Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KETUA Majelis Hakim Panel 2 Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra meminta KPU dan Bawaslu Sulawesi Selatan menjelaskan secara komprehensif dan detail terkait ditemukannya bukti lebih dari 1,6 juta tanda tangan palsu dalam Pilkada Sulawesi Selatan 2024.
“Jumlah 1 juta itu kan signifikan. Makanya kami ingin penjelasan yang agak komprehensif dari termohon berkaitan dengan ini. Kan di situ itu, pemilih begini dan banyak tanda yang sama dan segala macamnya. Itu yang kami perlukan penjelasannya. Tolong itu jelaskan agak detail,” ujar Saldi dalam sidang Perselisihan Hasil Pilkada (PHP-kada) di Gedung MK, Rabu (22/1).
Saldi menunjukkan kebingungannya mengapa banyak warga di kota Makassar yang dengan mudahnya tidak melakukan tanda tangan saat pemungutan suara berlangsung, menurutnya ini tidak masuk akal.
“Kota Makassar kan bukan kota yang tingkat pendidikannya lebih rendah dari kota lain di Sulawesi Selatan, sama kayak Padang kalau di Sumatera Barat. Masa orang datang memilih tidak tanda tangan dengan jumlah yang banyak itu harus dikasihkan rasionalnya ke kami dengan bukti-bukti yang kuat,” ujar Saldi.
Sementara itu, anggota KPU Sulsel, Ahmad Adiwijaya, menjelaskan bahwa sejumlah TPS memang terjadi penumpukan di satu waktu saat pemungutan suara berlangsung.
“Memang dia jawaban yang kami buat Yang Mulia, memang faktanya di lapangan terjadi beberapa TPS di mana ada penumpukan pemilih yang datang secara bersamaan di waktu tertentu,” ujarnya.
“Pak kalau orang menumpuk datang kan nggak menumpuk datang ke TPS secara langsung kan ke bilik suara itu? Tetap bergilir kan? Ke bilik keluar tanda tangan kan? Apa rasionya orang bisa sebanyak itu tidak tanda tangan?” tanya Saldi.
“Kalau penjelasan dari KPU kabupaten kota, apa yang disampaikan di jawaban bahwa memang..,” kata Ahmad yang dipotong Saldi.
Saldi pun menanyakan hal yang sama kepada Bawaslu, yakni bagaimana bisa pemilih yang datang ke TPS tidak tanda tangan. Namun, anggota Bawaslu Sulsel Mardiana Rusli justru menjelaskan penyebab suara tidak sah.
“Izin Yang Mulia kami melakukan pengawasan di 14.548 se-Sulsel dan Kota Makassar dari hasil laporan pengawasan yang kami terima dari pengawas TPS sebenarnya penyebab dari suara tidak sah dan sah adalah variatif yang pertama adalah keliru mencoblos, yang kedua adalah salah kertas suara yang rusak,” jawab Mardiana.
“Ini yang saya tanyakan ada orang datang mencoblos tidak tanda tangan dan jumlahnya banyak dan itu sebagiannya di Kota Makassar apa yang bisa ibu jelaskan sebagai pengawas?” cecar Saldi.
Mardiana mengatakan terdapat alasan beragam dari kasus tersebut. “Di beberapa TPS sebenarnya variatif kasusnya misalnya ada TPS yang terjadi pemilih datang kemudian mencatatkan dalam daftar hadir. Tetapi dia kembali lagi sehingga pada saat selesai pemungutan suara itu tidak menggunakan hak pilihnya,” ujarnya.
“Kedua, rata-rata kita temukan informasi adanya perlakuan pengawas KPPS yang tidak memberikan ruang kepada pemilih jika dia tidak membawa C pemberitahuan meski membawa KTP elektronik,” sambung Mardiana.
Rupanya jawaban Mardiana tak memuaskan Saldi. “Bu, kalau kita mengawasi itu orang keluar dari bilik suara masukkan hasilnya ke kotak suara, kemudian kan dikasih tinta, tanda tangan kan, sebelumnya tanda tangan kan. Nah ini kan jadi aneh masa belum tanda tangan sudah dikasih masuk bilik suara?" tanya Saldi.
“Sebelum tanda tangan dipersilakan antrean duduk di yang sudah disediakan,” jawab Mardiana.
“Iya, kalau sebanyak itu apa yang bisa ibu jelaskan sebagai pengawas? Kalau satu dua orang tidak tanda tangan make sense mungkin lupa, tapi kalau segerombolan orang nggak tanda tangan apa yang bisa menjelaskan ini?” ujar Saldi.
Menyikapi jalannya persidangan, Juru Bicara Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan nomor urut 1, Moh Ramdhan Danny Pomanto - Azhar Arsyad (DIA), Asri Tadda, optimistis akan memenangi gugatan di MK.
“Alhamdulillah, kita sudah mengikuti jalannya sidang. Terlihat bahwa pihak termohon, dalam hal ini KPU Sulsel, termasuk juga Bawaslu Sulsel, begitu sulit menjelaskan soal fakta pemilih tanpa tanda tangan atau tanda tangan pemilih yang dipalsukan,” ujar Asri.
Diketahui, gugatan utama pasangan DIA ke MK berkisar pada dugaan tanda tangan palsu yang tersebar di setiap TPS se-Sulawesi Selatan. Dugaan ini, menurut Asri, berawal dari pembatasan partisipasi pemilih melalui berbagai cara, termasuk tidak mendistribusikan seluruh undangan memilih kepada wajib pilih.
“Pemilih yang tidak hadir ke TPS digunakan hak pilihnya oleh oknum KPPS untuk mencoblos pasangan tertentu dan membubuhkan tanda tangan palsu atas nama pemilih tersebut. Ini terjadi secara terstruktur dan masif,” ungkap Asri.
Tim Danny-Azhar menemukan dugaan tanda tangan palsu yang jumlahnya mencapai 90 hingga 130 per TPS. “Kalau dirata-rata, kami dapatkan sekitar 110 tanda tangan palsu per TPS dari total 14.548 TPS di Sulsel. Dengan demikian, terdapat 1.600.280 tanda tangan palsu,” jelasnya.
Asri menyebut bahwa dugaan kecurangan yang sifatnya terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) pada Pilgub Sulsel 27 November 2024 lalu dapat dilihat melalui dua pendekatan.
Pendekatan pertama adalah melalui analisis selisih partisipasi pemilih. Berdasarkan temuan tim DIA, rata-rata hanya 50% dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang menerima undangan memilih.
“Kami juga menemukan rata-rata 9 orang per TPS tidak hadir mencoblos karena persoalan jarak. Itu sekitar 1,96% dari total DPT,l ujar Asri.
Dari data ini, tim DIA menghitung total realisasi pemilih sebesar 48,04%, jauh lebih rendah dari angka partisipasi versi KPU Sulsel sebesar 71,8%.
“Dengan selisih ini, terdapat 23,76% suara tak bertuan, atau sekitar 1.587.360 suara dari total 6.680.807 DPT di Sulsel,” paparnya.
Pendekatan kedua adalah dugaan tanda tangan palsu. Dengan temuan rata-rata 110 tanda tangan palsu per TPS, jumlah total mencapai 1.600.280. Kedua pendekatan ini katanya, memberikan hasil yang hampir serupa, yaitu 1.587.360 suara tak bertuan dan 1.600.280 tanda tangan palsu.
“Dari temuan tim hukum DIA ini, dapat disimpulkan bahwa pasangan Danny-Azhar adalah pemenang sesungguhnya dari Pilgub Sulsel,” kata Asri.
Menurutnya, jika suara "siluman" tersebut dikurangi dari perolehan pasangan nomor urut 2, maka pasangan DIA unggul secara signifikan.
“Pasangan 02 memperoleh 3.014.255 suara, tetapi setelah dikurangi suara siluman, hanya tersisa 1.587.360. Sedangkan pasangan DIA memperoleh 1.600.029 suara. Jadi jelas, kami adalah pemenang sesungguhnya,” tegasnya. (DEV)
HAKIM Konstitusi Saldi Isra berkelakar kepada peserta sidang gugatan sengketa hasil Pilkada Serentak 2024 soal efisiensi anggaran. Saldi meminta kepada peserta sidang untuk mematikan
Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK) Heru Setiawan menjelaskan kebijakan efisiensi anggaran berdampak pada penanganan perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah 2024
MAHKAMAH Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan lanjutan untuk sengketa Pilkada Kabupaten Banggai dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dan ahli
MANTAN Ketua DKPP RI, Muhammad menyatakan KPU setempat melakukan pelanggaran administrasi terhadap penetapan pencalonan wakil gubernur nomor urut 1 Yermias Bisai.
Calon kepala daerah yang masih melaksanakan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilkada 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) tak akan mengikuti retret di Akmil Magelang
Kualitas Pilkada Provinsi Bangka Belitung dinilai berjalan buruk karena terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Provinsi Kepulauan Bangka Belitung di berbagai TPS
Juru bicara DIA (Danny Azhar), Asri Tadda menyebut tim hukumnya menemukan tandatangan palsu mencapai 90 hingga 130 tandatangan palsu di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved