Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

MK Gugurkan Seluruh Permohonan Sengketa Pilkada Sumatera Utara, Sidang Tak Dilanjutkan

Devi Harahap
04/2/2025 14:36
MK Gugurkan Seluruh Permohonan Sengketa Pilkada Sumatera Utara, Sidang Tak Dilanjutkan
Suasan pembacaan putusan dismissal gugatan sengketa pilkada Sumut.(MI/Devi Harahap)

MAHKAMAH Konstitusi (MK) menyatakan tidak dapat menerima permohonan hasil sengketa Pilkada Sumut 2024 yang diajukan Cagub-Cawagub nomor urut 1, Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala

Hal itu dibacakan Ketua MK Suhartoyo dalam pembacaan putusan dismissal untuk perkara Pilgub Sumut dengan nomor 247/PHPU.GUB-XXIII/2025 di gedung MK pada Selasa (4/2).

“Dalam pokok permohonan menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima. Demikian diputuskan oleh 8 hakim konstitusi,” jelas Suhartoyo.

Pada pertimbangannya, Majelis Hakim Konstitusi menilai pasangan Edy-Hasan Basri yang bertindak sebagai pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan.

Selain itu, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah yang 
membacakan pertimbangan Mahkamah menyatakan bahwa dalil Edy-Hasan yang merasa dirugikan karena bencana alam banjir dan longsor yang melanda Provinsi Sumatera Utara pada hari pencoblosan 27 November 2024, tidak beralasan menurut hukum.

Sebab menindaklanjuti kondisi itu, KPU Sumatera Utara selaku Termohon dinilai telah melaksanakan kewenangannya dengan melakukan pemungutan suara lanjutan (PSL) dan pemungutan suara susulan (PSS) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Pemohon tidak secara rinci menyebutkan TPS mana saja yang terdampak banjir sehingga, tidak dapat dilaksanakan pemungutan dan penghitungan suara pada tanggal 27 November 2024, yang kemudian oleh pemohon diminta untuk dilakukan PSU karena telah ternyata hanya beberapa TPS dari beberapa kecamatan saja yang terdampak banjir dan longsor sehingga tidak dapat melaksanakan pemungutan suara,” jelasnya. 

Menurut Edy-Hasan, pelaksanaan PSL dan PSS tersebut masih menunjukkan rendahnya partisipasi pemilih hingga berdampak pada perolehan suaranya.

Akan tetapi, MK menilai bahwa dalil tersebut bukan kesalahan KPU Sumatera Utara. Mengingat, rendahnya partisipasi pemilih bisa disebabkan dengan berbagai aspek.

“Terkait dengan partisipasi pemilih yang tetap rendah bahkan setelah dilaksanakannya PSL dan PSS, hal tersebut bukanlah merupakan kesalahan/kelalaian Termohon, karena rendahnya partisipasi pemilih dalam suatu kontestasi dapat terjadi disebabkan banyak faktor,” tutur Guntur.

Selain itu, kubu Edy-Hasan dalam gugatannya juga mendalilkan surat suara yang tidak terpakai di sejumlah kabupaten/kota dan kecamatan di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 2.367.833 dan diklaim bahwa surat suara tersebut merupakan surat suara pemilih yang akan memilih mereka.

Lebih lanjut, Kubu Edy-Hasan juga menjumlahkan surat suara yang tidak terpakai tersebut dengan perolehan suara mereka di sejumlah kabupaten/kota tersebut sebanyak 519.013 suara dan hasilnya kemudian dijumlahkan dengan total perolehan suara di Pilgub Sumut 2024 sejumlah 2.009.311 suara.

Akan tetapi, MK dalam pertimbangannya menyatakan sesuai putusan Bawaslu, kubu Edy-Hasan melakukan dua kali penghitungan terhadap perolehan suara mereka di Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Binjai, Kecamatan Kuala, Kecamatan Selesai, dan Kecamatan Tinggi Raja sejumlah 519.013 suara.

Hakim Guntur Hamzah pun menyatakan bahwa dalam persidangan, kubu Edy-Hasan tidak memberikan argumentasi serta bukti yang cukup untuk menguatkan dalilnya.

“Pemohon tidak memberikan argumentasi maupun bukti yang cukup mengapa Pemohon dengan sangat yakin mengklaim bahwa surat suara tidak terpakai tersebut merupakan surat suara yang seharusnya digunakan oleh pemilih yang akan memilih Pemohon,” jelas Guntur.

Pihak Edy Rahmayadi dan Hasan juga mendalilkan dugaan adanya keterlibatan Penjabat Gubernur Sumut Agus Fatoni dalam pemenangan Bobby-Surya. Namun, MK menilai tidak ada bukti kuat mengenai dalil tersebut.

“Pemohon tidak menyampaikan bukti yang cukup sehingga dapat membuktikan adanya perlakuan khusus yang diberikan oleh Penjabat Gubernur Sumatera Utara terhadap Bobby Nasution,” tutur Edy.

Guntur membacakan bahwa jika hal yang didalilkan Pemohon tersebut benar, quod non hal tersebut belum dapat dipastikan surat suara jika dipergunakan akan diberikan untuk pasangan calon yang mana. Oleh karena itu, menurut Mahkamah, dalil Pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum. 

Melalui semua pertimbangan tersebut, MK memutuskan bahwa permohonan Edy Rahmayadi dan Hasan tidak bisa dilanjutkan ke tahap sidang pembuktian atau terhenti.

“Terhadap permohonan a quo, tidak terdapat alasan untuk menunda keberlakuan ketentuan Pasal 158 UU 10/2016 yang berkaitan dengan kedudukan hukum Pemohon sebagai syarat formil dalam mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota di Mahkamah. Dengan demikian, tidak ada relevansinya untuk meneruskan permohonan a quo pada pemeriksaan persidangan lanjutan dengan agenda pembuktian,” kata Guntur. (Dev/I-2) 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Cahya Mulyana
Berita Lainnya