Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
INDONESIA saat ini berada dalam situasi yang mengkhawatirkan terkait penurunan jumlah masyarakat kelas menengah yang menjadi indikator penting dalam agenda keberlangsungan ekonomi negara. Bila ditelisik lebih jauh, penurunan ini bukan sekadar persoalan daya beli yang menurun, tetapi ketidakseimbangan struktural dalam perekonomian nasional.
Di lain aspek, pertumbuhan ekonomi secara agregat masih menunjukkan angka positif. Ketidakmerataan distribusi manfaat ekonomi semakin terlihat jelas.
Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini melaporkan, tren penurunan kelas menengah terkait dengan inflasi yang terus meningkat, naiknya harga kebutuhan pokok, serta dampak jangka panjang dari pandemi. Dinamika ekonomi tersebut memaksa banyak keluarga yang sebelumnya berada dalam kategori kelas menengah terdesak turun kelas. Hal ini menandai rapuhnya ketahanan ekonomi rumah tangga di tengah situasi yang dinamis dan rentan.
Baca juga : Kelompok Masyarakat Kelas Menengah kian Susah
Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan mencapai 5% pada 2024, tidak semua sektor ekonomi masyarakat dapat merasakan manfaat dari pertumbuhan tersebut. Gejala yang cukup terlihat, yakni ketimpangan ekonomi keluarga yang semakin mencolok, ketika hanya sektor-sektor tertentu yang menikmati hasil dari kebijakan ekonomi.
Sektor ekonomi lain, seperti industri dan perbankan terus berkembang, sebagian besar masyarakat di sektor informal justru tertinggal dan mengalami penurunan kualitas hidup. Lantas, apa langkah pemerintah? Apakah pemerintah telah turun tangan dalam mengatasi problem ini?
Penulis melihat gejala ini sebagai bentuk kegagalan pemerintah dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang merata. Artinya, kebijakan ekonomi seharusnya bukan saja concern pada ekonomi makro yang tidak efektif, tetapi juga lemahnya perencanaan kebijakan fiskal yang menyasar kelompok-kelompok rentan. Soalnya, tanpa redistribusi pendapatan yang lebih adil dan humanis, kelas menengah akan terus mengalami penurunan dan ketimpangan sosial akan semakin melebar.
Baca juga : Lebaran, Masyarakat Kelas Menengah Bawah Masih Tetap Tertekan
Fenomena kesenjangan sosial yang terus meluas tidak terlepas dari meningkatnya kesenjangan sosial di Indonesia. Stagnasi dan peningkatan gini ratio dalam beberapa tahun terakhir memperlihatkan distribusi pendapatan masih jauh dari kata adil, sejahtera, dan merata.
Gejala tersebut menciptakan jurang yang lebar antara kelas atas dan bawah, antarkaya dan miskin. Padahal, kelas menengah dalam banyak pendapat pakar ekonomi Indonesia bahkan dunia merupakan tulang punggung stabilitas ekonomi nasional. Sayangnya, di Indonesia kelas menengah ini 'babak belur' akibat strategi ekonomi yang kurang tepat.
Kondisi ini menunjukkan persoalan fundamental dalam kebijakan sosial dan ekonomi pemerintah yang tidak mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Program-program bantuan sosial yang ada, meskipun bertujuan baik, sering kali gagal menjangkau masyarakat kelas menengah yang rentan. Selain itu, birokrasi yang rumit dan distribusi yang tidak merata semakin memperburuk efektivitas kebijakan itu. Kebijakan ekonomi dan sosial yang inkonsisten menjadi salah satu penyebab semakin dalamnya ketimpangan sosial yang terjadi.
Baca juga : Lihat Gibran Rakabuming Raka di Debat Kedua, Masyarakat Kelas Atas Ubah Pilihan
Lalu, bagaimana menyusun kebijakan yang efektif guna menjawab masalah tersebut. Tentu, dalam menghadapi situasi ini, pemerintah tidak bisa hanya bergantung pada pertumbuhan ekonomi. Perlu ada reformasi kebijakan yang bertujuan mengurangi kesenjangan sosial.
Peningkatan akses pendidikan berkualitas, pelatihan kerja yang relevan mix and match antara lulusan kuliah dengan kualifikasi pekerjaan, pasar kerja yang sangat terbatas mengharuskan kita berkompetisi dan mengasah skill sesuai dengan kebutuhan, serta dukungan penuh terhadap sektor UKM dan informal harus menjadi prioritas. Lebih dari itu, diperlukan pembenahan pada sistem perpajakan agar lebih progresif dan berkeadilan, sehingga redistribusi kekayaan dapat berjalan secara lebih efektif.
Kondisi ini memerlukan respons yang cepat dan tepat. Jika penurunan kelas menengah tidak segera ditangani, Indonesia berisiko mengalami masalah yang lebih besar, seperti instabilitas sosial dan ekonomi. Kesenjangan sosial yang semakin lebar bukan hanya akan melemahkan daya saing, tetapi juga mengancam integritas sosial masyarakat secara keseluruhan.
Dengan kebijakan yang berorientasi pada pemerataan dan keberlanjutan, Indonesia masih memiliki peluang besar untuk terus tumbuh secara berkelanjutan. Namun, hal itu harus dibarengi dengan upaya menekan ketimpangan sosial dan memastikan bahwa masyarakat kelas menengah tetap menjadi pilar kekuatan ekonomi nasional. Tanpa kebijakan yang tepat, penurunan kelas menengah ini dapat menjadi sinyal awal dari masalah yang lebih besar dalam struktur ekonomi dan sosial Indonesia di masa mendatang.
Fakta bahwa minyak goreng sempat langka selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan adalah bukti adanya masalah serius di sektor tersebut.
Sejak Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA) mulai berlaku, perdagangan antara kedua negara telah berlipat ganda, mencapai A$35,4 miliar pada 2024.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Gorontalo pada triwulan II-2025 terhadap triwulan II-2024 (y-on-y) tumbuh sebesar 5,14 persen
DIREKTORAT Jaminan Produk Halal (JPH) dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 33 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama.
LOGISTIK adalah nadi perekonomian yang menggerakkan perdagangan, menyambungkan daerah, dan memastikan roda industri terus berputar. Namun di Indonesia,
GUBERNUR DKI Jakarta Pramono Anung mengenang sosok almarhum Kwik Kian Gie sebagai ekonom yang konsisten berpihak kepada rakyat dan tidak pernah lelah memperjuangkan kepentingan publik
GUBERNUR DKI Jakarta Pramono Anung menyebut warga yang berada pada golongan kelas menengah atas di Jakarta semakin kaya saat ini. Gini Ratio Meningkat,
Pemerintah didorong untuk menginisiasi kebijakan yang bisa mendukung penciptaan lapangan kerja. Hal itu dinilai lebih baik dan krusial ketimbang menjalankan program Bantuan Subsidi Upah.
Apindo mendorong pemerintah fokus pada program jangka pendek, di antaranya mendorong stimulus konsumsi yang tepat sasaran, khususnya bagi kelas menengah.
Fenomena duck syndrome menggambarkan kondisi ketika seseorang tampak tenang di permukaan tetapi sebenarnya sedang berjuang keras di bawah tekanan yang berat.
EKONOM UGM, Wisnu Setiadi Nugroho, menyebutkan angka kemiskinan di Indonesia menunjukkan penurunan.
Penyebab terjadinya fenomena makan tabungan (mantab) adalah karena pertumbuhan pendapatan yang sangat tipis yang dibarengi kenaikan harga barang kebutuhan sehari-hari
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved