Headline
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
SALAH satu dalil yang dimohonkan BPN Prabowo-Sandi terkait pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif (TSM) dianggap keliru. Seharusnya, pembuktian tersebut ditangani oleh Bawaslu.
"Telah terang pelanggaran administrasi yang bersifat TSM ada di kewenangan Bawaslu. Jika terjadi pelanggaran TSM, hal itu harus sudah terselesaikan di MK," ujar Hakim Mahkamah Konstitusi Manahan Malontinge Pardamean Sitompul saat persidangan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (27/6).
Manahan mengatakan sanksi pelanggaran TSM juga sudah diatur dalam peraturan Bawaslu. Namun, laporan mengenai pelanggaran TSM tidak sampai di Bawaslu.
"MK hanya dapat mengadil perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU)," ucap Manahan.
Baca juga: Dugaan Intimidasi Berbaju Putih, MK: Dalil tidak Relevan
Manahan menyampaikan ada kekeliruan pada proposisi argumentasi yang seolah tidak ada jalur hukum untuk membuktikan pelanggaran tersebut. Karena Bawaslu dinyatakan sebagai pihak yang mampu membuktikan pelanggaran TSM itu.
"Secara substantif, telah tersedia jalur hukum meski itu bukan dilaksanakan mahkamah oleh karena proposisi argumentasi pemohon keliru. Maka konklusi itu pelanggaran azas jujur dan adil dan azas demokrasi menjadi keliru," ujar Manahan.(medcom.id/OL-5)
Tim dari Kemendagri, lanjutnya, melakukan pengecekan dan survei ke lapangan sebagai upaya penyelesaian sengketa. Menurutnya itu sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Putusan MK soal kewenangan Bawaslu memutus pelanggaran administrasi Pilkada, pembentuk UU dapat segera merevisi UU Pilkada.
Putusan MK Nomor 104/PUU-XXIII/2025 selanjutnya akan dibahas lebih lanjut. Ia mengatakan perlu regulasi yang detail untuk menjalankan putusan MK tersebut.
Titi Anggraini mengatakan putusan tersebut telah menegaskan tidak lagi terdapat perbedaan antara rezim pemilu dengan rezim pilkada.
Semua pihak harus berhati-hati dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.135 tahun 2024 terkait pemisahan pemilu nasional dan lokal.
Titi menekankan DPR harus segera membahas RUU Pemilu sebab putusan MK tidak bisa menjadi obat bagi semua persoalan pemilu saat ini.
Harimurti menambahkan ketidakpastian hukum ini dapat dilihat dari data empiris yang menunjukkan adanya variasi putusan pengadilan dalam memaknai Pasal 31 UU No 24 Tahun 2009.
GURU Besar Ilmu Media dan Jurnalisme Fakultas Ilmu Sosial Budaya UII, Masduki, mengajukan judicial review (JR) terkait UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) pasal 65 ke MK.
DPC FPE KSBSI Mimika Papua Tengah mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) ke MK
PUTUSAN MK No.135/PUU-XXII/2024 memunculkan nomenklatur baru dalam pemilu.
Pemohon, aktivis hukum A. Fahrur Rozi, hadir langsung di ruang persidangan di Gedung MK, Jakarta.
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya menegaskan data pribadi sebagai hak bagi setiap warga negara wajib untuk dilindungi secara maksimal
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved