Rabu 15 Juni 2022, 21:40 WIB

Hari Tanpa Tembakau Jangan Sekadar Seremoni 

Faza Nur Wulandari, Pranata Humas Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kementerian Kesehatan | Opini
 Hari Tanpa Tembakau Jangan Sekadar Seremoni 

Dok pribadi
Faza Nur Wulandari

 

MEROKOK di Indonesia sudah menjadi hal lumrah. Gerai yang menjual rokok dapat ditemui di mana-mana. Meskipun harga rokok kian melambung, tak mengurungkan niat perokok untuk berhenti merokok. Bahkan rokok pun dapat dibeli secara eceran. 

Merujuk data Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021, angka perokok dewasa dalam 10 terakhir mengalami kenaikan signifikan. Survei rumah tangga yang dilakukan pada orang usia 15 tahun atau lebih meningkat sebanyak 8,8 juta orang, yaitu dari 60,3 juta menjadi 69,1 juta. Tak hanya rokok konvensional, bahkan pengguna rokok elektrik meningkat tajam 10 kali lipat dari 0,3% (2011) menjadi 3% (2021). 

Dalam survei lain yang dilakukan Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2019, menunjukkan bahwa pelajar pada usia 13-15 tahun mengonsumsi tembakau 19,2% dan menghisap rokok 18,8%. Tak jarang kita temui pelajar berseragam dengan santainya merokok di sekitar lingkungan sekolah. Fenomena yang di satu sisi cukup mengkhawatirkan.

Kendati melegalkan rokok, pemerintah tidak tinggal diam dalam mengendalikan dan mencegah peningkatan konsumsi rokok dan tembakau. Salah satu komitmen pemerintah tertuang dalam target RPJMN Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 2020–2024 yaitu turunnya prevalensi konsumsi tembakau sebesar 8,7% pada usia 10–18 tahun. Mengingat data Riset Kesehatan Dasar (2018) menunjukkan 9,1% merokok pada usia remaja (10-18 tahun), dibandingkan pada 2013 yaitu 7,2%.

Ketika memperingati hari tanpa tembakau sedunia (HTTS) pada 31 Mei lalu pun harus menjadi momentum untuk mengurangi jumlah perokok di Indonesia. Momentum HTTS pada tahun ini dapat digunakan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan awareness kepada masyarakat tentang bahaya merokok. Efek dari nikotin, kandungan dari rokok dapat merusak kesehatan. Telah banyak penyakit yang disebabkan akibat merokok bahkan berujung kematian. Tak hanya perokok aktif, perokok pasif pun terkena imbas penyakit yang disebabkan dari asap rokok. 

Berbekal data berbasis bukti hasil GATS dan GYTS, pengendalian dan pencegahan penggunaan tembakau dapat bergaung lebih kongkret dan utuh kepada seluruh masyarakat. Kita tentu berharap tidak hanya merayakan peringatannya saja namun dapat mendorong penyempurnaan kebijakan yang telah ada. Kebijakan pengendalian tembakau yang lebih komprehensif dan efektif serta berkelanjutan sebagai peta jalan tindak lanjut di masa akan datang.

Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Habuwono dalam peluncuran hasil GATS pada 31 Mei lalu, mengajak seluruh lapisan masyarakat bersama-sama memperkuat komitmen dan saling mendukung dalam menurunkan angka prevalensi konsumsi tembakau. Dante mengarahkan empat hal dalam menindaklanjuti hasil GATS agar dikerjakan secara inklusif yang melibatkan seluruh elemen masyarakat. 

Pertama, mengurangi iklan tembakau di media massa maupun internet. Kedua, mengajak perokok yang ingin berhenti merokok melalui layanan Quitline Kemenkes ataupun layanan lainnya. Ketiga, menggunakan media sosial dan mengajak influencer untuk memberikan edukasi dampak buruk merokok. Serta terakhir, pemerintah terus mengawal meningkatkan jumlah kawasan tanpa rokok (KTR).

KTR yang telah dicanangkan oleh pemerintah pusat, dapat lebih dioperasionalkan dengan membuat surat edaran dari pemerintah daerah. Memperkuat tim pemantau, evaluasi, dan monitoring. Pada lingkungan sekolah bisa memastikan tidak menemukan pelanggaran siswa yang merokok. Promotif dan preventif di lingkungan sekolah harus diperkuat. 

Orang tua turut bertanggung jawab pada anak usia muda yang mulai melakukan rokok pertamanya. Pada data GYTS, pelajar mengaku terpapar asap rokok di rumah, di lingkungan tertutup, di lingkungan terbuka, dan melihat perkokok di lingkungan sekolah. Meski kebijakan pemerintah melalui peraturan KTR sudah diterapkan. Namun pihak sekolah tetap harus memberikan edukasi kepada para siswanya tentang rokok. 

Tentunya rangkaian aksi nyata ini tidak bisa berjalan sendiri bila hanya dari pemerintah saja, namun harus didukung masyarakat. Momentum ini harus terus berjalan, tidak hanya saat seremoni semata karena peringatan HTTS akan hilang begitu saja. Elok nian bila momentum ini terus berlanjut apa yang bisa dilakukan bersama. 

Menjadikan sebuah pergerakan untuk meningkatkan public awareness dan perubahan perilaku masyarakat dalam mengendalikan konsumsi tembakau. Pergerakan yang terus menerus dilakukan baik dari pemerintah, pendidik, orang tua, juga insan pemuda. Tujuannya agar dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarat, menghasilkan generasi muda yang sehat dan berkualitas di masa depan. 

Baca Juga

Ilustrasi

Berharap Nasib Baik bagi para Guru

👤Anggi Afriansyah Peneliti sosiologi pendidikan di Pusris Kependudukan BRIN, Dewan Pakar Perhimpunan Pendidikan untuk Guru (P2G) 🕔Jumat 31 Maret 2023, 05:05 WIB
OPINI Prof Triyanto di Media Indonesia (28/3) mengangkat judul Madesu Calon Guru benar-benar menggambarkan realitas...
MI/Seno

Karpet Merah untuk Dokter Asing?

👤Sukman Tulus Putra Ketua Perhimpunan Kardiologi Anak Indonesia (Perkani), anggota Dewan Pertimbangan PB IDI dan MKEK, anggota Konsil Kedokteran Indonesia 2014-2020 , Council Member of Asia-Pacifi c Pediatric Cardiac Society (APPCS) 🕔Jumat 31 Maret 2023, 05:00 WIB
KEHADIRAN dokter asing di suatu negara ialah hal yang lazim terjadi di era globalisasi...
Dok pribadi

Menyepakbolakan Agama

👤Ahmad Maulana, editor Harian Media Indonesia 🕔Kamis 30 Maret 2023, 18:05 WIB
JIKA ada yang bilang bahwa sepak bola seperti agama di Brasil, hal itu memang tidak...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

Berita Terkini

Selengkapnya

Top Tags

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya