Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
MAYORITAS permohonan gugatan sengketa Pileg 2019 tidak dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Hal tersebut terungkap dalam sidang pembacaan putusan hasil gugatan sengketa Pileg 2019 yang berlangsung di Gedung MK, Selasa (6/8).
Berdasarkan data sementara pukul 19.00, dari 46 perkara yang sudah dibacakan putusannya, hanya 2 yang dikabulkan MK. Alasan MK tidak mengabulkan permohonan tersebut bervariasi seperti dalil tidak beralasan menurut hukum sehingga permohonan ditolak maupun tidak memenuhi syarat formal sehingga permohonan dinyatakan tidak dapat diterima.
"Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan salah satu amar putusan perkara No. 82-03-28/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2018 yang diajukan PDIP, di Gedung MK, Jakarta , Selasa (6/8).
Selain dinilai tidak beralasan menurut hukum, MK juga berpendapat sebagian pemohon tidak serius dengan gugatannya lantaran absen menghadiri persidangan. Mulai dari sidang pembacaan permohonan hingga tahapan sidang pembuktian.
Baca juga: Jokowi Unggah Foto Kenangan Diberi Serban Hijau oleh Mbah Moen
"Pemohon atau kuasanya tidak hadir tanpa alasan yang sah, meskipun pemohon dipanggil secara sah dan patut melalui surat panitera. Maka menurut Mahkamah Konstitusi pemohon tidak sungguh-sungguh dan tidak berkehendak mengajukan perkara, dan untuk itu dinyatakan gugur," tutur Anwar.
Sementara itu terdapat 2 perkara yang permohonannya dikabulkan sebagian oleh MK yaitu perkara nomor 167-04-10/PHPU.DPR.DPRD/XVII/2019 yang diajukan oleh Golkar untuk Pileg di Dapil Kepulauan Riau dan perkara nomor 71-03-10/PHPU.DPR.DPRD/XVII/2019 yang diajukan oleh PDI-Perjuangan dari Kepulauan Riau.
"Membatalkan keputusan Komisi Pemilihan Umum no 987/PL.01.8-Kpt/06/KPU/V/2019 tentang penetapan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden anggota DPR, DPRD provinsi dan kabupaten/kota secara nasional dalam pemilihan umum tahun 2019 tanggal 21 Mei 2019. Sepanjang menyangkut perolehan suara partai PKS untuk keanggotaan DPRD Kabupaten Bintan di daerah pemilihan Bintan 3," ujar Anwar.
Dalam pertimbangannya, MK mengatakan berdasarkan hasil pemeriksaan bukti dan pihak terkait terdapat kesesuaian antara jawaban dan dalil yang diajukan pemohon perkara 71 yaitu PDIP. Dalam gal ini yaitu, hasil penghitungan TPS (C1) caleg PKS mendapatkan 5 suara, bukan 8 suara.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra menegaskan pihaknya optimis akan memenangkan gugatan sengketa Pileg 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK). Pernyataan ini diperkuat dengan mendominasinya perkara sengketa Pileg 2019 yang tidak dikabulkan MK.
"Kita tetap optimis lah apa yang kami lakukan sesuai dengan Peraturan Undang-Undang," ujar Ilham.
Ilham melanjutkan pasca sidang pembacaan putusan PHPU Pileg 2019, KPU akan segera menetapkan anggota DPR terpilih pada Pileg 2019. Penetapan dilakukan setelah semua perkara tuntas diputus oleh MK.
"Dia kan satu kesatuan, dapil sekian, ini kan baru 3 provinsi, belum semua provinsi yang dibacakan sehingga masih menunggu sampai tanggal 9 nanti," ujarnya.
Sebelum melakukan penetapan, KPU akan menggelar rapat pleno. Rapat pleno ini digelar untuk menentukan tanggal penetapan anggota DPR. KPU juga terlebih dulu akan menetapkan jumlah kursi yang diperoleh tiap parpol. Selanjutnya, ditetapkan siapa saja orang yang akan mendapatkan kursi tersebut.
"Pertama, yang kita tetapkan adalah berapa kursi yang diperoleh partai berdasarkan putusan MK," ujar Ilham.
"Setelah itu, baru kita tetapkan siapa yang duduk atau kursi yang diperoleh parpol," ujarnya. (OL-8)
Putusan MK yang memisahkan pemilihan berdasarkan wilayah tidak akan berkontribusi pada peningkatan kualitas eksekutif dan legislatif.
DPR masih melakukan penelaahan, sehingga belum bisa menyampaikan sikap resmi menyikapi putusan MK tersebut.
Putusan MK ini menjadi representasi kehadiran negara dalam pemenuhan hak hidup dan hak atas kesehatan yang lebih baik bagi petugas pemilu.
WAKIL Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima, menilai Aria menilai putusan MK membuka urgensi untuk membahas Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) yang baru secara lebih menyeluruh.
WAKIL Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Aria Bima, menanggapi wacana perpanjangan masa jabatan anggota DPRD sebagai konsekuensi dari Putusan MK.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan pemilu daerah menyalahi aturan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Titi Anggraini mengatakan partai politik seharusnya patuh pada konstitusi. Hal itu ia sampaikan terkait putusan MK No.135/PUU-XXII/2024 mengenai pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal
Partai NasDem menilai Mahkamah Konstitusi (MK) telah mencuri kedaulatan rakyat karena memutuskan pemilu nasional dan daerah atau lokal.
MK juga dianggap tidak menggunakan metode moral dalam menginterpretasikan hukum serta konstitusi.
AHY menyebut keputusan MK itu akan berdampak pada seluruh partai politik, termasuk Partai Demokrat.
Pembentuk undang-undang, terutama DPR, seyogianya banyak mendengar pandangan lembaga seperti Perludem, juga banyak belajar dari putusan-putusan MK.
MELALUI Putusan No 135/PUU-XXII/2024, MK akhirnya memutuskan desain keserentakan pemilu dengan memisahkan pemilu nasional dan pemilu daerah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved