Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
AKHIR-akhir ini kembali terjadi polemik impor beras untuk memenuhi cadangan pangan nasional. Polemik antara yang menentang impor beras yaitu Kementerian Pertanian dan yang mendukung dilakukannya impor beras yaitu Bulog, Badan Pangan Nasional, dan Kementerian Perdagangan.
Beras merupakan komoditas yang bersifat sosial, ekonomi, dan politik yang dapat mempengaruhi stabilitas dan keamanan negara. Bersifat sosial karena beras merupakan bahan pokok utama lebih dari 95% penduduk Indonesia. Bersifat ekonomi karena beras merupakan komoditas dominan yang memberikan andil inflasi. Bersifat politik karena kegagalan produksi beras memicu gejolak sosial politik yang akan berimbas pada rusaknya stabilitas nasional.
Oleh karena itu, ketersediaan dan kecukupan beras harus selalu dijaga, berkelanjutan bahkan harus ditingkatkan. Sebenarnya, Indonesia telah mencanangkan program nasional kedaulatan pangan, mulai dari pemerintahan pertama RI sampai dengan periode Presiden Joko Widodo. Namun demikian, sampai saat ini, pemenuhan beras kebutuhan nasional di Indonesia masih bergantung kepada impor beras, terutama ketika terjadi kegagalan panen akibat anomali cuaca yang tidak dapat diantisipasi oleh petani.
Indonesia belum berhasil mencukupi kebutuhan berasnya dari produksi sendiri. Ketergantungan ini apabila tidak ditelusuri inti permasalahannya, akan membahayakan ketahanan pangan nasional karena pasar beras internasional mempunyai keterbatasan dan tidak stabil sifatnya dikarenakan proses produksi beras bergantung kepada iklim.
Data FAOSTAT (Desember 2014) menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dari lima produsen beras terbesar di dunia, setelah Tiongkok dan India, sebelum Vietnam dan Bangladesh. Data BPS 2010-2015 menunjukkan bahwa Indonesia mengalami surplus beras. Beberapa tahun terakhir ini pun, BPS menyatakan bahwa stok beras kebutuhan nasional mencukupi sehingga dimungkinkan Indonesia tidak melakukan impor beras.
Kondisi itu menyebabkan terjadinya anomali implementasi kebijakan swasembada beras. Di satu sisi Kementerian Pertanian diminta untuk menggenjot produksi beras seluruh Indonesia untuk kebutuhan konsumsi nasional, namun di sisi lain, Kementerian Perdagangan, Bulog, dan Badan Pangan Nasional menyatakan impor beras harus dilaksanakan. Hal ini menimbulkan suatu pertanyaan, fenomena apakah yang sedang terjadi? Mengapa hal ini bisa terjadi? Kontestasi kepentingan ekonomi politik apa yang terjadi dan apakah ada praktik rente ekonomi dan rent seeking di dalamnya?
Masalah pokok anomali
Terjadinya dinamika pro dan kontra impor beras mengindikasikan bahwa setiap pelaku yang berkepentingan terkait perberasan, punya kepentingan yang ditransformasikan menjadi sebuah kebijakan. Kebijakan impor beras yang dilakukan Indonesia menciptakan sebuah perdebatan antara pro dan kontra impor beras. Dengan mempertimbangkan arti pentingnya komoditas beras dan berbagai persoalan yang menyertai, selayaknya dilakukan pencermatan permasalahan yang menyebabkan mengapa Indonesia tidak kunjung jua mencapai swasembada beras.
Apabila kita merunut dari berbagai fenomena yang ada, permasalahan-permasalahan yang terjadi dapat dibagi menjadi lima kelompok masalah. Pertama, adanya asimetris basis data mengenai data ketersediaan pasokan beras konsumsi nasional antara Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, BPS, dan Bulog. Asimetris basis data ini sering dijadikan alasan dilegalkannya impor beras konsumsi nasional.
Asimetris basis data ini disinyalir mengandung muatan kontestasi kepentingan antara kementerian/lembaga yang menangani perberasan, sehingga menyebabkan terjadinya anomali implementasi kebijakan swasembada beras. Sebenarnya asimetris basis data ini tidak perlu terjadi apabila kita betul menerapkan UU No. 16/1997 dan PP No. 51/1999 yang menyebutkan bahwa 'pengelolaan dan penyajian data Kementerian/Lembaga, merupakan wewenang dari BPS'.
Dengan begitu apabila terjadi ketidaksinkronan data ketersediaan beras konsumsi nasional, BPS yang bertanggung jawab. Sebenarnya, kebijakan satu basis data sudah diterapkan di era Presiden Soeharto dan itu terbukti mujarab dengan keberhasilan BPS ala Formula Azwar Rasyid (23 Juli 1988) terkait penghitungan cadangan beras nasional. Kementerian/lembaga terkait perberasan pun mampu mengantisipasi kekurangan persediaan/stok konsumsi nasional akibat panen gagal yang menyebabkan paceklik.
Kedua, adanya konflik regulasi terkait perberasan antara kementerian dan lembaga yang menangani perberasan. Konflik regulasi terjadi karena adanya benturan regulasi antar kementerian/lembaga, regulasi yang tumpang tindih dan tidak terkoordinir, sehingga dalam implementasinya menimbulkan anomali implementasi kebijakan swasembada beras.
Kasus konflik regulasi ini terjadi pada penerapan impor beras konsumsi nasional yang tidak melibatkan kesepakatan Kementerian Pertanian. Permendag No 1 Tahun 2018 Pasal 17 menyebutkan bahwa impor beras konsumsi nasional dilakukan setelah mendapat dokumen rekomendasi Kementerian Pertanian perihal adanya panen raya.
Konflik regulasi lain berupa banyaknya lahan persawahan yang beralih fungsi menjadi lahan komersil, yang mana penerapan kebijakan ini menyalahi UU No 18 Tahun 2012, Pasal 12 dan Pasal 18 yang menyebutkan bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mempunyai tugas mengawal ketersediaan beras konsumsi nasional dan bertanggung jawab atas ketersediaan lahan persawahan di wilayah masing-masing. Juga menyalahi UU No 41 Tahun 2009 terkait Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan.
Penerapan kebijakan konversi lahan persawahan menjadi lahan yang bersifat komersil oleh Pemda apabila dilakukan terus menerus, mengakibatkan semakin berkurangnya lumbung beras provinsi. Ke depan, Indonesia hanya mampu mengakomodir kebutuhan konsumsi beras nasional dari impor beras. Sungguh mengerikan. Indonesia sebagai negara agraria, pangannya bergantung kepada negara lain.
Ketiga, adanya konflik kepentingan antarkementerian/lembaga yang menangani perberasan. Pada konflik ini, ada pihak yang berkontestasi untuk mendapatkan kepentingannya. Hal ini terlihat pada kasus impor beras yang baru saja terjadi ketika Bulog melakukan impor beras di akhir 2022 dari Thailand, Vietnam, Myanmar, dan Pakistan.
Miris memang, seusai menerima penghargaan Lembaga Penelitian Padi Internasional (IIR) berupa apresiasi terhadap keberhasilan Pemerintah Indonesia terhadap pencapaian swasembada beras pada 2019-2021, negeri ini justru melakukan impor beras di akhir 2022. Padahal, menurut hitungan Kementerian Pertanian (Kementan) di 2022, surplus beras mencapai 6,9 juta ton sehingga tidak perlu impor beras. Tetapi faktanya, impor beras di 2022 tetap dilaksanakan oleh Bulog dengan justifikasi memenuhi kebutuhan stok cadangan beras pemerintah (CBP).
Keempat, adanya mafia pangan yang mempunyai kekuatan menyetir kekuasaan. Mafia beras ini sangat kompleks karena melibatkan multiaktor yang bekerja pada multilevel. Kelima, kurang optimalnya Bulog sebagai lembaga logistik yang bertugas sebagai polisi ketahanan pangan. Bulog dengan fungsi ganda sebagai BUMN menjadikan perannya tidak optimal.
Di satu sisi Bulog berperan sebagai BUMN yang harus mendapatkan keuntungan untuk disetorkan kepada negara. Tapi di sisi lainnya, Bulog bertugas menjaga stabilisasi pasokan/stok dan harga beras konsumsi nasional. Posisi ini menjadikan Bulog tidak fokus melakukan tata kelola cadangan beras nasional, sehingga ketika terjadi musim paceklik. Bulog kebakaran jenggot mendapati gudangnya tidak terisi memenuhi ketentuan cadangan beras nasional.
Bulog tidak tanggap terhadap pola surplus/panen ajek berupa Februari-Maret panen raya, dilanjut dengan Juni-September, sementara di enam bulan yang lain terjadi defisit. Pola panen padi bersifat musiman dan produksinya terkonsentrasi di daerah produsen utama padi, sementara konsumennya tersebar di seluruh Indonesia, dan ini menyebabkan posisi CBN bersifat dinamis.
Pengalaman di lapangan, posisi CBN dalam keadaan minimal pada 31 Maret menjelang panen raya. Posisi CBN dalam posisi tertinggi ada pada 30 Juni setelah panen raya. Adapun pada 30 September seharusnya CBN dalam keadaan optimal menghadapi musim paceklik Desember, Januari, dan Februari. Posisi tersebut merupakan posisi yang memberikan rasa aman.
Rekomendasi kebijakan
Terkait dengan permasalahan tersebut, pertanyaan yang harus dijawab adalah 'bagaimana cara melakukan pembenahan implementasi sehingga swasembada beras benar-benar ada, sehingga impor beras konsumsi nasional tidak perlu dilakukan lagi'. Dalam hal ini, Indonesia bisa fokus memperbaiki kualitas dan standar beras yang diproduksi petani sehingga mampu bersaing dengan beras dari negara lain dan ke depan harapannya, Indonesialah yang akan menjadi negara pengekspor beras terbesar dan mampu menjadi lumbung beras dunia.
Ada beberapa langkah strategis yang bisa dilakukan sebagai solusi agar pencapaian swasembada beras di Indonesia benar-benar terwujud. Langkah strategis tersebut yaitu; pertama, menciptakan konsep, kebijakan dan regulator pemerintah dalam rangka meredam kontestasi antar kelompok kepentingan agar dapat diubah menjadi sebuah kekuatan bersama yang konstruktif guna pembangunan ekonomi politik nasional.
Kedua, menciptakan grand strategy meliputi mekanisme pasar, distorsi pasar, kebijakan pemerintah baik eksekutif maupun legislatif, perdagangan internasional terkait perberasan, kompetisi dan pengaturan pemberian subsidi kepada petani. Diperlukan panduan strategi manajemen modern dan teknik bisnis profesional kepada petani dan pelaku perberasan meliputi kalkulasi bisnis, prediksi bisnis, strategi pasar, langkah jitu merebut pasar perberasan dalam perdagangan internasional, target bisnis, yang dilakukan evaluasi dan pembahasan tindak lanjut secara periodik dan terus menerus.
Sudah waktunya regulator merevitalisasi kebijakan dan melengkapi fungsinya ke arah manajamen pertanian maju, mandiri, dan modern.
Ketiga, mendorong kebijakan pemerintah dalam menggunakan komunikasi politik pemerintah yang efektif. Komunikasi politik pemerintah sangat vital dalam menggerakkan semua komponen bangsa termasuk pelaku bisnis dan masyarakat. Selain itu, regulator harus lebih responsif dan tepat waktu dalam rangka meluruskan berbagai isu yang menimbulkan distorsi komunikasi kontraproduktif yang beredar di masyarakat,
Keempat, penguatan posisi BPS sebagai lembaga penyedia data program dan kebijakan kementerian dan lembaga sesuai dengan UU No. 16 Tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1999, Pasal 23 serta pembenahan tata kelola penyajian data BPS berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait perberasan. Ditambahkan adanya klausul pemberian sanksi bagi kementerian dan lembaga yang tidak menggunakan data BPS sebagai acuan.
Terngiang wejangan bijak John F Kennedy, "Jangan tanyakan apa yang bisa negara berikan untukmu. Tanyakan apa yang bisa kamu lakukan untuk negaramu." Mudah-mudah melalui tulisan ini bisa memberikan kontribusi agar pencapaian swasembada beras benar-benar terjadi. Wassalam.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementan, Arief Cahyono, mengucapkan selamat atas terpilihnya Ketua Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) periode 2025–2028, Beledug Bantolo.
Kementerian Pertanian (Kementan) terus memperkuat komitmennya dalam mewujudkan swasembada pangan nasional melalui penguatan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah.
Kementan merumuskan lima langkah strategis bersama pelaku industri perunggasan, dengan didukung salah satunya oleh Komunitas Peternakan Unggas Nasional (KPUN).
Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (Pusat PVTPP) Kementerian Pertanian (Kementan) menggelar pelatihan konsultan Perlindungan Varietas Tanaman (PVT).
Pemerintah daerah diminta aktif melaporkan hasil pemeriksaan hewan, baik sebelum (antemortem) maupun sesudah pemotongan (postmortem), melalui aplikasi iSIKHNAS.
BALAI Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang Kementerian Pertanian (Kementan) menggelar Penyiapan Tenaga Kompeten Brigade Pangan (BP).
Pelepasan ekspor ini merupakan bagian dari strategi nasional untuk memperkuat ekonomi biru melalui integrasi digital, keberlanjutan, dan kolaborasi lintas sektor.
Jumlah ekspor gula kelapa kristal atau gula semut sebanyak 18,5 ton senilai US$35 ribu
MENTERI Perdagangan (Mendag) Budi Santoso memantau harga dan pasokan barang kebutuhan pokok (bapok) di Pasar Kebon Kembang, Bogor, Jawa Barat pada Rabu, (26/3).
KEMENTERIAN Perdagangan (Kemendag) mendukung peningkatan volume dan nilai ekspor produk sarang burung walet Indonesia ke Tiongkok.
Kemendag mengimbau para pelaku usaha pengemas (repacker) minyak goreng Minyakita untuk mematuhi ketentuan.
MENTERI Perdagangan (Mendag), Budi Santo mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki potensi waralaba yang sangat besar.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved