Headline
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
KOORDINATOR Divisi Hukum dan Monitor Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengungkapkan proses pengawasan di internal Kejaksaan tidak maksimal. Terseretnya Agus Winoto yang merupakan Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dalam perkara korupsi menambah rentetan Jaksa yang terlibat suap.
"Setidaknya dalam kurun waktu 2004-2018, ada 7 Jaksa yang terlibat praktik rasuah dan terjaring oleh KPK," kata Kurnia melalui keterangan resminya, Sabtu (29/6).
Kurnia juga menyampaikan respon beberapa pihak yang berpandangan kalau perkara ini harus ditangani oleh internal Kejaksaan ialah keliru dan harus dikritisi. Menurutnya, ada tiga alasan hal tersebut dikatakan keliru dan KPK ialah lembaga yang tepat untuk menangani kasus korupsi penegak hukum.
Hal itu dilandasi pada Pasal 11 huruf a UU KPK, disebutkan kewenangan KPK untuk menangani perkara yang melibatkan aparat penegak hukum.
"KPK secara yuridis mempunyai otoritas untuk menanganinya lebih lanjut," ujarnya.
Baca juga: Ini Kronologi OTT Aspidum Kejati DKI
Selain itu, tidak boleh ada lembaga atau pihak manapun yang diperkenankan mengintervensi penegakkan hukum yang dilakukan oleh KPK. Sebagai lembaga yang melaksanakan tugas dan wewenangnya secara independen serta bebas dari pengaruh kekuasaan, KPK merupakan sarana yang tepat untuk mengurusi korupsi aparat penegak hukum.
Kurnia menyatakan apabila dalam penanganan perkara ada pihak yang mencoba intervensi, maka dapat dianggap menghalang-halangi proses penegakan hukum (obstruction of justice) dengan ancaman pidana penjara maksimal 12 tahun.
"Ketiga, penanganan perkara harus bebas dari konflik kepentingan. Jaksa Agung sebaiknya mengurungkan niatnya untuk menangani oknum jaksa yang tertangkap oleh KPK. Sebaiknya Jaksa Agung melakukan perbaikan di internal," jelas Kurnia.
Hal itu dikarenakan penangkapan oknum Jaksa di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta adalah bentuk penyelematan integritas Kejaksaan di mata publik. Langkah KPK dapat dimaknai juga sebagai upaya bersih-bersih internal Kejaksaan dari pihak-pihak yang mencoreng martabat Kejaksaan.
Menyoal korupsi yang selama ini dilakukan oleh oknum Jaksa, ICW mencatat tiga pola korupsi yang kerap dilakukan. Pertama, tersangka diiming-imingi pemberian Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) dan Surat Keterangan Penghentian Penuntutan (SKP2).
"Tahap ini menjadi awal dari potensi korupsi terjadi, karena bagaimanapun pihak Jaksa tersebut akan berupaya agar kasus tidak sampai dilimpahkan ke persidangan," bebernya.
Poin kedua ialah soal pemilihan pasal dalam surat dakwaan yang lebih menguntungkan terdakwa atau hukumannya lebih ringan. Bagian ini dilakukan pada saat memasuki tahap persidangan.
Poin terakhir ialah mengenai pembacaan surat tuntutan yang hukumannya meringankan terdakwa. Poin ini, jelas Kurnia, menjadi hal yang paling sering terjadi, setidaknya pembacaan tuntutan akan turut mempengaruhi putusan yang akan dijatuhkan oleh hakim.
"Surat tuntutan dapat dikatakan sebagai kesimpulan penegak hukum atas proses pembuktian dalam persidangan perihal kejahatan yang dilakukan terdakwa," terang Kurnia.
Atas catatan itu, ICW meminta Jaksa Agung bertanggung jawab. Pasalnya peristiwa ini sudah berulang. Jaksa Agung juga diminta mundur dari jabatannya karena dinilai gagal memastikan Kejaksaan bebas dari korupsi.
KPK juga diminta tidak ragu untuk mengusut tuntas perkara ini. Karena tidak ada argumentasi manapun yang membenarkan logika berpikir pihak-pihak yang berupaya menarik penanganan perkara ini ke internal Kejaksaan.
"KPK menggunakan instrumen hukum Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jika ada pihak-pihak yang berupaya untuk mengahalang-halangi proses hukum," jelas Kurnia.
ICW juga meminta DPR sebagai lembaga legislatif maupun anggota Partai Politik untuk mengawal proses perbaikan di internal penegak hukum ketimbang memberikan tuduhan-tuduhan yang tidak beralasan dalam proses penegakan hukum yang dilakukan KPK.(OL-5)
Berkat kolaborasi tersebut, Bapenda Kabupaten Bekasi sepanjang 2024 berhasil menagih pajak mencapai Rp83 miliar
Presiden Prabowo Subianto meneken Perpres Nomor 66 Tahun 2025 tentang Pelindungan Negara terhadap Jaksa dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Kejaksaan Republik Indonesia.
TNI tidak boleh masuk ke dalam substansi penegakan hukum yang dilakukan oleh kejaksaan, karena itu bukan tugas dan fungsinya.
Keterlibatan TNI dalam pengamanan kejaksaan hanya dapat dilakukan dalam situasi tertentu. Bukan sebagai pengamanan yang bersifat rutin atau melekat setiap hari.
Penempatan jumlah prajurit TNI bakal menyesuaikan kebutuhan masing-masing satuan kejati dan kejari.
Ketua Komisi I DPR Utut Adianto merespons soal kebijakan pengamanan oleh prajurit TNI untuk Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari).
Pemilu adalah proses demokrasi yang diselenggarakan sedemikian rupa dengan anggaran tidak sedikit dan harus dijaga integritasnya.
Banyak niat jahat yang disepakati hakim terjadi, berdasarkan uraian vonis yang dibacakan.
Dalam kasus ini, jaksa menuduh Hasto melakukan perintangan penyidikan dan dituntut 7 tahun bui.
INDONESIA Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar penggeledahan terkait kasus korupsi dugaan korupsi proyek pembangunan jalan Sumut.
ICW heran dengan langkah majelis hakim Pengadilan Tipikor yang menjatuhkan hukuman terhadap mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar lebih rendah dari tuntutan JPU
Zarof Ricar divonis hukuman penjara 16 tahun karena terbukti bersalah terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Vonis berdasar pertimbangan usia dan masalah kesehatan itu dinilai ringan
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved