Headline

Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.

Dewan Kolonel

Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group
23/9/2022 05:00
Dewan Kolonel
Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

DALAM sejarah perebutan kekuasaan di dunia, kolonel memainkan peran penting. Banyak kudeta terhadap pemerintahan yang sah oleh tentara yang dipimpin perwira, bukan jenderal.

Tak kurang dari 60 kudeta militer mewarnai jagat perpolitikan negara-negara di jagat raya. Sebagian besar terjadi Afrika. Kebanyakan dilakukan perwira menengah, ada pula yang dikomandani perwira pertama sekelas kapten.

Siapa yang tak kenal Kolonel Muammar Khadafi. Pemilik nama komplet Muammar Muhammad Abu Minyar Khadafi itu menggulingkan Raja Idris pada 1969. Dia lalu menjadi penguasa Libia selama 42 tahun sebelum tumbang 2011 oleh revolusi Arab Spring.

Siapa yang tak tahu Gamal Abdul Nasser. Dialah yang memimpin kudeta terhadap Raja Farouk pada 1952. Saat itu, Nasser berpangkat kolonel. Dia lalu menjadi penguasa baru, sebagai presiden Mesir, hingga 1970.

Kudeta oleh kolonel di Afrika bahkan belum lama terulang. Kejadiannya pada 5 September 2021 di Guinea. Pelakunya Kolonel Mamady Doumboya yang menggulingkan Presiden Alpha Conde.

Di bumi Amerika Latin, kudeta yang dipimpin kolonel juga marak. Sebut saja Kolonel Fulgencio Batista, pemimpin kudeta terhadap diktator Kuba Gerardo Machado pada 1933. Lainnya, Kolonel Lucio Gutierrez yang menumbangkan Presiden Ekuador, Jamil Mahuad, pada 2000.

Kolonel di Asia Tenggara ogah ketinggalan. Boleh kita ingat Gregorio Ballesteros Honasan atau lebih dikenal Gringo Honasan. Laki-laki yang konon 'tergagah' di Filipina itu mencoba mengudeta Presiden Corazon Aquino pada 1989, tapi gagal.

Di negeri ini, di Indonesia, perwira menengah pernah pula menulis sejarah. Siapa lagi kalau bukan Letkol Untung. Dengan dibantu antara lain oleh Kolonel Latief, dia memimpin pemberontakan G-30-S/PKI pada 1965. Namun, Untung tak beruntung. Untungnya, kudeta itu gagal dan Indonesia tetap menjadi negara Pancasila seperti sekarang.

Setelah sekian lama diam, kolonel kembali unjuk gigi. Kolonel yang satu ini bahkan tak cuma satu. Banyak. Belasan. Mereka juga tak bergerak sendiri-sendiri, tetapi berbarengan, berkelompok. Mereka membentuk Dewan Kolonel.

Namun, tunggu dulu. Mereka bukan tentara beneran. Jangankan kolonel dengan tiga melati di pundak, pangkat kopral pun tiada. Mereka ialah kolonel-kolonelan. Atau setidaknya merasa layak menjadi kolonel.

Meski begitu, soal kekuatan jangan ditanya. Mereka ialah sederet anggota dewan dari Fraksi PDI Perjuangan. Mereka ialah perwira militan partai, juga militan sebagai loyalis Puan Maharani.

Dewan Kolonel dicetuskan Johan Budi dua atau tiga bulan lalu. Awalnya, ia hanya beranggotakan enam orang, tapi kini sudah belasan. Ia juga punya jenderal, yakni Ketua Fraksi PDIP Utut Adianto dan Sekretaris Fraksi Bambang Wuryanto. Jenderal Utut dan jenderal Pacul.

Kalau kolonel-kolonel sebelumnya unjuk kekuatan untuk merebut kekuasan, Dewan Kolonel tidak. Mereka ada, mereka dibentuk, bukan untuk perang adu senjata, melainkan perang pencapresan. Mereka bertugas membuka jalan dan menyiapkan karpet merah buat Puan untuk nyapres.

''Pokoknya, Dewan Kolonel ini adalah satu-satunya dengan tujuan mendukung Mbak Puan di 2024. Tentu kami masih menunggu keputusan Bu Megawati siapa yang akan ditunjuk.'' Begitu penjelasan Johan Budi.

Memang, anggota DPR dari PDIP yang bergabung di Dewan Kolonel baru belasan. Jumlah itu masih jauh ketimbang total 128 anggota dari partai banteng moncong putih.

Memang, ada elite PDIP yang menganggap Dewan Kolonel hanya guyonan, tidak serius, sekadar gimmick. Namun, Dewan Kolonel dibentuk jelas bukan untuk main-main. Sebagai orang politik, setiap langkah politik mereka tentu punya misi dan tujuan politik.

Pembentukan Dewan Kolonel menegaskan pula bahwa Puan tak main-main menyambut hajatan 2024. Dia terus bersiap luar dalam. Di dalam, dia giat memamerkan potensinya dengan beragam cara, sedangkan dari luar, dukungan para loyalis diperkuat.

Soal apakah gerakan-gerakan tersebut melanggar perintah Ketua Umum PDIP, biarlah Bu Mega sendiri yang menilai. Yang pasti, pada Juni lalu, Bu Mega marah luar biasa kepada kader banteng yang bermanuver nyapres. Dia bahkan mengancam memecatnya.

Pembentukan Dewan Kolonel untuk 'mewangikan' Puan juga menjadi penegas bahwa tembok penghalang buat Ganjar Pranowo untuk nyapres dari PDIP semakin tebal. Elektabilitas Ganjar boleh jauh lebih tinggi ketimbang Puan, tapi apalah guna kalau partai tak mau mengusungnya.

Ganjar semakin terpinggirkan. Indikasinya kian kentara ketika dia lagi-lagi tak diundang tatkala Puan selaku Ketua DPP PDIP mengumpulkan seluruh kepala daerah asal PDIP di Semarang, Jateng, Minggu (18/9).

Sekarang atau tidak sama sekali. Itulah kiranya prinsip Puan. Saat inilah kesempatan terbaik untuk berkompetisi di pilpres, atau kesempatan itu tiada lagi. Sama dengan lirik lagu Elvis Presley; tomorrow will be too late...it's now or never....

Bagai buah simalakama. Itulah kiranya yang disajikan untuk Ganjar. Tetap loyal pada partai dengan risiko tak dicalonkan atau pindah partai agar bisa nyapres, tapi dicap pengkhianat, sama sulitnya. Dewan Kolonel pun membuat situasi semakin sulit.



Berita Lainnya
  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?