Headline
RI-AS membuat protokol keamanan data lintas negara.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
KETUA Umum Asosiasi Penguaaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani memandang capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,87% (yoy) pada kuartal I 2025 sebagai sinyal perlambatan yang harus dicermati dengan seksama. Ia menilai, angka ini tidak hanya lebih rendah dibanding capaian pada periode yang sama tahun lalu (Q1 2024: 5,11%) dan kuartal sebelumnya (Q4-2024: 5,02%), tetapi juga berada di bawah ekspektasi konsensus pasar sebesar 4,91%.
"Ini menjadikannya pertumbuhan kuartalan terlemah sejak kuartal III 2021. Meskipun masih berada dalam kisaran target Bank Indonesia (4,7%–5,5%), capaian ini masih di bawah target pemerintah sebesar 5,2% untuk tahun 2025," ucap Shinta saat dihubungi, Selasa (6/5).
Dari perspektif dunia usaha, sambung Shinta, angka pertumbuhan ini merefleksikan adanya indikasi pelemahan nyata di sektor riil.
Sektor manufaktur, misalnya, sebagai motor pertumbuhan ekonomi menunjukkan kontraksi yang cukup signifikan. Skor PMI Indonesia pada April 2025 anjlok ke 46,7 yang merupakan level terendah sejak Agustus 2021. Skor itu menunjukkan penurunan tajam aktivitas produksi dan permintaan terhadap pesanan baru.
Bersamaan dengan itu, survei Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga mengindikasikan melemahnya optimisme industri, dengan penurunan persentase pelaku usaha yang merasa kondisi usaha mereka membaik, yaitu 26,2% di April 2025 dibandingkan 31,1% pada Maret 2025.
Kondisi ini, lanjut Shinta, juga tecermin di pasar tenaga kerja. Lonjakan Pemutusan Hak Kerja (PHK) pada Februari 2025 yang naik signifikan baik secara bulanan (mtm) maupun tahunan (yoy), serta naiknya proporsi pekerja informal ke atas 60%, menandakan tekanan yang nyata di sektor riil.
"Ketika sektor padat karya terpukul, daya beli pun ikut tergerus. Apalagi, data BPS juga mencatat bahwa konsumsi rumah tangga, kontributor utama pertumbuhan ekonomi, meskipun masih tumbuh, tetapi cenderung melambat," tuturnya.
Hal yang lebih mengkhawatirkan menurut Shinta adalah ruang fiskal yang kini justru menyempit. Belanja pemerintah yang seharusnya menjadi penyangga di tengah perlambatan konsumsi malah mengalami kontraksi -1,38% (yoy) pada kuartal I 2025. Ini mengindikasikan bahwa realisasi belanja, termasuk belanja modal, belum optimal untuk mendorong permintaan domestik.
Apindo memandang ada beberapa hal perlu menjadi fokus pemerintah dalam jangka waktu dekat. Di antaranya adalah mendorong stimulus konsumsi yang tepat sasaran, khususnya bagi kelas menengah yang selama ini menjadi motor pertumbuhan.
"Percepat realisasi belanja pemerintah di semester I untuk proyek-proyek padat karya dan infrastruktur skala menengah yang bisa memberi efek pengganda terhadap penciptaan lapangan kerja dan permintaan lokal. Selain itu, pulihkan daya saing industri manufaktur melalui deregulasi dan insentif yang terarah. Fokus pada penyederhanaan izin, penyelesaian masalah ketersediaan bahan baku, dan penguatan akses pasar ekspor, termasuk optimalisasi manfaat FTA dan CEPA yang selama ini belum termanfaatkan oleh sebagian besar pelaku usaha," tegas Shinta.
Apindo mendorong agar semangat Indonesia Incorporated dijadikan pijakan utama, saat pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat bersatu untuk bersama-sama memikirkan solusi atas berbagai tantangan bangsa untuk menciptakan ekonomi yang lebih resilient dan berdaya saing tinggi ke depan. (Fal/E-1)
Pemerintah didorong untuk menginisiasi kebijakan yang bisa mendukung penciptaan lapangan kerja. Hal itu dinilai lebih baik dan krusial ketimbang menjalankan program Bantuan Subsidi Upah.
Fenomena duck syndrome menggambarkan kondisi ketika seseorang tampak tenang di permukaan tetapi sebenarnya sedang berjuang keras di bawah tekanan yang berat.
EKONOM UGM, Wisnu Setiadi Nugroho, menyebutkan angka kemiskinan di Indonesia menunjukkan penurunan.
Penyebab terjadinya fenomena makan tabungan (mantab) adalah karena pertumbuhan pendapatan yang sangat tipis yang dibarengi kenaikan harga barang kebutuhan sehari-hari
Menurut dia, memang dampaknya temporer di waktu Ramadhan dan Lebaran saja. Pasca itu, biasanya daya beli akan kembali terkoreksi.
Ketua Apindo Shinta Widjaja Kamdani merespons permintaan Amerika Serikat (AS) soal barang impor bebas penetapan tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Ia menegaskan relaksasi mesti selektif
KETUA Umum Asosiasi Ritel Indonesia (Aprindo), Solihin mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan penurunan harga jual beras premium sebesar Rp200 per kilogram.
Apindo memperkirakan masih ada peluang bagi Indonesia untuk menegosiasikan penurunan tarif dari Amerika Serikat secara lebih lanjut.
Apindo dan Kemenperin Minta Gubernur Kaji Ulang Larangan AMDK di Bal
Sektor tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, furnitur, serta perikanan diproyeksikan sebagai penerima manfaat utama dari peningkatan akses pasar ke Eropa.
Apindo menekankan pentingnya menjaga posisi tawar Indonesia agar tidak dipukul rata dengan negara-negara BRICS lainnya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved