Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Kuasa Hukum Ratna Sebut Dakwaan JPU Keliru

Rifaldi Putra Irianto
18/6/2019 12:21
Kuasa Hukum Ratna Sebut Dakwaan JPU Keliru
Ratna Sarumpaet (tengah)(ANTARA/Muhammad Iqbal)

KUASA hukum terdakwa kasus penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet, Insank Nasruddin, menyebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah keliru mendakwa kliennya dengan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946.

"Jaksa Penuntut Umum telah salah menetapkan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946. Tentang peraturan hukum pidana dalam perkara ini," kata Insank dalam sidang Pleidoi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (18/6).

Ia menyebut pasal tersebut sudah dalam waktu yang lama tidak ditetapkan dalam praktik penegakan hukum, karena dalam Undang-undang terkait dengan penyiaran berita bohong sudah ada pegantinya yakni UU Nomor 32 Tahun 2002 serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"Bahwa tindak pidana dalam pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946. Sudah dalam waktu yang lama tidak ditetapkan dalam praktik penegakan hukum, karena dalam Undang-undang terkait dengan penyiaran berita bohong sudah ada pegantinya yaitu tindak pidana dalam pasal 32 tahun 2002," kata Insank.

Baca juga: Ratna Sarumpaet Mengaku Siap Jalani Sidang Pleidoi

Ia juga menjelaskan, secara sistematik, UU Nomor 32 Tahun 2002 serta UU pasal lainnya seharusnya lebih dikedepankan dan tidak lagi menerapkan pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946.

"Secara sistematik Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 serta UU pasal lainnnya seharusnya lebih dikedepankan dan tidak lagi menerapkan pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946. Apalagi bila pasal tersebut ditetapkan dalam suasana masyarakat dengan dikatakan normal dan tidak terjadi suatu kegentingan di tengah masyarakat, " jelasnya.

Ia menegaskan, meski pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 belum dihapus, tidak tepat bila diterapkan pada kasus ini, karena akibat dari berita bohong yang disebar kliennya tidak menyebabkan kegentingan di tengah masyarakat.

"Apabila ia dari segi filosofi pembentukan pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946, adalah untuk menghadapai situasi yang tidak normal yang mengancam ditengah masyarakat oleh karena itu jaksa penuntut unum telah keliru menetapkan pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 dalam perkara ini, " pungkasnya

Insank menganggap keonaran ditengah masyarakat tidak terjadi pada kasus Ratna, melainkan hanya pro dan kontra yang terjadi di media sosial.

"Pro kontra yang dikatakan saksi yang dihadirkan jaksa mengatakan pro kontra terjadi di media sosial. Bagaimana bisa pro kontra yang terjadi di media sosial dianggap sebagai keonaran?" ucapnya. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya