Headline
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.
KUASA hukum terdakwa kasus penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet, Insank Nasruddin, menyebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah keliru mendakwa kliennya dengan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946.
"Jaksa Penuntut Umum telah salah menetapkan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946. Tentang peraturan hukum pidana dalam perkara ini," kata Insank dalam sidang Pleidoi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (18/6).
Ia menyebut pasal tersebut sudah dalam waktu yang lama tidak ditetapkan dalam praktik penegakan hukum, karena dalam Undang-undang terkait dengan penyiaran berita bohong sudah ada pegantinya yakni UU Nomor 32 Tahun 2002 serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Bahwa tindak pidana dalam pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946. Sudah dalam waktu yang lama tidak ditetapkan dalam praktik penegakan hukum, karena dalam Undang-undang terkait dengan penyiaran berita bohong sudah ada pegantinya yaitu tindak pidana dalam pasal 32 tahun 2002," kata Insank.
Baca juga: Ratna Sarumpaet Mengaku Siap Jalani Sidang Pleidoi
Ia juga menjelaskan, secara sistematik, UU Nomor 32 Tahun 2002 serta UU pasal lainnya seharusnya lebih dikedepankan dan tidak lagi menerapkan pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946.
"Secara sistematik Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 serta UU pasal lainnnya seharusnya lebih dikedepankan dan tidak lagi menerapkan pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946. Apalagi bila pasal tersebut ditetapkan dalam suasana masyarakat dengan dikatakan normal dan tidak terjadi suatu kegentingan di tengah masyarakat, " jelasnya.
Ia menegaskan, meski pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 belum dihapus, tidak tepat bila diterapkan pada kasus ini, karena akibat dari berita bohong yang disebar kliennya tidak menyebabkan kegentingan di tengah masyarakat.
"Apabila ia dari segi filosofi pembentukan pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946, adalah untuk menghadapai situasi yang tidak normal yang mengancam ditengah masyarakat oleh karena itu jaksa penuntut unum telah keliru menetapkan pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 dalam perkara ini, " pungkasnya
Insank menganggap keonaran ditengah masyarakat tidak terjadi pada kasus Ratna, melainkan hanya pro dan kontra yang terjadi di media sosial.
"Pro kontra yang dikatakan saksi yang dihadirkan jaksa mengatakan pro kontra terjadi di media sosial. Bagaimana bisa pro kontra yang terjadi di media sosial dianggap sebagai keonaran?" ucapnya. (OL-2)
SEORANG wanita paruh baya dengan paras yang sangat mirip dengan Ratna Sarumpaet membuat ulah di Bali saat Nyepi.
Permohonan pembebasan bersayarat (PB) Ratna diterima dan dikabulkan sehingga Ratna menjalani hukuman selama lebih kurang 15 bulan
Ratna sebelumnya divonis 2 tahun penjara oleh majelis hakil PN Jaksel. Vonis itu jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa, yaitu 6 tahun penjara.
Alasan JPU mengajukan banding ialah putusan majelis hakim yang memberikan vonis kurang dari setengah tuntutan JPU dinilai tidak memberikan efek preventif.
JAKSA Penuntut UmumĀ yang menangani terdakwa kasus berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet juga mengajukan banding atas vonis yang diberikan kepada terdakwa karena dianggap ringan.
Padahal, sehari sebelumnya Ratna menyatakan tidak ingin mengajukan banding dan memilih ingin fokus menulis buku serta menikmati sisa di masa tahanan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved