirkan semakin berat untuk diselesaikan.

Selain itu, jelasnya, pasal tindak pidana berat terhadap HAM dalam RKUHP tidak mengenal asas retroaktif sehingga mereduksi pelanggaran berat HAM yang terjadi. "Titik perubahan signifikan lainnya ialah dalam UU Nomor 26/2000 menyebutkan penganiayaan dalam bentuk kejahatan, sementara dalam RKUHP diganti dengan persekusi."

Anggota Komisi III DPR Taufiqulhadi mengatakan RKUHP yang akan disetujui DPR menjadi undang-undang tanpa pasal karet, sehingga tidak menimbulkan multitafsir dalam penerapannya. "Upaya tersebut dilakukan dengan memberikan penjelasan pada pasal-pasal yang dapat menimbulkan multitafsir," kata politikus NasDem itu.

Menurut dia, pasal multitafsir tersebut, misalnya, adanya pembatasan kamera televisi yang melakukan siaran langsung di ruangan pengadilan. "Pembatasan kamera televisi yang melakukan siaran langsung tersebut, guna memberikan penghargaan kepada majelis hakim, yakni tetap ada privasi untuk majelis hakim," katanya.

Kemudian, pasal yang terkait dengan praktik asusila, ujar Taufiq, juga mempertimbangkan hukum adat dan pendekatan agama. Contohnya, kasus hubungan asusila sesama jenis (LGBT) maupun kasus asusila dengan lawan jenis, jika dilakukan di depan umum akan dikenai sanksi pidana.

Sementara itu, pengamat hukum dari Universitas Trisakti, Jakarta, Abdul Ficar Hadjar, menilai jika DPR menyetujui RKUHP merupakan prestasi bidang hukum. Pasalnya, Indonesia memiliki induk undang-undang bidang hukum sendiri yang didasarkan pada kondisi aktual bangsa Indonesia. Namun, ia khawatirkan adanya sejumlah pasal karet terkait dengan kepentingan pemerintah dalam RKUHP yang disetujui menjadi undang-undang. (Ant/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya