Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Jual Beli Data KTP-E Dilaporkan ke Bareskrim

Melalusa Susthira K
31/7/2019 10:10
Jual Beli Data KTP-E Dilaporkan ke Bareskrim
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.(MI/ROMMY PUJIANTO)

MENTERI Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) melaporkan kasus jual-beli data penduduk, seperti KTP elektronik (KTP-E) dan kartu keluarga (KK) ke Bareskrim Polri. "Hari ini secara resmi Dirjen Dukcapil melaporkan ke Bareskrim," kata Tjahjo di kantor Ombudsman, Jakarta, kemarin.    

Kendati data di Dukcapil, termasuk memorandum of understanding (MoU) dengan lembaga-lembaga keuangan dan perbankan dijamin aman, Tjahjo menilai kasus tersebut patut untuk dilaporkan dan diusut tuntas.       

"Walaupun data di Dukcapil itu aman, termasuk MoU kami dengan lembaga perbankan dan keuangan juga aman, tapi ini ada oknum masyarakat yang menggunakan media lain, mengakses (data penduduk), dan itu adalah tindakan kejahatan yang hari ini dilaporkan ke Bareskrim untuk diusut," tegasnya.

Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh membenarkan bahwa pelaporan ke Bareskrim diwakili pejabat eselon II Kemendagri. Ia mengatakan pihaknya tidak melaporkan orang, tetapi melaporkan peristiwa. "Iya, sudah dilaporkan tadi pagi (kemarin). Kita tidak melaporkan orang, melaporkan peristiwa di media sosial itu," jelasnya.    

Dia memastikan telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk menghapus gambar-gambar yang mengandung unsur data penduduk, seperti KK dan KTP-E di internet.

Sanksi rancu
Di sisi lain, sejumlah ketentuan mengenai sanksi yang diatur dalam RUU tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP) dinilai masih rancu. Penerapannya perlu dikaji lebih dalam agar bisa mendorong pertanggungjawaban dari pengendali data.

Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar menjelaskan, dalam naskah RUU PDP yang beredar, ada sanksi administratif, denda, dan sanksi pidana. Dia menilai RUU yang kini masih dibahas pemerintah itu berkiblat pada regulasi perlindungan data pribadi ala Uni Eropa (UE) atau European Union General Data Protection Regulation (EUGDPR).

"Yang jadi pertanyaan, berapa besaran dendanya. Kalau mengacu pada perlindungan data milik UE, saksinya 4% dari pendapatan perusahaan atau lembaga yang melakukan pelanggaran," jelas Wahyudi.

Selanjutnya, jika mengacu pada regulasi itu, persoalan nilai pendapatan perusahaan tidak bisa diprediksi. Ia mendorong agar besaran denda langsung ditetapkan dalam nominal rupiah.

Selain itu, dia menyaran-kan agar sanksi pidana dihapuskan agar tidak tumpang tindih dengan sanksi pidana yang ada dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Sementara itu, Kemenkominfo menyatakan RUU PDP akan segera diserahkan ke DPR untuk dilakukan pembahasan. Draf RUU tersebut kini masih menunggu persetujuan dari kementerian terkait.

"Posisi RUU itu sudah rampung dan sedang meminta paraf ke seluruh kementerian terkait. Setelah itu akan disampaikan ke Setneg kemudian ke DPR," kata Sekjen Kemenkominfo Niken Widiastuti. (Mal/Dhk/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya