Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
BERSAMAAN dengan kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi yang mencapai anggaran Rp127 triliun pada 2022, pemerintah juga harus menanggung dana kompensasi yang besarnya hampir 2 kali lipat dari besaran pendapatan atas kenaikan harga BBM bersubsidi, yakni mencapai total Rp324,4 triliun (Kompas, 3/9/2022).
Dana kompensasi sebesar itu diambil dari dana kompensasi BBM dan gas yang mencapai Rp208,4 triliun dari kekurangan bayar kompensasi 2022 dan kurang bayar kompensasi 2022 sebesar Rp126 triliun.
Pertanyaan publik pun berkembang liar terkait dengan besarnya dana kompensasi yang harus dibayarkan pemerintah, untuk dan atas nama warga terdampak kenaikan harga BBM bersubsidi. Padahal, konon dari dana hasil kenaikkan harga BBM bersubsidi, konon pemerintah hanya mendapatkan dana segar sekitar Rp87 triliun. Mengapa kemudian bisa memberikan kompensasi ke warga miskin/tak mampu mencapai angka yang lebih besar?
Maka wajar muncul satir publik, lalu untuk apa menaikkan harga BBM bersubsidi yang memiliki dampak luas pada ekonomi rakyat dan naiknya inflasi yang tak rasional di satu sisi, jika di sisi lain hasil dana atas dampak kenaikan harga BBM bersubsidi itu justru dialokasikan untuk pemberian kompensasi dan dana bantuan sosial yang nilainya jauh lebih besar?
Jika demikian yang terjadi, mengapa tidak lebih baik dana subsidi tidak perlu dinaikkan sehingga bisa meredam inflasi, sekaligus tidak membuat kegaduhan baru yang tidak perlu sebagaimana sudah diketahui pemerintah selama ini? Jika hal demikian tak juga diklarifikasi, bukan tidak mungkin kebijakan kompensasi yang sangat strategis itu justru dinilai publik sekadar basa-basi. Lantaran, banyak dinilai publik hanya untuk "mengaburkan" jejak kebijakan kenaikkan harga subsidi BBM yang membuat kegaduhan baru di tingkat akar rumput.
Padahal semestinya jika selama ini pemerintah berteriak APBN jebol lantaran harus membayar dana subsidi BBM/subsidi energi yang selalu menggerogoti APBN, yang terkesan hendak dicegah, agar APBN kita menjadi sehat dan kuat dengan mengurangi beban dana subsidi, ketika kenaikan harga BBM bersubsidi sudah dilakukan, tertutup sudah beban APBN untuk kembali kedodoran. Namun, ternyata sangkaan publik tidaklah demikian. Justru, imbal hasil kebijakan kenaikan dana subsidi BBM itu dinantikan sebagian saudara kita yang dinilai miskin/tidak mampu, untuk mendapatkan sumber penghidupan baru berupa dana kompensasi yang besarnya mencapai ratusan triliun itu.
Tercatat di saat bersamaan, pemerintah akan memberikan Rp600 ribu kepada 16 juta pekerja/buruh yang selama ini berpenghasilan maksimal Rp3,5 juta. Pun demikian, dari dana kompensasi itu, warga miskin baru di luar data penerima rutin keluarga prasejahtera, sebanyak 26 juta warga miskin baru akan mendapatkan dana kompensasi Rp150 ribu/keluarga.
Harapannya, warga miskin/tak mampu baru itu tidak terdampak atas kenaikan harga BBM bersubsidi. Pakar kebijakan publik Agus Pambagyo (2022) berani memastikan dana kompensasi itu amat diharapkan warga miskin baru terdampak, meski diketahui, warga miskin baru itu selama ini pula bukanlah konsumen aktif dari BBM bersubsidi. Bahkan dipastikan, konsumen/pemakai BBM bersubsidi selama ini memang benar bukan warga miskin/tak mampu. Lantaran, tidak mungkin warga miskin bisa memiliki kendaraan atau bahkan kendaraan roda 4. Artinya disebut miskin/tak mampu karena memang tidak memiliki kendaraan, apalagi mobil, yang selama ini menguasai 80% pengguna konsumsi BBM bersubsidi, sesuai data pemerintah. Maka, wajar apabila BBM bersubsidi diketahui tidak tepat sasaran, lantaran memang warga miskin/tak mampu, tak memiliki kendaraan berbahan bakar fosil.
Integrasi database
Agar kebijakan dana kompensasi tak jadi (dicap) sekadar basa-basi, lebih baik pemerintah segera menghitung ulang peruntukan dana subsidi BBM sekaligus melakukan audit atas kebijakan kompensasi, termasuk bantuan sosial yang selama ini berjalan.
Untuk keperluan dimaksud, yang mendesak dilakukan pemerintah ialah integrasi database warga berpotensi terdampak kebijakan. Agar bisa menjawab perdebatan lain yang selama ini dinilai publik beraroma data basa-basi, yakni database dampak kebijakan yang diketahui "salah sasaran", tetapi di saat yang tetap dianggap sebagai "kebenaran" terbukti meski salah tetap saja difasilitasi mendapatkan hak subsidi.
Semestinya, jika memang database dianggap "salah sasaran", agar ke depan kebijakan "salah" itu tak terus berulang, database yang salah tadi harus dipastikan jadi database yang "benar" (sesuai ketentuan regulasi sebagai warga miskin/tak mampu). Ironisnya, bolak-balik terverifikasi sebagai "salah sasaran", tetapi tetap saja difasilitasi negara/pemerintah untuk menikmati dana subsidi dan kompensasi nyaris tanpa kendali.
Oleh karena itu, agar kebijakan kompensasi ke depan tak jadi basa-basi, integrasi database warga terdampak (miskin/tak mampu) wajib terus diverifikasi. Pendataan dan audit database mendesak dilakukan. Jangan sampai database salah dibiarkan jadi rujukan kebijakan.
Dalam lanskap demikian, diskursus akurasi databse diakui masih menjadi problem besar lintas kementerian/lembaga/pemda. Terbukti, meski sudah banyak instansi/lembaga yang mengurusi database warga/kependudukan, tak satu pun yang dinyatakan database yang terintegrasi. Padahal, konon dalam pengumpulan database sudah menggunakan ahli-ahli tingkat tinggi, dengan peran teknologi informasi yang amat mahal hingga membayar konsultan asing untuk integrasi database, hingga detik ini, tetap saja amburadul.
Wajar, jika UNESCO (2021) menilai bahwa kemampuan "berhitung" (matematika sosial-statistik) warga Indonesia paling buruk di kawasan Asia. Contoh nyata, "hare gene" jumlah warga miskin Indonesia tak pernah mampu didefinisikan terintegrasi, masing-masing instansi/lembaga negara/pemerintahan gagal total menghitung dan mengidentifikasi warga miskin/tak mampu. Wajar pula, karena tak ada integrasi database warga miskin/tak mampu, kebijakan penanggulangan kemiskinan-pengangguran tak pernah mengenal kata akhir.
Tiap hari, sepanjang masa justru dinilai terus bertambah. Namun, di saat yang sama tak satu pun instansi/lembaga mengurangi anggaran penanggulangan kemiskinan. Jangan-jangan, kebijakan penanggulangan kemiskinan selama ini pula hanya basa-basi. Buktinya, anggaran tiap tahun untuk dan atas nama penanggulangan kemiskinan naik rata-rata 46%, (2021, BPK mencatat Rp146 triliun dari lintas kementerian/lembaga dan pemda) "keroyokan" menanggulangi warga miskin (agenda penanggulangan kemiskinan-pengangguran). Namun, bukannya semakin habis/hilang warga miskin, justru makin menjamur di mana-mana.
Apalagi dengan dalih pandemi, di Jateng, konon berkembang "kemiskinan ekstrem", yang menjadi semakin yakin, bahwa berbagai kompensasi yang selama ini dilakukan pemerintah hanyalah basa-basi.
Semoga kebijakan kompensasi kali ini tak lagi sekadar basa-basi lagi sehingga kebijakan subsidi dan kompensasi kian terintegrasi. Makin terintegrasi database penerima subsidi dan kompensasi, makin kecil peluang jadi basa-basi.
Rakyat butuh sensasi, yakni kebijakan subsidi yang terintegrasi lantaran datase teruji dan terkonfirmasi. Di titik inilah, para pejabat dari instansi/lembaga/pemda terkait harus terus bersinergi. Turut mengawal memperbaiki kualitas integrasi database ke depan. Hanya dengan kolaborasi lintas instansi/lembaga/pemda yang solid dan terintegrasi, kebijakan subsidi-kompensasi jauh dari sekadar basa-basi. Semoga!
KETUA Umum Asosiasi Pengemudi Transportasi Daring Garda Indonesia, Igun Wicaksono, menyambut positif ketegasan pemerintah bahwa ojek online (ojol) sebagai penerima BBM subsidi.
KETUA Komisi XII DPR RI Bambang Pati Jaya memastikan belum ada keputusan dari pemerintah terkait pelarangan subsidi BBM untuk ojek online (ojol).
ANGGOTA Komisi XII DPR RI Muh Harris menekankan pentingnya kajian mendalam dan implementasi yang tepat terkait rencana pemerintah dalam memberikan subsidi BBM
Rencana pencabutan subsidi BBM otomatis membuat harga pertalite dan solar naik mengikuti keekonomian pasar. Harganya tidak akan jauh berbeda dengan BBM nonsubsidi.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan pemerintah terus mematangkan aturan terkait pengetatan pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
MENTERI Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan pengetatan BBM subsidi supaya lebih tepat sasaran yang direncanakan mulai diterapkan pada 1 Oktober, belum siap.
Event DANA adalah kegiatan atau program khusus yang diadakan oleh aplikasi dompet digital DANA dalam periode tertentu untuk memberikan berbagai hadiah, promo, misi berhadiah, saldo gratis
Berdasarkan laporan dari Mordor Intelligence, industri fintech Indonesia pada 2025 dapat mencapai US$20,93 miliar atau sekitar Rp341,1 triliun.
Dana ini tetap pengelolaannya berada di kelurahan dengan swakelola tipe IV mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 Tahun 2018
Saldo DANA Kaget menjadi salah satu cara menarik untuk mendapatkan uang digital secara gratis. Banyak orang mencari link DANA Kaget, promo cashback, serta giveaway yang bisa memberikan saldo
DANA adalah salah satu dompet digital populer di Indonesia yang digunakan untuk berbagai transaksi, seperti pembayaran tagihan, pembelian pulsa, hingga transfer uang.
Mendapatkan saldo DANA gratis bukanlah hal yang mustahil. Ada berbagai cara legal dan resmi yang bisa Anda coba untuk menambah saldo dompet digita
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved