Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

RKUHP Disebut Bikin Aktor Utama Pelanggaran HAM Sulit Diusut

Insi Nantika Jelita
26/8/2019 21:35
RKUHP Disebut Bikin Aktor Utama Pelanggaran HAM Sulit Diusut
Pegiat HAM merespons soal RKUHP(M. Irfan)

RANCANGAN Kitab Undang- undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak secara tegas mengatur tentang batasan waktu penuntutan dan menjalankan pidana untuk tindak pidana pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia (HAM).

Hal itu menurut Kepala Bidang Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Putri Kanesia, akan mempersulit pengusutan aktor utama terjadinya pelanggaran HAM berat.

Ia menegaskan, RKUHP tersebut tidak mengatur terkait dengan pertanggungjawaban komando atau yang menyuruh terjadinya pelanggaran HAM berat.

Putri menjelaskan, peristiwa pelanggaran HAM berat  tidak mungkin dilakukan seorang diri. Namun, dalam beberapa kasus pelanggaran HAM, hanya pelaku lapangan yang mendapatkan hukuman, tanpa terungkap aktor intelektualnya.

"Sedangkan, aktor utama atau komando yang memberikan izin dengan kesengajaan maupun tanpa kesengajaannya tapi kemudian tidak pernah diadili," kata Putri.

Baca juga : Rancangan KUHP Simpan Banyak Masalah

"Dalam RKUHP ini seolah-olah seperti mengamini bahwa memang pelaku yang dapat dipidana adalah mereka para pelaku lapangan, sementara pelaku komandonya bisa bebas atau bisa lepas dari tuntutan hukum. Itu yang jadi masalah," tambahnya.

Adapun aturan tindak pidana pelanggaran HAM yang berat tercantum dalam draft RKUHP pada 25 Juni 2019 pasal 619-620. Aliansi Nasional Reformasi KUHP menilai aturan itu tidak sesuai dengan standar HAM secara internasional.

Asas retroaktif untuk pelanggaran HAM berat tidak diatur didalam buku 1 RKUHP, Akibatnya tindak pidana pelanggaran HAM berat kehilangan asas khusus yang sebelumnya telah melekat di pengaturan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM.

"Dengan dimasukkannya ke dalam RKUHP, itu tidak bisa mengadili sesuatu yang terjadi sebelum diundangkan (draft) ini. Ini saya pikir kasus kasus pelanggaran HAM berat masa lalu tidak bisa diadili melalui mekanisme ini. Jadi ini dibuat menjadi ada kadaluarsa atau dibuat tidak berlaku surut," tandas Putri.

Dalam kesempatan yang Peneliti Institute for Criminal Justice Reform ( ICJR), Erasmus Napitupulu mendapatkan informasi bahwa draf RKUHP secara intens akan dibahas oleh DPR dan pemerintah pekan ini

"Informasi yang kami dapatkan dari internal DPR adalah rancangan KUHP ini akan diketok sekitar tanggal 4 atau 5 September 2019. Lalu akan disahkan dalam sidang, maksimum di 16 September, itu karena hari terakhir masa sidang DPR periode ini," kata Erasmus.

Aliansi Nasional Reformasi KUHP, mengatakan selama empat tahun aktif melakukan pengawasan dan advokasi terkait RKUHP. Mereka menilai rumusan tersebut jauh dari kata layak untuk disahkan. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya