Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
PANASNYA panggung kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 kian eskalatif. Tiap partai dan koalisi terus adu strategi dan siasat untuk mendulang chemistry jelang masa pendaftaran capres-cawapres tahun depan. Mulai membangun komunikasi politik yang intensif antarelite koalisi lewat selebrasi naik kuda, jalan sehat, perjamuan, hingga bareng-bareng ke kondangan. Ibarat tak tersisa sedikit pun ruang publik bagi elite parpol untuk dikapitalisasi demi merajut politik kesepahaman.
Di sisi lain, angin segar pencitraan para elite politis terus berembus. Ada yang naik angkot, jadi sopir angkot, makan nasi pecel di warung, bagi-bagi kaus, dan lain sebagainya. 'Turun kasta'-nya para bakal capres di tengah-tengah rakyat tersebut ialah bagian dari merawat spirit populis untuk dikesankan sebagai pemimpin sederhana dan merakyat.
Hal itu wajar dalam strategi kampanye politik karena bagaimanapun kontestasi pilpres masih mengandalkan elektabilitas yang mencerminkan reputasi calon yang biasanya diukur popularitas, integritas, dan kapabilitas (Stokes, 1963) meskipun dalam politik, segala sesuatu bisa terjadi. Seperti Partai NasDem yang mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres di 2024. Itu mematahkan prediksi pendiri lembaga survei Cyrus Network Hasan Nasbi, yang bertaruh mobil Alphard barunya dengan pendukung Anies, bahwa Anies tak bakal mendapat tiket capres.
Tak hanya itu, pascadeklarasi, para elite politik mulai kencang bergerak. Misalnya bertemunya Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua DPP PDIP Puan Maharani yang diwarnai jalan santai dan balas pantun di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Sabtu (8/10/2022). Meski yang dibicarakan persoalan bangsa Indonesia, sulit ditepis, pertemuan tersebut bagian dari upaya memasang 'kuda-kuda' politik terhadap pengusungan Anies. Apalagi, muncul sinyalemen dukungan politikus senior Golkar Akbar Tandjung terhadap Anies (Metrotvnews.com 7/10/2022), yang konon menandakan 'goyangnya' soliditas di tubuh Golkar.
Entah kebetulan entah tidak, Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum PDIP pada hari yang sama, Sabtu, bertemu di Batutulis, Bogor. Menurut Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, keduanya membahas langkah-langkah penting menghadapi krisis ekonomi dunia dan pangan. Namun, di balik alasan normatif itu, sulit untuk menyembunyikan adanya agenda taktis yang hendak dibahas serius, yang tidak jauh dari diusungnya Anies dalam gelanggang pilpres.
Apalagi belakangan, muncul pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto soal 'biru' yang lepas dari pemerintahan Presiden Jokowi (Minggu, 9/10/2022). Konon 'biru' itu menunjuk NasDem yang sudah delapan tahun menjadi bagian dari koalisi pemerintah. Namun, Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya menegaskan partainya setia kepada pemerintahan Jokowi. Menurutnya, pengusungan Anies Baswedan sebagai capres 2024 tak terkait dengan koalisi pemerintah.
Beda sikap antarelite dalam gonjang-ganjing pilpres saat ini sesuatu yang wajar. Sama wajarnya ketika musuh dan lawan tidur dalam satu selimut. Tak ada kawan dan lawan yang abadi, selain kepentingan (Haris 2006)! Begitu ungkapan klasik dalam rimba politik. Yang jelas, pascadeklarasi untuk Anies, Partai Golkar dengan Koalisi Indonesia Bersatu mereka, PDIP, dan Gerindra yang tengah menjalin koalisi dengan PKB tidak akan menyia-nyiakan satu tahun ke depan sebagai momentum berhitung dan konsolidasi, ke mana arah jangkar koalisi dilabuhkan demi bisa menggamit tiket pilpres.
Lalu mengapa Anies seolah menghasilkan 'wow effect' di hari-hari ini? Yang jelas Anies bukan capres 'kaleng-kaleng'. Banyak survei memosisikan Anies di posisi elektoral yang cukup prospektif. Menurut Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya (17/9/2022), ada tiga tokoh nasional yang memiliki tingkat elektabilitas signifikan berdasarkan hasil rilis sejumlah lembaga survei, yakni Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto.
Elektabilitas Anies serta Ganjar malah berpeluang untuk terus meningkat, terlebih ketika kampanye sudah dimulai. Bahkan, berdasarkan survei yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) (5-13 Agustus 2022), elektabilitas PDIP bisa naik 10% kalau mengusung Anies Baswedan sebagai capres. Artinya Anies bisa menjadi 'ancaman' serius bagi capres-capres yang lain. Tergantung manajemen isu seperti apa yang didesain para elite untuk menjaga potensi dan kans elektoral masing-masing.
Jika yang dikapitalisasi sehari-hari kepada lawan politik misalnya, sebatas isu parokial, padahal di sisi lain preferensi publik pemilih (muda) saat ini kian meluas pada isu-isu yang lebih kontekstual dan membumi (memiliki integritas, bersih dari KKN, mampu mengatasi kemiskinan dan ketimpangan, dll), manajemen 'isu primitif' yang demikian tak akan efektif (Ashford & Lee, 2001).
Narasi memecah-belah
Ke depan, dibutuhkan strategi politik berbasis 'perang ide/gagasan' dari para kontestan ketimbang berkanjang dalam 'perang urat saraf' disertai bumbu-bumbu friksionalitas yang menyesatkan masyarakat. Dengan begitu, itu bisa memunculkan pikiran-pikiran inovatif dan visioner dari para kontestan untuk dijual di panggung pilpres. Selain itu, soliditas masyarakat dalam menikmati pesta demokrasi pilpres akan selalu diperkaya dengan inventarisasi berbagai persoalan dan agenda-agenda bangsa yang futuristis dan solutif.
Harapan tersebut, memang, tidak mudah dirawat di tengah mengguritanya garizah (naluri) politik para elite menggemukkan elektabilitas mereka menyongsong 2024 sehingga kadang tega menghalalkan segala cara yang menzalimi demokrasi ketimbang keinginan untuk berbagi energi positif di antara para elite itu, demi perubahan Indonesia di masa depan.
Belakangan, misalnya, di media sosial atau grup percakapan, mulai bertebaran narasi-narasi saling mendiskreditkan capres dan pendukung yang satu dengan capres dan pendukung yang lain. Narasi-narasi dimaksud terasa kental dengan ilmu 'cocoklogi' serta potongan situasi dan konteks yang dimanipulasi atau terkesan dipaksakan, hanya demi mengeklaim bahwa kubu merekalah yang paling benar dan layak. Termasuk munculnya istilah 'Nasdrun' beberapa waktu lalu, yang tidak saja mencederai kehormatan partai tertentu, tetapi juga menambah perbendaharaan kebencian dan polarisasi nan menyedihkan di bangsa ini.
Sangat disayangkan, jika muruah Pilpres 2024 kemudian hanya diwarnai jargon dan narasi intoleran, rasial, dan xenofobia, yang didengungkan buzzer yang memecah belah bangsa.
Itu menandakan kultur berdemokrasi kita masih ringkih dalam menerima perbedaan sikap dan pilihan politik. Pilpres 2019 mestinya menjadi pelajaran berharga bahwa keutuhan bangsa ini ialah harta paling berharga dari sekadar elektabilitas atau kursi politik.
Tiser :
Munculnya istilah 'Nasdrun' beberapa waktu lalu, yang tidak saja mencederai kehormatan partai tertentu, tetapi juga menambah perbendaharaan kebencian dan polarisasi nan menyedihkan di bangsa ini.
Sangat disayangkan, jika muruah Pilpres 2024 kemudian hanya diwarnai jargon dan narasi intoleran, rasial, dan xenofobia, yang didengungkan buzzer yang memecah belah bangsa.
Jika PPP ingin kembali eksis, sudah sewajarnya harus membuka diri dengan merangkul semua pihak
ANIES Baswedan turut menjadi salah satu tokoh ternama yang melayat Ibrahim Sjarief Assegaf. Sosok Ibrahim, suami Najwa Shihab meninggal dunia pada Selasa, (20/5) siang.
KABAR Ibrahim Sjarief Asegaf, suami Najwa Shihab meninggal dunia, menjadi perhatian banyak kalangan. Beberapa tokoh ikut melayat seperti Basuki Tjahaja Purnama dan Anies Baswedan.
Cari tahu partai politik Anies Baswedan! Telusuri perjalanan karir politiknya, dari akademisi hingga tokoh publik. Informasi lengkap dan relevan di sini!
Kisah cinta masa muda Anies Baswedan akan segera diangkat ke layar lebar lewat film bertajuk Senyum Manies Love Story.
Cari tahu partai politik yang menaungi Anies Baswedan! Temukan fakta menarik dan perjalanan politiknya di sini.
Indonesia telah memiliki pemimpin nasional dari berbagai latar belakang, mulai dari militer (TNI) hingga sipil, tetapi belum ada yang berasal dari korps kepolisian.
Pria yang akrab disapa Romy tersebut mengatakan bahwa PPP masih menunggu hasil muktamar partai yang rencananya digelar pada September mendatang.
Wakil Ketua Partai NasDem, Saan Mustopa mengatakan pihaknya tidak akan terburu-buru dalam mendeklariskan pencalonan Prabowo sebagai capres di pemilu selanjutnya.
Ray Rangkuti menilai keputusan Partai Gerindra dalam mengusung kembali Prabowo Subianto untuk menjadi calon presiden 2029 terlalu cepat.
Indonesia yang memiliki keragaman etnis dan budaya, rentan terhadap perpecahan jika tidak dikelola dengan baik.
Cak Imin enggan menanggapi lebih jauh ihwal kemungkinan memajukan dirinya. Ia menilai pesta demokrasi 2029 masih lama.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved