Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
PRODUSER film Nia Dinata menyunting ulang film dokumenter Tragedi Trisakti 12 Mei 1998 untuk dikenalkan pada penonton milenial. Tujuannya agar kaum muda milenial lebih mengenal sejarah reformasi di Indonesia.
Nia Dinata dalam keterangan persnya saat peluncuran film dokumenter Tragedi Trisakti 12 Mei 1998 di Studio Relawan Jokowi Jalan Surabaya Nomor 3, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (29/3), mengaku prihatin akan terputusnya informasi Tragedi Trisakti 12 Mei 1998 pada kaum muda milenial saat ini. Atas dasar itu ia berupaya menyunting ulang film tersebut.
Nia mencoba membuat film itu lebih baik lagi dengan menampilkan sejumlah sosok untuk bertutur tentang sejarah tragedi Trisakti. Sehingga, kisah dan suasana saat 12 Mei itu lebih mudah dibayangkan oleh kaum milenial.
Baca juga : Film Tragedi Trisakti 1998 Tampilkan Sejumlah Korban
"Perjalanan menuju reformasi itu tidak mudah dan menjadi sejarah pahit negeri ini. Walau pahit, sejarah ini harus tetap diinformasikan pada kaum muda, tidak boleh sampai dilupakan," ujar Nia.
Nia berharap dengan menyunting ulang film dokumenter ini kaum milenial semakin paham dan tetap mengingatkan apa yang pernah terjadi. Dengan demikian mereka menghargai apa yang mereka nikmati sekarang tidak akan mungkin terjadi tanpa pengorbanan empat mahasiswa Universitas Trisakti.
"Ini adalah pencapaian yang mahal yang dibayar dengan nyawa. Tragedi Trisakti tidak boleh terulang lagi,"kata Nia.
Tragedi Trisakti bermula saat aksi dama mahasiswa Trisakti pada 12 Mei 1998 dengan membagikan bunga mawar. Aksi ini sebagai protes atas berkuasanya rezim Suharto selama 32 tahun. Aksi berujung duka, aparat dengan brutal menembaki para mahasiswa yang berdemo tanpa senjata.
Empat orang mahasiswa Trisakti gugur dalam kejadian itu. Mereka adalah Elang Mulia Lesmana, Hafidhin Royan, Hendriawan Sie, dan Heri Hartanto. (X-15)
Warisan otoritarianisme masih tetap dirasakan sampai saat ini. Amnesty International Indonesia menilai, peringatan 27 tahun reformasi justru diwarnai dengan erosi hak asasi manusia (HAM).
Hariman Siregar menyampaikan bahwa pertemuan mereka hari ini memiliki kesamaan tanggal dengan jatuhnya Soeharto dari Presiden ke-2.
Aktivis 1998 dari berbagai kelompok dan daerah akan menggelar Sarasehan Aktivis Lintas Generasi, pada Rabu 21 Mei 2025.
Reformasi yang sudah susah payah dicapai Indonesia pasca 32 tahun Soeharto berkuasa, kini dipaksa putar balik kembali.
Soeharto tidak layak mendapatkan gelar pahlawan nasional karena banyaknya kejahatan yang dilakukan.
Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (Gemas) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Sosial (Kemensos), menolak usulan pemberian gelar pahlawan nasional pada Soeharto
Usman menilai tak sepantasnya Yusril sebagai pejabat pemerintah mengeluarkan pernyataan yang keliru tentang hak asasi manusia.
Peringatan Tragedi 12 Mei menjadi pengingat bahwa ada empat mahasiswa Trisaksti yang gugur saat memperjuangkan reformasi.
Ziarah tersebut merupakan sikap para pejuang reformasi yang menolak lupa atas tragedi berdarah 25 tahun lalu.
UPAYA Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunaikan janji menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di masa lalu dinilai belum maksimal.
Prinsip dasar restorative justice adalah adanya pemulihan pada korban yang menderita akibat kejahatan dengan memberikan ganti rugi kepada korban, perdamian, pelaku melakukan kerja sosial.
“Pernyataan Kepala Staf Kepresidenan RI Dr. Moeldoko, yang memastikan bahwa pemerintah tidak tinggal diam dan tetap menjadikan pelanggaran HAM masa lalu sebagai prioritas."
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved