Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
PILIHAN politik setiap warga negara tentu berbeda-beda, beragam sesuai hati nurani, atau sejalan dengan kepentingan setiap orang. Pengurus dan kader partai sekali pun bisa berubah. Lantas, apa yang mendasari kader pindah partai politik (parpol). Apa pula yang menyebabkan kader parpol mendukung capres yang tak sesuai dengan keputusan parpol.
Fenomena ini muncul setelah beberapa parpol memutuskan mendukung capres 2024. Bahkan menjelang pendaftaran capres 2024 akan terus bertumbuh mengikuti ritme dinamika politik nasional.
Jika mencari tahu alasan kader parpol mengundurkan diri tentu beragam. Juga apa alasan kader parpol mendukung capres yang tak seirama dengan keputusan parpol? Secara tersirat dasarnya karena adanya perbedaan pandangan politik. Dengan berbagai syarat dan rujukan yang berbeda pula.
Seperti yang dilakukan beberapa pengurus NasDem yang mengundurkan diri setelah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres 2024. Di antaranya Andreas Acui Simanjaya dari Kalimantan Barat dan Niluh Djelantik (kompas.com, 4/10/2022).
Saat itu publik heboh. NasDem menjadi partai yang diolok-olok. Bahkan banyak warganet yang mengatakan tamatlah riwayat partai yang mengusung restorasi tersebut. Fakta berkata lain. Semakin banyak masyarakat yang simpatik. Bahkan banyak yang bergabung menjadi anggota partai besutan Surya Paloh tersebut.
Setelah kejadian tersebut, fenomena kader pindah parpol semakin mengalir drastis. Dramatis sekaligus mempertontonkan politik pragmatis. Semacam fenomena suporter sepak bola. Ke mana sang idola berlabuh, ke sana juga dukungan dialihkan.
Politik seperti itu membuktikan bahwa politik itu dinamis. Tidak ada yang abadi. Berkembang berdasarkan suka atau tidak suka. Jika suka tetap bertahan. Jika tidak, akan mundur dan pindah dukungan.
Yang menjadi sorotan dan perbincangan publik saat ini soal dukungan capres yang tak sesuai pandangan politik beberapa kader parpol. Sebagaimana diketahui beberapa kader PSI mundur setelah jajaran pimpinan partai tersebut menyatakan dukungan kepada Prabowo Subianto.
Kemudian aktivis 98 Budiman Sudjatmiko dari PDI Perjuangan. Yang secara tersirat mendukung Prabowo Subianto. Mungkin karena itu, Budiman Sudjatmiko dan politisi senior Effendi Simbolon tak masuk daftar calon sementara (DCS) caleg DPR RI untuk Pemilu 2024 dari PDI Perjuangan, sebagaimana dilaporkan bisnis.com (20/8).
Namun belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan kedua politisi tersebut tidak masuk DCS caleg PDI Perjuangan. Belakangan Budiman Sudjatmiko yang dikenal sebagai politisi kritis dari rahim PDI Perjuangan itu mendukung capres dari Gerindra. Budiman tentu punya pertimbangan dan rasionalitas pemikiran yang bisa dipertanggung jawabkan.
Keputusan mereka adalah final. Tak boleh ada yang mengintervensi. Karena politik itu soal hati nurani. Demikian juga dalam mendukung capres. Setiap orang punya alasan beragam. Budiman Sudjatmiko sebagai aktivis sekaligus kritikus bernaluri intelek tentu mempunyai alasan yang sangat akurat. Kita menghormati setiap keputusan setiap warga negara dalam menentukan pilihan politik.
Namun yang menjadi sorotan publik mengapa kader sekelas Budiman Sudjatmiko berbeda. Tak sejalan dengan keputusan parpol, yang mana PDI Perjuangan menjagokan kadernya Ganjar Pranowo sebagai capres 2024. Apa yang salah dengan PDI Perjuangan?
Padahal, PDI Perjuangan merupakan partai yang sudah sangat berpengalaman. Sudah teruji. Baik sebagai oposisi maupun sebagai partai yang memimpin jalannya roda pemerintahan secara khusus di era kepemimpinan Presiden Jokowi. Yang tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi mencapai 81,9% sebagaimana hasil survei LSI yang dirilis pada Selasa (11/7).
Secara nalar politik kejadian seperti ini memang sesuatu yang mustahil. Karena hanya dalam hitungan hari kader bisa mengundurkan diri. Berbeda dukungan. Apa yang salah dengan parpol? Tapi, apa yang dilakukan kader parpol tersebut merupakan sebuah kelaziman dalam politik. Sesuatu yang biasa dalam demokrasi.
Contoh ini mengkonfirmasi, bahwa kader tak selamanya setia pada parpol. Tergantung kepentingan masing-masing. Namun, yang mengundurkan diri atau berpindah tidak serta-merta mengurangi eksistensi partai tersebut. Tidak menimbulkan dampak negatif. Bahkan sebaliknya, kader tersebut belum tentu dapat tempat atau bisa berkembang di partai baru. Atau setelah mendukung capres tertentu.
Evaluasi parpol
Apa yang bisa kita refleksikan dari fenomena seperti ini? Yang pasti parpol yang merupakan katalisator demokrasi harus berani memberi catatan kritis. Mengevaluasi secara internal. Yang paling penting bagaimana menguji loyalitas dan kestiaan semua kader. Sebab parpol adalah instrumen demokrasi, yang menjadi contoh bagi rakyat.
Parpol mempunyai aturan main berdasarkan AD dan ART. Jalurnya ada di sana sehingga berbagai dinamika yang terjadi tentu bisa diatasi berdasarkan aturan berlaku. Namun, fenomena di atas juga memberi autokritik kepada parpol. Menguji kesetiaan dan loyalitas kadernya. Sejauh yang saya amati berbagai parpol yang mengetahui kadernya tak loyal langsung diberi tindakan tegas. Itu keputusan final yang harus dihormati.
Tapi ke depan parpol harus benar-benar membuat instrumen lain. Misalkan buat semacam perjanjian kader berupa pakta integritas. Harus mengikuti apa pun keputusan partai. Hal ini bertujuan agar publik bisa percaya dan menjadikan parpol sebagai lembaga terpercaya yang fokus pada urusan politik. Yang siap menjalankan amanat rakyat sesuai konstitusi.
Parpol adalah rumah bagi kader yang dipersiapkan sebagai pemimpin di berbagai level kepemimpinan. Parpol bukan sekadar ladang untuk merebut kekuasaan. Namun, bagaimana upaya agar kader dari rahim parpol merupakan orang-orang yang secara khusus dididik menjadi kader politik yang setia dan loyal.
Jika ada parpol semacam itu, saya yakin rakyat akan memberi apresiasi. Karena, parpol tersebut menjadi barometer demokrasi. Karena sampai saat ini belum ada satu parpol yang sesuai harapan publik. Semua masih pragmatis. Beberapa contoh KKN yang dilakukan oleh kader parpol merupakan bukti belum berhasilnya parpol melahirkan kader yang berintegritas, loyal dan setia pada semua keputusan partai politik. Karena di parpol mengajarkan hal-hal baik yang tidak bertentangan dengan prinsip hidup berbangsa dan bernegara.
Mengapa hal ini sangat penting? Karena akan berdampak bagaimana seorang kader bisa dipercaya jika diberi amanat mengemban tugas sebagai pejabat publik. Pejabat yang diharapkan rakyat adalah orang-orang yang juga mempunyai integritas, loyal dan setia pada keputusan sesuai aturan. Secara khusus loyal dan setia pada nilai-nilai luhur bangsa yang termaktub dalam Pancasila, UUD 1945, bhinneka tunggal ika dan NKRI.
Megawati kembali mengungkit soal kekalahan Ganjar Pranowo-Mahfud Md dan meyakini bahwa ada kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif
PARTISIPASI pemilih pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Kota Padang tahun 2024 tercatat hanya 49 persen dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT).
KETUA PARA Syndicate Ari Nurcahyo menyebut Pilkada Serentak 2024 merupakan pertarungan antara Prabowo Subianto, Joko Widodo, dan Megawati Soekarnoputri.
Pentingnya kepedulian anak-anak muda terhadap perhelatan pilkada mendatang.
DINAMIKA politik jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 kian panas. Adanya pertemuan antara Joko Widodo dengan salah satu pasangan calon Pilkada Jakarta,
Elektabilitas Rido unggul dari kandidat lain karena pengaruh pemilih Anies Baswedan dan Prabowo Subianto.
Jika PPP ingin kembali eksis, sudah sewajarnya harus membuka diri dengan merangkul semua pihak
ANIES Baswedan turut menjadi salah satu tokoh ternama yang melayat Ibrahim Sjarief Assegaf. Sosok Ibrahim, suami Najwa Shihab meninggal dunia pada Selasa, (20/5) siang.
KABAR Ibrahim Sjarief Asegaf, suami Najwa Shihab meninggal dunia, menjadi perhatian banyak kalangan. Beberapa tokoh ikut melayat seperti Basuki Tjahaja Purnama dan Anies Baswedan.
Cari tahu partai politik Anies Baswedan! Telusuri perjalanan karir politiknya, dari akademisi hingga tokoh publik. Informasi lengkap dan relevan di sini!
Kisah cinta masa muda Anies Baswedan akan segera diangkat ke layar lebar lewat film bertajuk Senyum Manies Love Story.
Cari tahu partai politik yang menaungi Anies Baswedan! Temukan fakta menarik dan perjalanan politiknya di sini.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved