Headline
Rakyat menengah bawah bakal kian terpinggirkan.
HAKIM Mahkamah Konstitusi (MK) menegur Agus Muhammad Maksum, saksi dari pemohon capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Keterangan Agus dinilai berbelit-belit.
Awalnya, Agus dicecar mengenai jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019 oleh Hakim sekaligus Wakil Ketua MK Aswanto. Namun, penjelasan Agus tidak langsung menjawab substansi pertanyaan majelis. Anggota Hakim MK Saldi Isra menegurnya.
"Kepada saksi ya, jawab apa yang ditanya hakim jangan diberi penjelasan ujung pertanyaan itu. Begitu Anda memberikan penjelasan, seolah-olah Anda menjadi menginterpretasi data yang ada itu," kata Saldi saat persidangan di Gedung MK, Rabu (19/6).
Saldi meminta agar jawaban yang dilontarkan tidak perlu diuraikan. Sebab, majelis hanya membutuhkan jawaban yang konkret dari pertanyaan yang diajukan.
Baca juga: Saksi Prabowo-Sandi tidak Tahu Pasti Kehadiran Pemilih Siluman
"Jangan ditanya A, sampai Z penguraiannya. Jadi kami perlu data konkret dan mulut Anda itu sebagai apa, sebagai saksi agar lebih gampang mengkonfrontir, membuktikan dengan alat bukti yang diserahkan kepada kami. Santai saja," ujar Saldi.
Agus Makmum merupakan saksi fakta pertama yang bersaksi di persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres.
Ia mengaku sebagai anggota timses Prabowo yang bertugas memberikan masukan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) tingkat nasional. Dalam keterangan sebelumnya, ia sempat menyebut mendapat ancaman meski tidak berkaitan dengan perannya sebagai saksi. (Medcom/OL-2)
PUTUSAN Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pelaksanaan pemilu menjadi pemilu nasional dan daerah menuai heboh yang belum berkesudahan.
Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa biaya transportasi LPG 3 kilogram (kg) bukan merupakan obyek pajak. Hal itu ditegaskan MK pada putusannya nomor 188/PUU-XXII/2024.
Fajri menilai proses pemilihan oleh DPR tidak sesuai dengan tata cara pemilihan hakim konstitusi dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK).
Jalan keluarnya antara lain mengkodifikasi semua undang-undang terkait pemilu dan politik ke dalam satu payung hukum tunggal, mungkin melalui metode omnibus law.
Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Feri Amsari menyoroti proses seleksi calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan menggantikan posisi hakim Arief Hidayat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved