Headline
Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan
Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah
MENTERI Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyerahkan sepenuhnya penyelesaian perkara hukum yang menimpa mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis TNI AD Mayjen (Purn) Kivlan Zen kepada Korps Bhayangkara. Penyelesaiannya pun sejatinya tetap merujuk regulasi yang berlaku, serta tidak boleh bermuatan politis.
"Saya setuju prosedur apa tapi asal dihormati. Karena dia tentara, jenderal bintang dua. Kalau dia diperlakuan dengan tidak baik, nanti yang lain bisa goyang, bahaya," ujar Ryamizard kepada wartawan seusai menyambangi Kantor PBNU, Jakarta, Jumat (14/6) sore.
Mantan Kepala Staf TNI AD, itu mengaku telah menerima surat permohonan penangguhan yang dikirimkan oleh kuasa hukum Kivlan. Surat serupa kabarnya juga disampaikan kepada Menteri Koordinator Polhukam Wiranto, Panglima Kostrad, dan Danjen Komando Pasukan Khusus TNI AD.
Baca juga: Moeldoko : Pemerintah tidak akan Intervensi Kasus Kivlan Zen
Menurut dia, surat tersebut belum sempat dibaca lantaran terbentur kegiatan di pemerintahan. Namun, Ryamizard menegaskan sudah tahu materi surat tersebut dan sejauh ini belum bisa mengambil sikap atau membalasnya. Kivlan ditetapkan tersangka karena diduga terlibat skenario pembunuhan 4 tokoh nasional dan kepemilikan senjata api.
"Kita lihat, kalau itu masalah yang biasa-biasa saja, harus tolong menolong. Tapi kalau masalah politik ini berat buat saya. Bukan saya tidak mau bantu, karena saya ini orang yang selalu membela prajurit. Saya kadang suka melanggar aturan karena saya membela prajurit. Tapi ini masalah politik dan rada mikir saya."
Ia menegaskan, persoalan politik sangat rumit dan jika salah mengambil langkah justru menjadi bumerang. Oleh karena itu, imbuh dia, lebih baik jika penyelesaian persoalan yang menimpa Kivlan tetap dipercayakan kepada kepolisian.
"Begini, penyelesaiannya sesuai dengan aparat (hukum). Asalkan aparat itu juga tahu Kivlan apa pangkatnya, itu dihargailah. Jangan disamakan dengan penjahat dan lain sebagainya. Tapi proses hukum, ya tetap saja. Kita ini negara hukum," tandasnya. (OL-4)
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengklaim sejak turunnya rezim Presiden Soeharto hingga saat ini pelanggaran HAM tidak pernah terjadi kembali.
Hal itu bukan tanpa alasan ketika Idham Aziz masih menjabat sebagai Kabareskrim, dirinya mengetahui setiap perkembangan kerusuhan 22 Mei.
Hal tersebut bukan tanpa alasan, ketika Idham Aziz masih menjabat sebagai Kabareskrim, dirinya mengetahui setiap perkembangan kerusuhan 22 Mei.
Berdasarkan temuan yang dilakukan Tim Pencari Fakta (TPF), Komnas HAM menyebut penembakan dalam demo ricuh itu bukan dilakukan kepolisian.
Dari 10 orang yang tewas itu, sembilan di antaranya berada di Jakarta dan seorang lainnya di Pontianak, Kalimantan Barat.
Pihak kepolisian menolak hasil rapid assesment oleh Ombudsman RI atas penanganan aksi unjuk rasa dan kerusuhan 21-23 Mei.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved